Klikhijau.com – Bawang prei itu tumbuh subur di depan dan samping rumah. Ia seolah menegaskan dirinya, “siap panen’ kapan saja.
Kehadirannya memberi warna tersendiri di sekitar rumah, bukan hanya sebagai bumbu dapur andalan, tapi juga menjadi ‘tanaman hias” yang menguarkan warna hijau sepanjang waktu.
Bawang prei atau lebih dikenal dengan nama bawang daun itu, di tanam ibu di dalam pot dan polybag. Memang tanaman bernama ilmiah Allium fistulosum L ini bisa jadi tanaman pot atau polybag.
Di daerah dingin seperti di kampung saya, tanaman ini tidak memerlukan perawatan ekstra. Namun, masyarakat belum beranjak membudidayakannya secara massal.
Rata-rata para ibu hanya menanamnya di sekitar rumah saja, seperti yang dilakukan ibu saya. Tujuannya sederhana saja, untuk memenuhi kebutuhan dapur.
Padahal bawang prei merupakan salah satu jenis komoditas sayuran yang memiliki prospek yang cerah. Apabila ditekuni dan dikembangkan secara intensif dalam skala agribisnis.
Di Indonesia sendiri, bawang jenis ini menjadi tanaman sayuran yang digunakan sebagai bahan penyedap rasa atau bumbu dan bahan campuran sayuran.
Ia bisa ditambahkan pada beberapa jenis makanan populer di tanah air, seperti soto, sup, campuran bumbu mi instan, telur dadar dan penyedap jenis makanan lainnya.
Dari segi nilai ekonomi, tanaman ini memang potensial karena bukan hanya permintaan dari kalangan rumah tangga, tetapi juga dari produsen makanan instan yang menggunakan bawang daun sebagai bumbu bahan penyedap rasa.
Selain itu, permintaan bawang jenis ini di pasaran semakin meningkat seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk.
Manfaat dan kandungan
Tanaman yang dibudidayakan melalui daun dan batang ini, selain dimanfaatkan sebagai bumbu dan sayuran, juga dijadikan sebagai bahan obat, baik akar, batang maupun daunnya.
Pemanfaatannya dalam pengobatan tradisional, tanaman ini digunakan untuk mengobati masuk angin atau pilek, namun harus dikombinasikan dengan tumbuhan lain.
Tidak terbatas di situ saja, ia juga dimanfaatkan untuk mengurangi gejala hidung berlendir, demam, rasa dingin, serak, dan sakit kepala.
Sujitno, (2003) memaparkan bahwa pada bagian akarnya direkomendasikan untuk mengobati pilek, sakit kepala, sakit tenggorokan dan luka-luka. Sementara pada bijinya dianggap dapat meningkatkan fungsi ginjal
Namun meski akarnya banyak manfaatnya, menurut Sulistiawaty Udjaili dkk, (2015) pemanfaatannya masih kurang di masyarakat.
Akarnya jika tidak ditanam kembali akan dibiarkan saja jadi limbah oleh masyarakat, padahal mengandung senyawa kimia yang memiliki aktivitas sebagai penangkal radikal bebas atau antioksidan.
Cara penanaman
Aprillia Rosita Fera dkk, (2019) membeberkan bagaimana cara penanaman bawang prei. Menurutnya salah satu teknik budidaya yang bisa ditempuh dan diperhatikan adalah dengan menerapkan pengaturan jarak tanam dan pemotongan bibit anakan.
Karena kerapatan tanaman atau jarak tanam bisa berpengaruh pada hasil tanaman bawang prei. Kerapatan tanaman mempunyai hubungan yang erat dengan hasil yang akan diperoleh.
Kerapatan tanaman ini menjadi hal yang penting diketahui untuk menentukan sasaran agronomi, yaitu produksi optimum.
Semakin meningkat populasinya, maka akan semakin meningkatkan pula persaingan dalam hal pengambilan air, cahaya matahari, dan unsur hara antar tanaman. Hal ini bisa menjadi penyebab penurunan produksi.
Harus diingat bahwa pada bawang jenis ini, yang dipanen adalah daunnya. Ia memiliki daun yang bulat menjulur ke atas, dan pada ujung daunnya meruncing, jika diremas akan mengeluarkan cairan yang agak berlendir.
Faktor lain yang bisa mempengaruhi tanaman ini adalah tingkat kesuburan dan kelembaban tanah. Hal ini akan menimbulkan persaingan apabila tanaman ini tumbuh dengan kerapatan yang makin besar.
Hal lain yang perlu diperhatikan jika ingin membudidayakan tanaman ini adalah bibit yang akan ditanam. Bawang ini bisa diperbanyak dengan biji atau dapat pula berupa stek tunas atau anakan.
Sebelum ditanam, bibit anakan akan dipotong sebagian daunnya terlebih dahulu. Tujuan untuk mengurangi penguapan dari bibit. Cara ini juga sekaligus akan merangsang pertumbuhan tunas dan akar-akar baru, sehingga bisa memperbanyak jumlah anakan dan daun sehingga produksinya akan tinggi, (Cahyono, 2011).
Cara pemeliharaan
Febrian Ika Nurofik dan Pamuji Setyo Utomo , 2018 menuturkan, agar dapat hasil yang memuaskan, perlu ada pemupukan terhadap tanaman bawang daun.
Pemumukan adalah salah upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi ketersediaan unsur hara tanah yang dibutuhkan oleh bawang prei.
Perlu pula diperhatikan, jika tanaman jenis ini memerlukan pupuk yang mengandung banyak unsur N yang bertujuan untuk memaksimalkan pertumbuhan daun.
Namun, ingat bahwa penggunaan pupuk anorganik akan menimbulkan masalah serius, seperti terjadinya pengerasan lahan, pengurasan unsur hara mikro, pencemaran air tanah, dan berkembangnya hama dan penyakit tertentu.
Jika hal itu terjadi, maka akan berdampak pada menurunnya produktivitas lahan dan tanaman bawang daun.
Selain itu penggunaan pupuk buatan (anorgani) adal;ah cara pemupukan dan pemeliharaan tanaman yang tidak ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Karena ini, pemanfaatan pupuk organik, alami, dan hayati adalah salah satu metode alternatif untuk mengatasi masalah degradasi lahan sebagai akibat budidaya intensif pada bawang daun.
Sayangnya, masih banyak petani, termasuk petani bawang daun yang belum memanfaatkan pupuk organik. Ada beberapa pupuk organik, misalkan pupuk kandang, kompos, dan pupuk hijau belum dimanfaatkan sepenuhnya oleh petani untuk meningkatkan kesuburan tanah.
Maka beralih menggunakan pupuk organik menurut Suwandi, dkk (2015) mempunyai tujuan yang mulia, yakni meningkatkan kesuburan tanah, meningkatkan hasil dan mutu sayuran, mengurangi input bahan kimia serta bersifat ramah lingkungan dan berkelanjutan.