Klikhijau.com – Ram, begitulah Asia Ramli Prapanca lebih akrab disapa. Ia lahir di Kampung Usuku, Kec. Tomia, salah satu nusa kecil terpencil di ujung timur pulau Buton tahun 1960.
Ia berasal dari keluarga pelaut, dibesarkan di dalam lingkungan budaya pesisir. Sejak kecil bakat Ram di bidang teater sudah nampak
Jenjang pendidikan SMPnya dikecap di Banyuwangi dan Pasuruan. Ia menamatkan SMAnya di Ambon pada sebuah perguruan Muhammadiyah.
Setelah itu, ia memilih IKIP Ujungpandang (sekarang Universitas Negeri Makassar atau UNM) jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia sampai selesai.
Selain main teater, Ram juga lihai menulis puisi, buku puisinya yang telah diterbitkan, satu di antaranya adalah Aku di Sini Saja. Kumpulan puisi ini tahun 1996.
Puisi-puisi dalam buku Aku di Sini Saja, banyak beraroma alam, berikut 5 di antaranya:
Batang Pisang
Di jembatan batu tua itu
Kulepaskan batang pisang
Air laut
Mengalir
Bila tiba di tengah samudera
Panggillah ibuku yang hilang
Menyusui adikku
Panggillah pula gadisku
Yang berumah di atas karang
Yang tubuhnya bergaram airmata
Makassar, 1989
Di Sini Aku Selesai
Bintang-bintang mengepungku di tengah malam
Tubuhku separoh ditelan laut
Burung menggaris leherku
Hujan !
Aku mencari pulau di dalam hujan
Pantai menyingkir meninggalkan azab
Batu-batu menganga
Siap menelan tubuhku
Aku tak mendengar ombak
Semua hilang bersama waktu
Tali kegelapan erat mencekik bumi
O, roh terbang ke mana-mana
lengket di dinding lengket di pohon
lengket di langit
lengket di bulan
lengket di matahari
Burung datang menggores waktu
membelah bumi
pulau hitam dibungkus ombak putih
Selamat tinggal anakku
Selamat tinggal istriku
Ibu, kujemput kamu
Di alam yang tak pernah kukenal
di sini aku selesai
Tanjung Bira, 1995
Pemimpi
Di hutan
Kubayangkan diriku
Perambah paling kuat
Pemakan panser dan batu gunung
Di laut
Kubanyangkan diriku
Penyelam paling dalam
Pemakan kapal dan batu karang
Di angkasa
Kulihat nyata diriku
Pemimpi paling sukses
Pemakan angin dan batu akik
Makassar, 1989
Laut Malam
Seorang penyair
Berenang di lautan malam
ditemani mimpi dan penderitaan
Ditatapnya langit
Bulan dan bintang
karam dan tenggelam dalam kota
Lautan malam
Kerajaan Nafsu
Seorang penyair muntah di atasnya
Makassar, 1994
Jiwa Mengembara
Dari tanah jiwaku bangkit
Aku menengadah langit menekanku
Aku berpaling bumi mencekikku
Aku memohon halilintar menyambarku
Jiwaku cemas
Ribuan mata melotot padaku
Ribuan kaki mendepak hidungku
Ribuan bahu memanggul kapak
Siap membelah ragaku
Jiwaku cemas sempurna
Aku ingin berlari
Tapi ribuan telunjuk menghadangku di pintu
Aku ingin membaringkan tubuhku
Tapi tanah menolak tapakku
Bertahun-tahun
Bermil-mil
Jiwaku mengembara
Di laut selalu aku mengapung
Di puncak selalu aku terjatuh
Aku terkapar di rimba raya
Bertahun-tahun
Bermil-mil
Berabad-abad
Sepi lepaskan
biarkan aku menukik
Memagut bintang jadi nisanku !
Makassar, 1986