Klikhijau.com – Peneliti Ecological Observation and Wetland Conservations (Ecoton) menemukan paparan mikroplastik pada 11 dari 12 contoh air yang diuji di wilayah Malang. Pengambilan sampel dilakukan dari berbagai sumber, termasuk air tanah, air permukaan, air rebusan, dan air PDAM.
Hasil uji menunjukkan variasi jumlah mikroplastik antara 1 hingga 7 partikel per sampel, terdiri atas jenis film/filamen dan fiber. Mikroplastik jenis filamen berasal dari degradasi kantong plastik, sedangkan fiber umumnya dilepaskan dari pakaian sintetis seperti poliester saat proses pencucian.
“Secara fisik, paparan mikroplastik dapat mengganggu kesehatan manusia, seperti merusak jaringan paru, hati, dan sistem imun tubuh,” ujar Rafika Aprilianti, peneliti Ecoton, dalam Talkshow “Membangun Kesadaran Hukum Lewat Bencana Mikroplastik” di Universitas Widyagama Malang (UWG), Rabu (5/11).
Dekan Fakultas Hukum UWG, Dr. Ibnu Subarkah, SH., M.Hum., yang membuka acara tersebut menegaskan pentingnya peran kampus dalam mendorong kebijakan hukum terkait pengendalian pencemaran lingkungan.
“Bahaya mikroplastik nyata dan mengancam kesehatan manusia. Melalui forum ini, kita ingin membangun kesadaran bahwa pengelolaan dan penggunaan plastik harus memiliki landasan hukum yang kuat,” ujarnya.
Kegiatan yang juga dirangkaikan dengan pameran instalasi mikroplastik ini diikuti lebih dari 100 mahasiswa ini. Instalasi mikroplastik tersebut menggambarkan kondisi nyata pencemaran air di berbagai wilayah Jawa Timur
Kegiatan ini menghadirkan empat narasumber, yakni Dr. Purnawan Dwikora Negara, SH., MH. (Dosen FH UWG), M. Alaika Rahmatullah (Koordinator Ecoton), Eko Widianto (Bidang Advokasi Lingkungan Hidup SIEJ), dan Rafika Aprilianti (Peneliti Ecoton).
Penelitian Nasional Mikroplastik di 18 Kota
Uji mikroplastik ini merupakan bagian dari penelitian bersama Ecoton dan Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) di 18 kota di Indonesia selama Mei–Juli 2025. Waktu penelitian dipilih karena periode peralihan menuju musim kemarau, saat curah hujan rendah dan atmosfer stabil, sehingga partikel mikroplastik di udara lebih mudah terukur.
Dari penelitian tersebut, Jakarta Pusat tercatat sebagai lokasi dengan konsentrasi mikroplastik tertinggi (37 partikel dalam dua jam), sedangkan Kota Malang memiliki jumlah terendah (2 partikel dalam dua jam).
Koordinator Kampanye Ecoton, Mohammad Alaika Rahmatullah, menjelaskan bahwa mikroplastik di udara berasal dari berbagai aktivitas manusia mulai dari kegiatan domestik, transportasi, hingga industri dan konstruksi.
“Partikel mikroplastik bahkan dapat menembus aliran darah dan mencapai berbagai organ tubuh, memicu respons imun sistemik hingga efek neurotoksik,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya pengendalian yang komprehensif, termasuk pembatasan plastik sekali pakai, pengaturan emisi kendaraan, pengelolaan sampah berkelanjutan, serta perluasan ruang terbuka hijau dan sistem pemantauan udara berbasis riset.
Dorongan Regulasi Daerah
Dosen Hukum Lingkungan UWG, Dr. Purnawan Dwikora Negara, mendorong Pemerintah Kota Malang segera menerbitkan Peraturan Daerah tentang Pembatasan Plastik Sekali Pakai, mengikuti langkah 22 kota/kabupaten lain di Jawa Timur.
“Jika pengambil kebijakan membiarkan mikroplastik, sejatinya memupuk bencana. Mikroplastik mengganggu rantai makanan dan kesehatan manusia, sehingga harus dikendalikan,” tegasnya.
Melalui kolaborasi akademisi, peneliti, dan jurnalis lingkungan, kegiatan ini diharapkan dapat memperkuat kesadaran hukum diharapkan dapat memperkuat kesadaran hukum dan mendorong kebijakan nyata dalam mengurangi ancaman mikroplastik di Indonesia.








