Klikhijau.com- Gempuran modernisasi dan gaya hidup serba cepat, masyarakat adat Kajang di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, tetap teguh memegang prinsip-prinsip kehidupan yang selaras dengan alam.
Salah satu aspek mendalam dari kearifan lokal mereka yang secara inheren terhubung dengan konsep “grounding” (penjejakan bumi) adalah cara hidup mereka yang sederhana, alami, dan tak terpisahkan dari Ibu Bumi.
Meskipun istilah “grounding” mungkin asing dalam leksikon tradisional mereka, praktik dan filosofi di baliknya telah menjadi pilar utama keberadaan masyarakat Kajang yang dipimpin kepala suku yang disebut Ammatoa selama berabad-abad.
Bagi mereka, hidup “membumi” bukan sekadar tren kesehatan, melainkan sebuah keyakinan spiritual dan cara bertahan hidup yang diwariskan dari nenek moyang.
Hidup dalam Kesederhanaan dan Keterhubungan
Masyarakat adat Kajang dikenal dengan gaya hidup yang sangat sederhana, tanpa listrik, tanpa alas kaki di area adat atau juga disebut Embayya, dan dengan pakaian serba hitam yang melambangkan kesederhanaan dan kesetaraan. Kesederhanaan ini bukanlah keterbatasan, melainkan pilihan sadar untuk menjaga keseimbangan dengan alam.
Tanpa Alas Kaki: Koneksi Langsung dengan Bumi. Salah satu kebiasaan paling mencolok adalah berjalan tanpa alas kaki di dalam kawasan Kajang.
Kebiasaan ini bukan hanya tentang tradisi, tetapi juga tentang koneksi fisik yang konstan dengan tanah. Setiap langkah mereka di atas tanah, pasir, atau rumput kering adalah bentuk grounding alami.
Melalui telapak kaki yang bersentuhan langsung dengan bumi, mereka secara tidak langsung menyerap energi dan elektron bebas dari tanah, yang dalam pandangan modern dapat membantu menyeimbangkan potensi listrik tubuh dan mengurangi peradangan.
Bagi masyarakat Kajang, ini adalah cara untuk merasakan keberadaan dan kekuatan Butta (Bumi), menghormati dan menyatu dengannya.
Rumah Tradisional dan Material Alam: Rumah-rumah adat Kajang dibangun dengan material alam seperti kayu, bambu, dan atap rumbia, tanpa menggunakan paku.
Struktur rumah yang tidak sepenuhnya terisolasi dari tanah (seperti lantai panggung yang memungkinkan aliran udara dan kedekatan dengan tanah) juga mendukung konsep keterhubungan.
Mereka tidur di atas tikar atau alas sederhana yang ditempatkan di lantai yang dibuat dari bambu atau kayu menjaga kedekatan dengan elemen bumi.
Pertanian Organik dan Ketergantungan pada Alam: Sumber utama penghidupan masyarakat Kajang adalah pertanian subsisten. Mereka menggarap lahan dengan cara tradisional, tanpa pupuk kimia atau pestisida.
Proses bercocok tanam yang manual, dengan tangan dan kaki yang bersentuhan langsung dengan tanah, adalah bentuk grounding yang berkelanjutan.
Ketergantungan total pada siklus alam-hujan, matahari, dan kesuburan tanah-menciptakan ikatan spiritual dan fisik yang tak terputuskan dengan lingkungan mereka.
Filosofi Pasang Ri Kajang dan Harmoni Alam
Kebiasaan hidup masyarakat Kajang yang “membumi” ini berakar pada filosofi Pasang Ri Kajang, ajaran lisan yang menjadi pedoman hidup mereka. Pasang menekankan pentingnya menjaga harmoni dengan alam, sesama manusia, dan Tu Riek a A’rakna (Tuhan yang Maha Berkehendak).
Prinsip Tallasa’ Kamase-mase (hidup sederhana) adalah inti dari filosofi ini, mengajarkan untuk tidak tamak dan selalu bersyukur atas apa yang diberikan alam.
Dalam konteks grounding, Pasang Ri Kajang mengajarkan bahwa manusia adalah bagian integral dari alam. Dengan menjaga keterhubungan fisik dan spiritual dengan bumi, mereka memastikan keseimbangan dalam diri dan lingkungan.
Mereka percaya bahwa mengabaikan hubungan ini akan membawa ketidakseimbangan dan malapetaka, baik bagi individu maupun komunitas.
Grounding sebagai Warisan Budaya dan Kesejahteraan
Masyarakat adat Kajang adalah bukti hidup bagaimana grounding, tanpa nama modernnya, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kesejahteraan fisik dan spiritual mereka.
Mereka menunjukkan bahwa koneksi langsung dengan alam bukanlah kemewahan, melainkan kebutuhan dasar yang dapat menopang kesehatan, kedamaian batin, dan kelestarian budaya.
Di era di mana kita semakin terputus dari alam oleh gaya hidup modern, masyarakat adat Kajang menawarkan sebuah pelajaran berharga.
Kebiasaan “grounding” mereka, yang tertanam dalam tradisi dan filosofi hidup, mengingatkan kita akan pentingnya kembali terhubung dengan akar kita, dengan Ibu Bumi yang senantiasa memberi kehidupan.
Warisan ini bukan hanya tentang menjaga tradisi, tetapi juga tentang menjaga keseimbangan dan kesehatan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang.
Tren “grounding” atau “earthing” di masyarakat global menunjukkan peningkatan minat yang signifikan, didorong oleh perpaduan antara penelitian ilmiah yang berkembang, kesadaran akan kesehatan holistik, dan keinginan untuk kembali terhubung dengan alam di tengah gaya hidup modern yang semakin terpisah.
Grounding di Era Modern
Minat yang berkembang ini telah mendorong lahirnya inovasi produk yang memungkinkan siapa pun untuk merasakan manfaat grounding, terlepas dari lokasi geografis.
Pasar global kini dibanjiri dengan tikar grounding yang dapat digunakan di bawah meja kerja, sprei dan bantal grounding yang ditenun dengan serat konduktif untuk menemani tidur, bahkan alas kaki grounding yang dirancang untuk memungkinkan koneksi listrik dengan bumi saat berjalan di luar.
Produk-produk ini menjadi jembatan bagi mereka yang terhalang akses langsung ke alam, memungkinkan praktik grounding berlanjut di tengah rutinitas harian.
Fenomena ini tidak berhenti pada ranah produk semata. Di seluruh dunia, pusat-pusat wellness dan retret kesehatan kini semakin sering mengintegrasikan praktik grounding sebagai bagian dari program mereka, seringkali dengan berlokasi di tengah alam yang asri.
Para profesional kesehatan holistik juga mulai merekomendasikan grounding sebagai terapi pelengkap untuk berbagai kondisi. Selain itu, tren ini sejalan dengan gerakan global “kembali ke alam” dan peningkatan kesadaran akan keberlanjutan lingkungan, mendorong individu untuk lebih menghargai dan terhubung dengan dunia di sekitar mereka.
Manfaat Grounding
1. Mengurangi Peradangan dan Nyeri Kronis
Salah satu manfaat yang paling sering diteliti dan dilaporkan adalah efek anti-inflamasi dari grounding. Tubuh manusia secara alami menghasilkan radikal bebas-molekul tidak stabil yang dapat menyebabkan kerusakan sel dan memicu peradangan.
Bumi, sebagai konduktor listrik raksasa, memiliki pasokan elektron bebas yang tak terbatas. Ketika kulit bersentuhan langsung dengan bumi, elektron-elektron ini diyakini dapat berpindah ke dalam tubuh, bertindak sebagai antioksidan alami.
Sebuah studi yang dipublikasikan dalam Journal of Environmental and Public Health menunjukkan bahwa grounding dapat secara signifikan mengurangi peradangan dan mempercepat pemulihan dari cedera. Penelitian lain di Integrative Medicine: A Clinician’s Journal melaporkan bahwa grounding mengurangi nyeri pada partisipan dengan nyeri kronis, seperti artritis. Mekanisme ini diduga melibatkan netralisasi radikal bebas, yang kemudian mengurangi biomarker peradangan dalam tubuh.
2. Meningkatkan Kualitas Tidur
Gangguan tidur adalah masalah umum di masyarakat modern. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa grounding dapat membantu menormalkan ritme sirkadian tubuh, khususnya pola sekresi hormon kortisol.
Kortisol, hormon stres utama, memiliki ritme alami yang seharusnya tinggi di pagi hari dan rendah di malam hari untuk mempersiapkan tidur. Namun, stres kronis dan paparan medan elektromagnetik buatan seringkali mengganggu ritme ini.
Sebuah studi yang dipublikasikan dalam Journal of Alternative and Complementary Medicine menemukan bahwa grounding selama tidur dapat menormalkan ritme kortisol pada partisipan, yang berkorelasi dengan peningkatan kualitas tidur, pengurangan nyeri, dan penurunan tingkat stres.
Studi lain pada tahun 2025 yang dimuat di International Journal of Molecular Sciences menunjukkan bahwa penggunaan matras grounding selama 21 hari secara signifikan meningkatkan kualitas tidur, termasuk peningkatan waktu tidur REM dan non-REM, serta penurunan waktu bangun di malam hari.
3. Mengurangi Stres dan Kecemasan
Pengaruh grounding pada sistem saraf otonom (ANS), yang mengatur respons “lawan atau lari” dan “istirahat dan cerna,” juga menjadi fokus penelitian.
ANS terdiri dari sistem saraf simpatis (terkait stres) dan parasimpatis (terkait relaksasi). Beberapa studi menunjukkan bahwa grounding dapat menggeser aktivitas ANS menuju dominasi parasimpatis, memicu efek relaksasi.
Sebuah tinjauan dalam Medical Research Archives menyebutkan bahwa grounding telah terbukti memberikan manfaat langsung seperti pengaturan detak jantung dan laju pernapasan, serta pola gelombang otak yang lebih tenang.
Efek jangka panjang meliputi peningkatan suasana hati dan fungsi kognitif. Grounding membantu menurunkan kadar kortisol dan meningkatkan variabilitas detak jantung (HRV), indikator penting dari keseimbangan ANS dan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres.
4. Meningkatkan Kesehatan Kardiovaskular
Beberapa penelitian awal menunjukkan bahwa grounding dapat memiliki efek positif pada sistem kardiovaskular. Sebuah studi menemukan bahwa grounding dapat membantu mengurangi viskositas darah (kekentalan), yang berpotensi meningkatkan aliran darah dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular.
Dengan menstabilkan sistem saraf otonom, grounding juga dapat berkontribusi pada regulasi detak jantung dan tekanan darah. Alodokter juga mencatat bahwa penelitian menemukan rata-rata tekanan darah sistolik penderita hipertensi mengalami penurunan setelah melakukan grounding secara rutin.
5. Mendukung Sistem Kekebalan Tubuh
Meskipun mekanisme pastinya masih perlu ditelusuri lebih lanjut, efek anti-inflamasi dari grounding diduga juga berkontribusi pada peningkatan fungsi sistem kekebalan tubuh.
Dengan mengurangi beban inflamasi kronis, tubuh dapat lebih efisien dalam merespons ancaman patogen dan menjaga kesehatan sel.