Klikhijau.com – Pagi itu, udara Makassar terasa segar ketika rombongan dari Bukit Baruga tiba di Balai Kota. Suasana sederhana, namun penuh makna menyelimuti ruangan tempat perjanjian kerja sama antara Bukit Baruga dan Pemerintah Kota Makassar ditandatangani.
Di sana, hadir Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kelmy Budiman, serta jajaran pimpinan KALLA Land.
Bagi sebagian orang, pengelolaan sampah mungkin terdengar sebagai urusan teknis yang biasa saja. Namun bagi Ricky Theodores, CEO KALLA Land & Property, hari itu adalah momentum penting.
Ia menatap lembaran MoU di depannya dengan optimisme, lalu berkata, “Reduce artinya mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan sampah, recycle berarti mengolah kembali sampah menjadi barang baru yang bermanfaat, dan reuse adalah menggunakan kembali sampah untuk fungsi yang sama atau berbeda. Intinya, kami ingin sampah ini dikelola sendiri agar bisa mendukung program kota dalam mengurangi dampak lingkungan yang buruk.”
Ricky tahu, keberhasilan program ini tidak hanya diukur dari seberapa canggih fasilitas yang dibangun. Justru, langkah awal paling penting dimulai dari rumah-rumah di Bukit Baruga.
“Warga akan didorong memilah sampah sejak di dapur mereka sendiri. Sampah organik dan anorganik akan kami olah di fasilitas TPS3R, sedangkan residu yang tak bisa didaur ulang akan dikirim ke TPA,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa program ini akan mulai berjalan paling lambat Oktober 2025 dengan harapan jumlah sampah yang berakhir di TPA bisa berkurang drastis.
Demi mengurangi timbulan sampah
Di sudut lain ruangan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Makassar, Kelmy Budiman, terlihat tersenyum puas. Baginya, kerja sama ini bukan sekadar sebuah proyek, melainkan langkah kecil yang bisa membawa perubahan besar.
“Program TPS3R ini adalah upaya strategis untuk mengurangi timbulan sampah. Kami mengapresiasi Bukit Baruga karena menjadi kawasan perumahan pertama yang mengelola sampah secara mandiri. Harapan saya, kawasan perumahan lain bisa mengikuti langkah ini,” ujarnya.
Kelmy lalu mengungkap hasil kajian yang sempat dilakukan sebelumnya bahwa TPS3R Bukit Baruga akan melayani 840 kepala keluarga dengan potensi sampah sekitar 2,5 ton per hari, atau 75 ton per bulan.
“Dari jumlah itu, hanya sekitar 13 persen yang menjadi residu. Artinya, 87 persen sampah bisa dikelola dengan baik lewat pemilahan, daur ulang, dan pemanfaatan kembali,” katanya.
Tak berhenti di situ, Pemkot Makassar bahkan menyiapkan insentif khusus. Kelmy menuturkan, “Insentifnya berupa pengurangan biaya retribusi. Berapa ton sampah yang berhasil mereka kelola, itulah dasar pemberian diskon. Dengan begitu, perumahan lain bisa mereplikasi keberhasilan Bukit Baruga sebagai model percontohan.”
Di luar Balai Kota, kehidupan sehari-hari di Bukit Baruga berjalan seperti biasa. Namun, bagi warga yang kelak akan menjadi bagian dari program ini, ada harapan baru: rumah yang bersih, lingkungan yang sehat, dan kota yang tumbuh lebih berkelanjutan. Dari dapur rumah tangga sederhana hingga ke kebijakan pemerintah kota, sampah yang dulu dianggap masalah kini berubah menjadi peluang.
Dan hari itu, ketika pena menyentuh kertas MoU, Makassar mengambil langkah nyata menuju masa depan yang lebih hijau.