Klikhijau.com – Fenomena cuaca di Bulukumba bagian barat terasa berbeda dari biasanya. Begitu hari beranjak ke siang hari, sekitar pukul 13.00, mendung akan bergelayut di langit. Hitam pekat.
Tidak lama kemudian hujan akan menderas sejadi-jadinya. Namun, tidak lama, hanya kisaran dua jam saja. Lalu berhenti total, hanya kabut yang tersisa.
Fenomena ini telah berlangsung beberapa hari belakangan ini. Pada pagi hari, cerah. Matahari akan bersinar terik.
Dulu, November masih termasuk bulan kemarau di Bulukumba bagian barat. Hanya, beberapa tahun terakhir, hal itu bergeser. Hujan lebih cepat datang mengakhiri kiprah kemarau.
Kedatangan hujan di bulan November ini telah diprediksi oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Bahkan BMKG telah mengingatkan semua pihak untuk siaga menghadapi puncak musim hujan.
Puncaknya diperkirakan berlangsung mulai November 2025 hingga Februari 2026 mendatang.
Menurut laman BMKG, hingga akhir Oktober, sebanyak 43,8 persen wilayah Indonesia atau setara 306 Zona Musim (ZOM) telah resmi memasuki musim hujan, sepertinya termasuk pula Bulukumba di dalamnya. Sebab sejak bulan lalu, hujan mulai tiba.
Kedatangan musim hujan menggantikan musim kemarau atau yang sering disebut peralihan musim ini membawa konsekuensi, yakni meningkatnya potensi cuaca ekstrem di berbagai daerah.
Cuaca ekstrem yang mengiringinya bukan hanya satu, lebih. Mulai dari hujan lebat, angin kencang, hingga ancaman siklon tropis dari arah selatan Indonesia.
“Kita sedang memasuki periode transisi menuju puncak musim hujan. Masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap cuaca ekstrem seperti hujan lebat disertai angin kencang dan petir, terutama di wilayah selatan Indonesia yang mulai terpengaruh sistem siklon tropis dari Samudra Hindia,” ujar Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam Konferensi Pers di Jakarta, Sabtu (1/11/2025) lalu.
Suhu harian masih tinggi
Berdasarkan analisis BMKG, kata dia, curah hujan tinggi hingga sangat tinggi dengan kisaran di atas 150 milimeter per dasarian berpotensi terjadi di sejumlah wilayah, antara lain Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua Tengah.
Lebih lanjut, Dwikorita menjelaskan bahwa meski hujan mulai meningkat, suhu maksimum harian masih cukup tinggi di sejumlah wilayah Indonesia, mencapai 37 derajat Celsius di Riau dan lebih dari 36 derajat Celsius di beberapa wilayah Sumatera dan Nusa Tenggara. Kondisi atmosfer yang belum stabil ini membuat potensi cuaca ekstrem dapat muncul sewaktu-waktu.
“Kombinasi faktor ini menyebabkan potensi hujan lebat dan badai meningkat di banyak wilayah. Oleh karena itu, masyarakat perlu terus memantau informasi peringatan dini dari BMKG,” tegasnya.
Melihat fenomena cuaca tersebut, Dwikorita memperingatkan mewaspadai meningkatnya potensi siklon tropis selatan yang dapat membawa hujan ekstrem dan angin kencang di wilayah pesisir selatan Jawa hingga Nusa Tenggara.
Menurutnya, pada November ini, periode siklon tropis di wilayah selatan Indonesia mulai aktif, sehingga masyarakat perlu mewaspadai potensi terbentuknya sistem tekanan rendah di sekitar Samudra Hindia yang dapat berkembang menjadi siklon tropis.
“Siklon tropis yang berkembang di Samudra Hindia dapat memicu peningkatan curah hujan secara drastis dan menyebabkan banjir besar di wilayah pesisir. Kami mengimbau pemerintah daerah untuk memastikan kesiapsiagaan infrastruktur dan masyarakat terhadap kemungkinan dampak bencana,” tambahnya.
Musim hujan lebih panjang
Selain itu, pemantauan BMKG terhadap suhu muka laut di Samudra Pasifik menunjukkan bahwa dalam dua bulan terakhir telah terjadi pendinginan di wilayah Pasifik dan melewati ambang batas La Niña, yaitu pada September dengan anomali suhu muka laut di Pasifik tengah dan timur sebesar -0,54°C dan pada Oktober sebesar -0,61°C. Sementara itu, kondisi atmosfer juga menunjukkan adanya penguatan angin timuran.
Dua indikasi tersebut menandakan perkembangan awal La Niña dan menunjukkan bahwa La Niña lemah telah terjadi. Namun demikian, Dwikorita menjelaskan bahwa fenomena ini tidak akan berdampak signifikan terhadap curah hujan di Indonesia, karena kondisi hujan pada November–Desember 2025 hingga Januari–Februari 2026 diprediksi tetap berada pada kategori normal.
Sebagai langkah mitigasi, BMKG bersama BNPB dan unsur terkait tengah melaksanakan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) di Jawa Tengah dan Jawa Barat untuk mengurangi risiko banjir dan tanah longsor. Di Jawa Tengah, operasi yang berlangsung sejak 25 Oktober hingga 3 November berhasil menekan curah hujan hingga 43,26 persen, sedangkan di Jawa Barat mencapai pengurangan 31,54 persen.
“OMC menjadi contoh nyata bagaimana sains dan kolaborasi lintas lembaga dapat langsung membantu masyarakat menghadapi ancaman bencana hidrometeorologi,” kata Dwikorita.
Dwikorita mengimbau masyarakat agar tetap waspada terhadap perubahan cuaca yang bisa terjadi secara mendadak. Ketika hujan lebat turun disertai petir dan angin kencang, masyarakat disarankan untuk menjauhi area terbuka, pohon, atau bangunan yang rapuh.
Cuaca terik yang masih terjadi di beberapa wilayah juga memerlukan perhatian dengan menjaga asupan cairan tubuh dan menggunakan pelindung kulit. Selain itu, tambah dia, kesiapsiagaan terhadap potensi banjir, banjir bandang, dan tanah longsor perlu terus ditingkatkan, terutama di wilayah dengan topografi curam dan daerah aliran sungai.
“Apabila dapat dimitigasi dengan tepat, maka musim hujan dan puncak musim hujan yang diprediksi akan lebih panjang dari normalnya ini, akan menjadi bermanfaat bagi pertanian dan untuk mendukung ketahanan pangan,” tutupnya. (*)








