GeoMIMO, Platform Pendukung Perencanaan dan Pengambilan Kebijakan di Sektor Pangan

oleh -0 kali dilihat
Pangan Lokal di Pasar Tradisioanl-Foto: Ilustrasi/Arman Jaya.

Klikhijau.com – Perubahan iklim mengguncang banyak hal.  Salah satunya adalah ketahanan pangan nasional.  Guncangan tersebut diperparah pula oleh alih fungsi lahan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat.

Padahal kita semua tahu, tanpa pangan. Kehidupan tidak baik-baik saja. Karenanya untuk mengatasinya, maka informasi geospasial menjadi sangat penting, sebab dapat menjadi  dasar pengambilan keputusan untuk menjaga ketersediaan, akses, dan kualitas pangan.

Kenapa penting, karena informasi geospasial adalah informasi  yang menjelaskan lokasi dan karakteristik objek atau fenomena di permukaan bumi, termasuk data seperti koordinat geografis (lintang dan bujur), citra satelit, peta, dan data lainnya yang diperoleh dari survei atau penginderaan jarak jauh.

KLIK INI:  Tualang Mikroplastik Semakin Liar, Telah Sampai ke Testis Manusia

“Informasi geospasial memberikan gambaran spasial dan temporal tentang kondisi lahan, cuaca, ketersediaan air, status pertumbuhan tanaman, potensi gangguan tanaman, serta distribusi produksi pangan,” jelas Kepala Pusat Riset Geoinformatika (PRGI) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhammad Rokhis Khomarudin, Senin, 6 Oktober 2025.

Menurut Rokhis, perubahan iklim menyebabkan pergeseran musim tanam dan peningkatan frekuensi banjir dan kekeringan, serta adanya dinamika alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri atau perumahan.

Karena itulah, informasi geospasial menjadi sangat krusial untuk mengidentifikasi wilayah rawan krisis pangan, mengoptimalkan tata ruang dan pemetaan lahan pertanian potensial, memprediksi produktivitas dan ketersediaan pangan, serta mendukung sistem peringatan dini terhadap hama, penyakit, dan bencana yang berdampak pada produksi pangan.

KLIK INI:  Keren, Ada Tempat Sampah dari Sampah yang Bisa Didaur Ulang

“GeoMIMO (Geoinformatika Multi Input Multi Output) hadir sebagai platform integratif yang menggabungkan berbagai sumber data seperti citra satelit, sensor, dan data lapangan untuk menghasilkan analisis dan rekomendasi yang dapat langsung digunakan,” ucap Rokhis.

Rokhis menjelaskan perbedaan GeoMIMO dengan sistem lain, yakni, GeoMIMO tidak hanya mengandalkan satu sumber data, tetapi memadukan big data lintas sektor (multi input). Hasilnya, bukan hanya peta, melainkan juga indikator kebijakan, simulasi skenario, dashboard interaktif, dan rekomendasi aksi nyata (multi output).

“Platform ini diarahkan untuk kebutuhan semua level, dari pemerintah pusat hingga petani, dengan basis data real-time yang memungkinkan respons cepat,” terang Rokhis.

KLIK INI:  Kulit Pohon Berpotensi Jadi Senjata Ampuh Memerangi Perubahan Iklim
Butuh kolaborasi

Melalui integrasi data dari berbagai sumber, GeoMIMO mampu menghasilkan output yang langsung bisa digunakan untuk kebijakan dan tindakan di lapangan, seperti peta prioritas intervensi pangan, rekomendasi penanaman komoditas, dan analisis risiko produksi pangan. GeoMIMO tidak hanya bermanfaat bagi pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah, petani, pelaku usaha pangan, dan masyarakat luas.

“Pemerintah pusat mendapatkan perencanaan pangan nasional yang lebih akurat; pemerintah daerah dapat membuat keputusan berbasis data lokal; petani memperoleh rekomendasi budi daya dan penanganan gangguan tanaman; pelaku usaha meningkatkan efisiensi rantai pasok; dan masyarakat luas mendapatkan jaminan ketersediaan pangan yang lebih stabil dan harga terkendali,” jelas Rokhis.

Keberhasilan GeoMIMO sebagai sistem informasi pangan yang tangguh dan berkelanjutan sangat bergantung pada kolaborasi antara pemerintah, lembaga riset, sektor swasta, komunitas petani, NGO, serta penyedia data.

“Kolaborasi lintas sektor mencakup penyediaan regulasi dan data resmi dari pemerintah, inovasi teknologi dari lembaga riset, teknologi dan rantai pasok dari sektor swasta, hingga validasi dan penerapan di lapangan oleh komunitas petani. Dengan sinergi ini, GeoMIMO dapat berkembang menjadi sistem informasi pangan nasional yang inklusif, adaptif, dan berkelanjutan,” pungkas Rokhis (*).

KLIK INI:  Kisah Walker, Bocah 11 Tahun yang Berjalan Demi Selamatkan Bumi