Petakan Gua Prasejarah, Seberapa Pentingkah?

oleh -157 kali dilihat
Petakan Gua Prasejarah, Seberapa Pentingkah
Gerabah bercorak yang ditemukan di salah satu gua prasejarah di wilayah karst Maros. Foto: BPCB Sulsel
Taufiq Ismail

Klikhijau.com – Manusia selalu penasaran dengan asal-usulnya. Selalu terpacu mencari nenek moyangnya.

Salah satu cara yang falid, dengan mempelajari sejarah atau bahkan kehidupan sebelum sejarah (prasejarah). Masa sebelum manusia belum mengenal tulisan.

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Sulawesi Selatan (BPCB Sulsel) sebagai otoritas pengelola situs cagar budaya terus berbuat.

Kali ini BPCB Sulsel melakukan pemetaan sebaran terkini gua-gua prasejarah di kawasan karst Maros. Pada pelaksanaannya, tim juga melakukan pemasangan datum dan patok kawasan gua prasejarah.

Selama dua pekan: 30 Agustus s.d 10 September 2021, tim melakukan pengambilan data dan memetakannya.

Sebagai salah satu pelaksana amanat Undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, BPCB Sulsel terus  eksis. Melakukan pelestarian cagar budaya.

Merekam dan memetakan posisi situs cagar budaya termasuk bagian dari pendokumentasian cagar budaya. Tahapan setelah pendaftaran situs cagar budaya.

KLIK INI:  Hutan Pinus Tala-Tala Maros, Sensasi Layaknya di Musim Gugur dan Semi

Saya kemudian menemui pelaksana tugas (Plt.) Kepala BPCB Sulsel. Mencari tahu lebih dekat kegiatan mendasar dan urgen ini. “Pemetaan gua prasejarah di Maros ini penting.

Dengan pemetaan ini, kita bisa mengetahui posisi gua-gua mana saja di kawasan karst Maros yang memiliki nilai sebagai situs cagar budaya,” ungkap Laode Muhammad Aksa, Plt. Kepala BPCB Sulsel.

Lebih jauh Aksa menjelaskan arti penting pendokumentasian ini. Menurutnya, gua-gua prasejarah yang menjadi situs cagar budaya ini mengalami potensi ancaman besar. Ancaman terhadap eksistensinya.

“Aktivitas tambang di sekitar situs sangat berpengaruh. Getaran aktivitas tambang saja bisa menjadi ancaman. Getarannya saja mampu pengaruhi daya lekat lukisan di dinding gua prasejarah,” terang Aksa.

“Ancaman jadi korban eskapator dan alat berat lain pun terus mengintai. Beberapa situs gua berada di wilayah konsesi perusahaan tambang marmer. Beruntung perusahaan marmernya sudah tak beroperasi lagi,” tambahnya.

Karenanya upaya melindungi aset bangsa ini amatlah krusial. Dari gua-gua prasejarah ini kita bisa belajar asal usul. Para arkeolog mampu mengungkap penanggalan tahun dari sisa tinggalan manusia prasejarah.

KLIK INI:  Leuwigajah dan Kita yang Belum Berbenah?

Ancaman tertambang juga menjadikan gua-gua prasejarah ini menjadi genting. Gempuran perusahaan tambang marmer dan semen di sekitar situs menjadi musuh yang patut diwaspadai.

“Jika sudah ditambang, kita bisa apa. Kita tak bisa mengembalikannya,” terang Imran Ilyas, Ketua Tim Pemetaan.

“Bisa jadi tinggalan yang terdampak tambang belum kita pelajari, misalnya. Sangat disayangkan,” tambahnya.

Teknis Perekaman Data

Imran lalu menjelaskan proses perekaman dan pemetaan yang mereka lakukan.

Menurutnya pemetaan posisi gua prasejarah di Maros menggunakan sistem geodetik. “Pengukuran posisi di muka bumi dengan menggunakan sistem ini lebih akurat dibanding dengan alat lain. Biasnya lebih kecil,” jelas Imran.

Mereka memasang poin datum pada setiap gua yang mereka rekam. Datum point menjadi titik tunggal informasi pengukuran. Selanjutnya posisi gua prasejarah mereka gambarkan di atas peta.

“Jadi dengan menggunakan total station, posisi gua di lapangan dan di atas peta  akan sama. Jika terjadi pergeseran hanya dalam hitungan centimeter saja di lapangan. Sangat akurat,” Imran meyakinkan.

Nampaknya proses perekaman data dan pemetaan gua prasejarah ini mudah ya! Namun sesungguhnya tidaklah sesederhana itu. Proses pengambilan data butuh tim besar dan spesifikasi keahlian khusus. Waktunya pun tak singkat. Apalagi target guanya yang cukup melimpah.

“Kami targetkan bisa memetakan sebanyak 50 gua prasejarah di wilayah karst Maros,” pungkas Imran.

KLIK INI:  Hikayat Tentang Pohon yang Dipaku sebagai Bak Sampah

Apa saja langkah tim saat mengambil data lapangan? Pertama tim melakukan pengambilan titik posisi gua secara akurat. Mulai dari pengukuran dari basemark kemudian ke basesite, terakhir ke datum point. Datum point biasanya berada di teras gua, menjadi patokan untuk mengukur posisi atau letak tinggalan manusia prasejarah. Tinggalan berupa lukisan telapak tangan atau pun sisa gerabah.

prasejarah manusia
Salah satu regu perekam data gua prasejarah di wilayah karst Maros. Foto: BPCB Sulsel

Untuk mematenkan posisi di permukaan bumi dan memudahkan pengecekan kembali. Titik-titik rekaman seperti basesite point dan datum point dibuatkan patok permanen. Patok dari semen cor bertulang besi. Basemark point sendiri menjadi acuan utama yang posisinya berada di kawasan Taman Prasejarah Leang-leang.

Selanjutnya dengan menggunakan total station, tim mencatat letak posisi lukisan atau gambar prasejarah di dinding gua. “Letak posisi lukisan tangan ini penting untuk menggambarkannya dalam peta tiga dimensi. Termasuk memetakan lekuk gua,” pungkas Amirullah, Pamong Budaya BPCB Sulsel.

“Untuk menggambarkan bentuk gua, kami menggunakan alat pemindai tiga dimensi (3D scanner). Sehingga denah gua lebih akurat. Tak lagi menggambarnya secara manual,” tambahnya.

Tim telah memiliki standar operasional pengambilan data lapangan. Tak hanya posisi gua yang direkam datanya. Mereka juga mendata gambar prasejarah. Menempelkan label untuk mengukur skala gambar prasejarah. Belum cukup sampai di sana, meraka juga mengidentifikasi bentuk gambarnya. Termasuk tingkat kerusakan gambar prasejarah.

KLIK INI:  Terobosan Joe Biden, Teken Perjanjian Iklim Paris dan Bergabung Kembali dengan WHO

Langkah terakhir, para ahli terapan ilmu arkeologi ini kemudian memotret setiap gambar mahakarya manusia prasejarah ini. “Saat memotret pun ada kaidahnya. Sebisa mungkin tak menggunakan flash kamera apalagi flash ekseternal. Lukisan prasejarah ini sensitif,” ujar Iswadi, Pamong Budaya BPCB Sulsel.

Karenanya tak heran setiap tim yang beraksi memiliki lampu penerang portable untuk memudahkan pengambilan gambar cadas.

“Saya malah punya aplikasi foto untuk mendeteksi gambar hasil goresan manusia prasejarah,” tambah Iswadi. Langkah Iswadi cukup berasalan. Karena saat saya mengikuti proses perekaman data mereka, saya kerap menjumpai coretan jahil. Coretan dengan menggunakan arang atau pun benda tajam di sekitar lukisan prasejarah. Bahkan di salah satu gua saya menjumpai coretan dengan pilox. Tindakan yang kurang terpuji.

Setelah data lapangan terekam dengan baik, pekerjaan mereka belum selesai. Data-data lapangan kemudian mereka koleksi dan rapikan. Menjadi bahan pembuatan peta. Beruntung, mereka juga melibatkan akademisi bidang Sistem Informasi Geografis dari Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

“Kita akan buat prototipe dalam bentuk sistem informasi ‘situs bergambar prasejarah di wilayah Karst Maros’. Termasuk di dalamnya peta tiga dimensi setiap gua prasejarah yang telah terekam. Akan begitu menarik secara visual” terang Andang Suryana Soma, Dosen Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin.

Tim perekaman dan pemetaan gua ini cukup kompleks. Petugas Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung pun turut serta. Hal ini, Mengingat sebagian posisi gua juga berada di kawasan konservasi ini. Jumlah timnya pun tak tangung-tanggung sekitar 48 orang.

gua prasejarah
Proses perekaman data lukisan prasejarah di dinding gua. Foto: BPCB Sulsel
KLIK INI:  Menarik, BRIN Kembangkan Varietas Baru Sorgum di Maros untuk Bioetanol
 Ancaman Situs Gua Prasejarah

Karenanya, apa yang dilakukan BPCB Sulsel ini adalah langkah strategis melindungi situs cagar budaya. Dengan keluaran berupa peta sebaran gua prasejarah ini menjadi sangat berguna. Terutama dalam melindunginya. Kelak hasil petanya pun lebih informatif dan detail.

Dengan mengetahui posisi pastinya, bersama stakeholder lain termasuk pemerintah daerah setempat bisa turut menjaganya. Caranya? Menghindarkannya dari aktivitas yang dapat merusaknya. Tambang pondasi warga, tambang perusahaan hingga bahaya kebakaran di sekitar gua prasejarah.

“Gua-gua ini tanpa ada campur tangan manusia pun terus mengalami kerusakan. Ada banyak tinggalan prasejarah berupa lukisan di dinding gua tak utuh lagi. Usianya yang sudah ribuan tahun lalu terus tergerus secara alami,” terang Rustan, Pamong Budaya BPCB Sulsel.

“Apalagi jika ada intervensi yang merugikan. Hal itu akan mempercepat laju kerusakan karya manusia prasejarah yang megah ini,” tambah Rustan.

KLIK INI:  Staf Khusus Menteri LHK Menyapa Warga Mallawa

Lukisan-lukisan prasejarah yang berada di Kawasan Karst Maros-Pangkep telah terkenal sejagat raya. Tak sedikit temuan dari wilayah ini yang mencengangkan dunia.

Masih ingat temuan lukisan yang berusia sekitar 40.000 tahun lalu di Leang Timpuseng. Gua yang berada di Kecamatan Bantimurung, Maros. Menjadi pembuka mata dunia, bahwa lukisan tersebut menjadi yang tertua di dunia. Mengalahkan usia lukisan prasejarah yang berada di Provinsi Cantabria, Spanyol.

Lukisan pada dinding gua adalah tinggalan manusia prasejarah yang paling mudah untuk dikenali. Temuan lukisan ini menjadi tanda bahwa manusia prasejarah memanfaatkan gua sebagai tempat tinggalnya di masa lalu.

Lukisan pada dinding gua biasanya berupa lukisan stensil tangan. Pada beberapa gua, peneliti juga menemukan lukisan binatang liar: anoa, babirusa, hingga ikan.

Jika peneliti menemukan lukisan pada gua. Mereka akan mengindetifikasi lebih jauh. Memastikan gua tersebut betul-betul sebagai gua prasejarah. Bukti pendukung lain pun mereka cari. Terutama yang berada di permukaan gua. Bukti pendukung seperti gerabah, serpihan alat batu hingga sisa fosil makanan seperti moluska.

Dari temuan lukisan pada gua prasejarah para arkeolog kemudian melakukan penelitian lebih lanjut. Arkeolog bisa meneliti lukisan di dinding gua, sisa tinggalan di permukaan gua atau bahkan melakukan penggalian. Penggalian secara sistematis ini mereka istilahkan: ekskavasi. Melakukan ekskavasi untuk mencari tinggalan manusia prasejarah yang tertimbun tanah di sekitar gua. Biasanya di bawah teras gua atau pun di dalam gua.

Ekskavasi ini kemudian akan mengungkap lebih jauh kandungan gua prasejarah. Dari penggalian sistemastis inilah para arkeolog sering menemukan temuan tak terduga. Temuan paling sering di wilayah karst Maros Pangkep adalah maros point,  kapak batu, fosil makanan, hingga gerabah. Bahkan jika beruntung mereka juga menemukan kerangka manusia prasejarah.

Mei 2018 lalu, arkeolog Balai Arkeologi Sulawesi Selatan menemukan kerangka manusia prasejarah di Leang Jarie, di Kecamatan Simbang, Maros. Mengungkap ciri-ciri manusia prasejarah. Kerangka manusia penutur Astronesia berusia 2.750 tahun lalu.

Terakhir yang masih hangat, arkeolog kembali menemukan kerangka manusia prasejarah di Leang Panningnge, Kecamatan Mallawa, Maros.

Arkeolog kemudian mampu mendeskripsikan DNA-nya. Mengungkap pemiliknya. Hingga kemudian peneliti mengetahui bahwa pemiliknya adalah leluhur Papua dan Aborigin, Australia.

Tak banyak temuan DNA manusia prasejarah di dunia. Secara internasional, temuan ini adalah yang ketiga kalinya. Untuk nasional sendiri, ini yang pertama.

“Iklim di tanah air yang bersifat tropik membuat sisa tinggalan kerangka manusia prasejarah sulit bertahan, terlebih lagi untuk mengekstrak DNA-nya,” terang Rustan.

Jadi tak heran jika kemudian temuan DNA oleh gabungan arekeolog Indonesia dan arkeolog Australia ini langsung viral. Menggemparkan dunia.

Karenanya merekam posisi dan memetakan gua-gua prasejarah ini begitu berharga. Menjadi langkah awal melindunginya. Kelak akan menjadi modal untuk penelusuran asal-muasal manusia. Juga mempelajari bagaimana manusia mulai menyebar di muka bumi hingga mampu bertahan sampai saat ini.

KLIK INI:  Gubernur Sulsel Dukung Geopark Maros Pangkep Menuju UNESCO Global Geropark