Menikmati 5 Puisi Beraroma Alam dari Asia Ramli Prapanca

oleh -107 kali dilihat
5 Aksi Sederhana Merayakan Hari Buku dengan Nuansa Alam Raya
Ilustrasi membaca di alam - Foto: Ist

Klikhijau.com – Ram, begitulah Asia Ramli Prapanca lebih akrab disapa. Ia lahir di Kampung Usuku, Kec. Tomia, salah satu nusa kecil terpencil di ujung timur pulau Buton tahun 1960.

Ia berasal dari keluarga pelaut, dibesarkan di dalam lingkungan budaya pesisir. Sejak kecil bakat Ram di bidang teater sudah nampak

Jenjang pendidikan SMPnya dikecap di Banyuwangi dan Pasuruan. Ia menamatkan SMAnya di Ambon pada sebuah perguruan Muhammadiyah.

Setelah itu, ia memilih IKIP Ujungpandang (sekarang Universitas Negeri Makassar atau UNM) jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia sampai selesai.

KLIK INI:  Mata Air pada Air Mata

Selain main teater, Ram juga lihai menulis puisi, buku puisinya yang telah diterbitkan, satu di antaranya adalah Aku di Sini Saja. Kumpulan puisi ini tahun 1996.

Puisi-puisi dalam buku Aku di Sini Saja, banyak beraroma alam, berikut 5 di antaranya:

Batang Pisang

 

Di jembatan batu tua itu
Kulepaskan batang pisang

Air laut
Mengalir

Bila tiba di tengah samudera
Panggillah ibuku yang hilang
Menyusui adikku

Panggillah pula gadisku
Yang berumah di atas karang
Yang tubuhnya bergaram airmata

Makassar, 1989

KLIK INI:  Bunga Badaria di Musim Hujan

Di Sini Aku Selesai

 

Bintang-bintang mengepungku di tengah malam
Tubuhku separoh ditelan laut
Burung menggaris leherku

Hujan !
Aku mencari pulau di dalam hujan
Pantai menyingkir meninggalkan azab
Batu-batu menganga
Siap menelan tubuhku

Aku tak mendengar ombak
Semua hilang bersama waktu
Tali kegelapan erat mencekik bumi

O, roh terbang ke mana-mana
lengket di dinding lengket di pohon
lengket di langit
lengket di bulan
lengket di matahari

Burung datang menggores waktu
membelah bumi
pulau hitam dibungkus ombak putih

Selamat tinggal anakku
Selamat tinggal istriku

Ibu, kujemput kamu
Di alam yang tak pernah kukenal
di sini aku selesai

Tanjung Bira, 1995

KLIK INI:  Kecupan di Kota Sunyi

Pemimpi

 

Di hutan
Kubayangkan diriku
Perambah paling kuat
Pemakan panser dan batu gunung

Di laut
Kubanyangkan diriku
Penyelam paling dalam
Pemakan kapal dan batu karang

Di angkasa
Kulihat nyata diriku
Pemimpi paling sukses
Pemakan angin dan batu akik

Makassar, 1989

KLIK INI:  Tersebutlah Daun Bandotan

 Laut Malam

 

Seorang penyair
Berenang di lautan malam
ditemani mimpi dan penderitaan

Ditatapnya langit
Bulan dan bintang
karam dan tenggelam dalam kota

Lautan malam

Kerajaan Nafsu
Seorang penyair muntah di atasnya

Makassar, 1994

KLIK INI:  Tanah Duka, Tanah Luka

 Jiwa Mengembara

 

Dari tanah jiwaku bangkit
Aku menengadah langit menekanku
Aku berpaling bumi mencekikku
Aku memohon halilintar menyambarku

Jiwaku cemas
Ribuan mata melotot padaku
Ribuan kaki mendepak hidungku
Ribuan bahu memanggul kapak
Siap membelah ragaku

Jiwaku cemas sempurna

Aku ingin berlari
Tapi ribuan telunjuk menghadangku di pintu
Aku ingin membaringkan tubuhku
Tapi tanah menolak tapakku

Bertahun-tahun
Bermil-mil
Jiwaku mengembara

Di laut selalu aku mengapung
Di puncak selalu aku terjatuh
Aku terkapar di rimba raya

Bertahun-tahun
Bermil-mil
Berabad-abad

Sepi lepaskan
biarkan aku menukik
Memagut bintang jadi nisanku !

Makassar, 1986

KLIK INI:  Pohon Tubuh