Zat Aditif dari Ban Kendaraan Telah Ditemukan dalam Makanan?

oleh -15 kali dilihat
Studi Ban Bekas Kini Dikembangkan Jadi Beton
Ban bekas-foto/Pixabay

Klikhijau.com – Januari lalu,  Universitas Exeter dan Universitas Plymouth melaporkan jika ban mobil telah membawa dampak buruk bagi lingkungan dan satwa liar (baca INI).

Temuan penelitian tersebut tentu saja mengkhawatirkan. Bagaimanapun, saat ini penggunaan ban semakin meningkat. Karena itu, dampaknya juga akan semakin besar.

Dampak buruk ban, tidak hanya merongrong satwa liar dan lingkungan sekitar. Lebih dari itu, sebuah studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Frontiers in Environmental Science menemukan fakta baru dari dampak ban kendaraan.

Para peneliti telah menemukan adanya zat aditif pada ban kendaraan. Zat tersebut ditemukan pada tanaman berdaun yang ditanam untuk konsumsi manusia.

Studi tersebut menambah penelitian yang berkembang mengenai bagaimana ban kendaraan berpotensi mencemari lingkungan.

Analisis yang diterbitkan pada tahun 2022 menemukan bahwa ban mobil dapat menghasilkan polusi 2.000 kali lebih banyak dibandingkan knalpot kendaraan. Ban juga dapat melepaskan mikroplastik. Para peneliti telah meneliti berbagai bahan untuk digunakan pada ban, termasuk karet yang terbuat dari tanaman dandelion.

Penulis studi tersebut mengungkapkan, meskipun residu dari zat lain, seperti obat-obatan dan produk perawatan pribadi, telah terdeteksi sebelumnya, namun belum ada penyelidikan mengenai bagaimana polusi dari ban mobil dapat mempengaruhi makanan.

Para peneliti menguji 28 sampel sayuran berdaun komersial yang mereka kumpulkan di empat negara. Mereka menganalisis sampel untuk 16 jenis bahan kimia yang berasal dari ban menggunakan spektrometri massa resolusi tinggi.

Ban biasanya mengandung sekitar 5% hingga 15% bahan kimia tambahan untuk peningkatan kinerja. Jadi, meski ban kendaraan sebagian dibuat dari bahan alamidan karet.

Tidak hanya itu, ban kendaraan juga menggunakan bahan campuran, termasuk karet sintetis yang terbuat dari bahan bakar fosil dan bahan kimia untuk meningkatkan daya tahan, kinerja, dan keamanannya.

Namun, seperti yang dicatat oleh para peneliti, bahan kimia ini dapat menimbulkan polusi yang larut ke dalam lingkungan dan berdampak pada makanan kita.

Enam senyawa pada ban kendaraan

Anya Sherman, penulis pertama studi tersebut dan seorang Ph.D. mahasiswa di Pusat Ilmu Mikrobiologi dan Sistem Lingkungan Universitas Wina mengatakan, toksisitas partikel ban dan keausan jalan berkaitan dengan bahan aditif organik dan produk transformasi yang terkait.

“Setup Lab” menunjukkan langkah pertama pemrosesan sampel. Sampel tersebut dibeli di toko kelontong di Swiss, kemudian dikirim dalam keadaan beku ke para ilmuwan. Pertama-tama mereka dikeringkan beku (untuk menghilangkan air). Kemudian diekstraksi di laboratorium, sebelum diukur dengan spektrometri massa kromatografi cair,” ungkap  Sherman.

Penelitian tersebut juga mengungkapkan, enam senyawa yang ditemukan pada ban kendaraan diserap oleh tanaman. Senyawa tersebut antara lain benzothiazole, 2-hydroxybenzothiazole, 1,3-diphenylguanidine, N-(1,3-dimethylbutyl)-N′-phenyl-p-phenylenediamine, N-Isopropyl-N-phenyl-4-phenylenediamine dan N-phenyl- N-sikloheksil-p-fenilendiamin.

Temuan tersebut mengungkapkan konsentrasi bahan tambahan ini relatif rendah, namun penulis masih khawatir tentang bagaimana bahan tersebut dapat mempengaruhi manusia yang mengonsumsi produk yang mengandung bahan kimia yang berasal dari ban.

“Meskipun konsentrasi dan asupan hariannya relatif rendah, zat aditif dari ban mobil masih ditemukan dalam makanan,” ungkap Thilo Hofmann, salah satu penulis studi dan profesor di Universitas Wina.

Namun, untuk mengetahui lebih lanjut dan dalam tentang efek ban pada tanaman. Peneliti mengakui masih diperlukan lebih banyak penelitian. Tujuannya untuk mengetahui bagaimana bahan kimia berpindah dari jalan ke tanaman?. Bagaimana bahan tersebut dapat mempengaruhi tanaman yang berbeda, dan pada akhirnya bagaimana konsumsi dapat mempengaruhi kesehatan manusia.

KLIK INI:  Nasib Masker Kini Berada di Gerbang Antara

Sumber: Ecowatch