Potensi Bambu di Indonesia sebagai Pengganti Kayu Masa Depan dengan Pengawetan

oleh -398 kali dilihat
Ini Alasannya Mengapa Penting Perlindungan Sumber Daya Genetik!
Tarcius berlindung di pepohonan bambu di Dewa Wisata Pattunuang Maros - Foto/Ist

Klikhijau.com – Benarkah bambu akan menjadi alternatif bahan kayu di masa depan di tengah laju deforestasi yang meningkat akibat penggunaan kayu hutan?

Fakta berjudul Angka Deforestasi Sebagai Alarm Memburuknya Hutan Indonesia pada 11 Oktober 2019 menyatakan angka laju deforestasi (penebangan hutan) selama 2013-2017 mencapai 1,47 juta hektare per tahunnya, mengalami peningkatan dari tahun 2009-2013 hanya pada angka 1,1 juta hektare per tahunnya (Forest Watch Indonesia, 2019).

Kayu menjadi bahan utama dan banyak digunakan dalam konstruksi bangunan, besarnya penggunaan kayu menjadi penyumbang deforestasi hutan di dunia.

Kayu yang dilihat sebagai bahan bangunan yang kuat pada masa depan, pertanyaannya apakah mungkin terus menebang pohon dan mengambil kayu dan tetap mengatakan berkelanjutan.

Deforestasi yang tidak hanya merusak ekosistem dan habitat, tetapi juga memicu perubahan iklim ekstrem. (Herpita Wahyuni, 2021).

KLIK INI:  Bunga Sakura, Eksotika, dan Manfaat yang Perlu Anda Tahu Tentangnya

Laporan World Wide Fund for Nature (WWF) tahun 2019, menyatakan 2050 mendatang jumlah kayu ditebang di dunia diperkirakan meningkat tiga kali lipat.

Sehingga dibutuhkan regenerasi hutan dan penekanan angka deforestasi sehingga dibutuhkan alternatif bahan pengganti kayu sebagai salah satu bahan yang banyak digunakan dalam konstruksi.

Bambu boleh jadi bisa jadi satu alternatif yang dapat menjadi pengganti kayu sebagai bahan pada strukturasi bangunan.

Bambu termasuk kedalam jenis tanaman rumput-rumputan dengan rhizoma dependen, bambu termasuk tanaman beruas yang cepat pada pertumbuhan, dalam kurun waktu sehari bambu bisa tumbuh sepanjang 60 cm bahkan lebih tergantung pada kondisi tanah dimana pohon bambu tumbuh, (Daryono 2000).

KLIK INI:  Kisah Bahrul Huda, Sulap Bambu jadi Tambler Keren dan Lukisan Pyrography

Peran bambu dalam restorasi lingkungan Biosfer

Kita menderita penipisan sumber daya yang ada, dan hilangnya habitat, kepunahan spesies dan pencemaran ekosistem, menunjukkan keberlanjutan yang tidak cukup.

Arsitektur dan para pengembang sekarang dapat memilih bahan dan sistem yang memiliki efek restoratif pada lingkungan.

Bambu memainkan peran kunci. Bambu menghasilkan oksigen yang lebih besar 30% dari pada hutan kayu pada wilayah yang sama, sekaligus meningkatkan daerah aliran sungai dan mencegah erosi, mengembalikan tanah yang rusak, bambu dapat menetralkan racun dari tanah yang sebelumnya tercemar.

Bambu menghasilkan  balok, lantai, panel dinding, pagar dan banyak yang berkelanjutan dengan produk dari restorasi lingkungan.

Bambu telah diakui sebagai sumber kayu untuk masa depan pada ajang Global Bamboo Summit di Vietnam pada tahun 2014 dan World Bamboo Congress di Meksiko pada tahun 2014.

Bambu yang dikenal telah banyak dijadikan sebagai produk turunan dan memiliki nilai ekonomni yang tinggi, belum dapat terterima luas di masyarakat seperti kayu.

KLIK INI:  Selain Pangan, 4 Pohon Buah Ini Juga Bisa Memenuhi Kebutuhan Papan

Menurut Dudi Darma Bakti Sekertaris Jendral Perhimpunan Pelaku Usaha Bambu Indonesia (Perpubi) hal tersebut terjadi karena belum meratanya pemahaman di masyarakat tentang manfaat tanaman bambu dan fungsi bambu secara kepentingan biologi, ekosistem, ekonomi dan budaya. (Edi Eskak, 2016).

Potensi Bambu di Indonesia

Bagian Timur Indonesia adalah tempat potensial untuk bambu tumbuh dan berkembang, Sulawesi menjadi salah satu daerah penghasil bambu terbesar di Indonesia, juga menjadi tempat berbagai jenis bambu. Terdapat sekitar 140 jenis bambu di Indonesia (Lempang, 2016).

Diperkirakan 88 jenis bambu adalah endemik Indonesia. (Hingmadi (2012). Menurut Priyanto dan Abdullah (2014) luas hutan bambu indonesia mencapai 2.058.000 Ha.

Rumpun bambu mampu menyerap karbon dioksida hingga 12 ton per hektar, yang membuat bambu menjadi pengisi ulang udara segar yang efisien. Bambu merupakan penghalang mengalirnya air alami, karena sistem akar yang luas penyebarannya, bambu sangat mengurangi limpasan hujan, mencegah erosi tanah besarbesaran dan membuat air dua kali lebih banyak di daerah aliran sungai (DAS).

KLIK INI:  Negeri Kaya, Begini Persebaran Flora dan Fauna di Indonesia!

Bambu berperan mengurangi polusi air karena konsumsi nitrogen tinggi, sehingga merupakan solusi untuk penyerapan nutrisi kelebihan air limbah dari pertanian, manufaktur, peternakan, dan pengolahan limbah

Dari beberapa tersebut bagaimana bambu dapat menjadi pengganti kayu masa depan yang terterima luas dalam penggunaannya di masyarakat dan apakah bambu dapat melampaui ketahanan kayu dalam penggunaannya dan bagaimana mengetahui ketahanannya? Apakah pemanfaatan bambu dapat menekan angka defortasi serta dapat berimplikasi terhadap ekologi?

Untuk menjawab hal tersebut dibutuhkan langkah kongkrit untuk membuktikan ketahanan bambu. Sedang bambu rentan dengan rayap hanya menaruh bambu pada tanah (kontak langsung) hanya membutuhkan waktu beberapa hari untuk rayap menyerang bambu dengan kandungan alfa selulosa dan air pada batang bambu yang memudahkan rayap mangurai batang bambu.

Pengawetan Bambu dengan Bahan Organik

Sehingga dibutuhkan pengawetan sebelum penggunaan pada konstruksi bangunan atau produk lain berbahan bambu. Salah satu pengawet yang berasal dari alam untuk menjamin pengawet alamiah maka dapat digunakan asap cair dari pembakaran sisa penebangan bambu itu sendiri.

KLIK INI:  Pohon-Pohon yang Andal Menyerap dan Menyimpan Air untuk Mencegah Banjir

Senyawa yang mendukung sifat antibakteri dalam asap cair adalah fenol dan asam. Asap lebih kuat menghambat pertumbuhan bakteri daripada senyawa fenol, namun apabila keduanya digabungkan akan menghasilkan kemampuan penghambat yang lebih besar daripada masingmasing senyawa (Soloko, 2014).

Asap cair memiliki beberapa kegunaan, salah satunya di bidang industri kayu. Kayu yang diolesi dengan asap cair mempunyai ketahanan terhadap serangan rayap daripada kayu dibandingkan kayu yang tanpa diolesi asap cair (Darmadji, 1999).

Asap cair merupakan metode hasil kondensi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan yang mengandung lignin, senyawa karbon, selulosa dan semi selulosa. Adapun bahan baku yang banyak digunakan diantaranya berbagai macam jenis kayu, bongkol kelapa sawit. Tempurung dan sabut kelapa, sekam, serbuk gergaji kayu serta bahan lainnya

Asap cair merupakan bahan kimia yang diperoleh dari pengembunan asap hasil penguraian senyawa-senyawa organik pada proses pirolosis. Pirolisis adalah dekomposisi kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa sedikitpun oksigen, material mentah akan mengalami pemecahan struktur kimia ke fase gas. Dilakukan dalam sebuah reaktor dengan pengurangan atmosfer (udara hampa) pada temperatur hingga 800 derajat (Ramdhan, 2013).

KLIK INI:  Komitmen Ekologis di Rimbun Bambu Longwis Manggala Permai