Sungai di Indonesia Banjir Mikroplastik, Dampak Tata Kelola Sampah Buruk?

oleh -279 kali dilihat
Sungai di Indonesia Banjir Mikroplastik, Dampak Tata Kelola Sampah Buruk?
Ilustrasi sampah di sungai - Foto/ Elis Antonio Rios dari Pixabay

Klikhijau.com –  “Mikroplastik ditemukan di hampir semua Sungai Indonesia, Hanya di Sumber Air Way Sekampung dan Hulu Air Bengkulu di Desa Rindu Hati kami tidak menemukan mikroplastik” ungkap Rafika Aprilianti, peneliti Ecoton belum lama ini.

Rafika mengatakan, mikroplastik dalam air sungai akan mengancam kesehatan manusia karena 84% bahan baku air  minum penduduk Indonesia berasal dari air permiukaan.

Oleh sebab itu, dibutuhkan upaya pengendalian sumber mikroplastik yang dibuang ke sungai berasal dari sampah plastik dan limbah Industri terutama Pabrik kertas dan tekstil.

Data Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) 2022 yang menguji kandungan mikroplastik di 68 sungai strategis nasional, menunjukkan 5 Provinsi yang paling tinggi terhadap kontaminasi partikel mikroplastik yaitu Provinsi Jawa Timur ditemukan 6,36 partikel/liter, Provinsi Sumatera Utara ditemukan 5,20 partikel/liter, Provinsi Sumatera Barat ditemukan 5,08 partikel/liter, Provinsi Bangka Belitung 4,97 partikel/liter, Provinsi Sulawesi Tengah 4,17 partikel/liter. Berikut akumulasi data uji mikroplastik di sungai – sungai indonesia yang tersebar di 24 provinsi di Indonesia.

KLIK INI:  Paradigma Keberlanjutan di Mata Para Pengusaha Muda ASEAN

Grafik 1. Identifikasi Mikroplastik Pada Sungai di Indonesia Tahun 2022

Grafik 2. Presentase Jenis Mikroplastik Pada Sungai Indonesia Tahun 2022

Air sungai memiliki peranan vital dalam kehidupan makhluk hidup sehari-hari sebagai habitat berbagai macam organisme. Keadaan sungai di Indonesia sampai ini dinilai masih buruk karena banyak ditemukan sampah plastik di bantaran dan badan air.

KLIK INI:  Mikroplastik dalam Feses Bayi Jauh Lebih Banyak dari Feses Orang Dewasa

Uraian kontaminasi plastik

Hal ini yang menjadi sumber dari adanya kontaminasi mikroplastik, yaitu partikel plastik yang berukuran kurang dari 5 mm. grafik 2 menjelaskan bahwa kontaminasi mikroplastik di sungai indonesia tahun 2022 didominasi oleh :

  1. Fiber 49.20 %, sumbernya dari degradasi kain sintetik akibat kegiatan rumah tangga pencucian kain, laundry dan juga limbah industri tekstil. Fiber juga disebabkan oleh sampah kain yang tercecer di lingkungan yang terdegradasi karena proses alam;
  2. Filamen 25.60 %, berasal dari degradasi sampah plastik sekali pakai (kresek, botol plastik, kemasan plastik Single layer SL dan jaring nelayan);
  3. Fragmen 18.60 %, berasal dari deradasi sampah plastik sekali pakai dari jenis (kemasan sachet multilayer ML, tutup botol, botol shampo dan sabun );

Berdasarkan data Kemetrian PUPR 2020 yang dikelola oleh FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran), menyebutkan bahwa tata kelola sampah di Indonesia belum merata, regulasi terkait tata kelola sampah di level daerah masih minim.

Dari 514 kabupaten dan kota di Indonesia hanya 45% yang sudah memiliki Perda Persampahan dan Perda Retribusi Persampahan. Sementara itu, Presiden Jokowi meminta pengelolaan sampah harus menjadi program penting dibuat terpadu dan sistemik. Harus ada keterlibatan masyarakat dan swasta serta sinergi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pengelolaan sampah masih dilakukan dengan tradisional memakai pola land field. Presiden Jokowi mengatakan bahwa pola ini sangat berbahaya karena hanya buang, angkut dan timbun di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

KLIK INI:  Geliat Bank Sampah di Bulukumba, Sudah Bisa Tukar Sampah jadi Emas

Selain itu, pemanfaatan sampah saat ini masih sangat kecil, hanya sekitar 7,5% dari total sampah yang menumpuk setiap hari.

Masalah yang disebabkan oleh mikroplastik lebih besar dari yang biasanya diperkirakan sehingga dinilai berbahaya dan mengancam keberlangsungan makhluk hidup.

Berdasarkan komponennya plastik tersusun oleh senyawa utama meliputi styrene, vinil klorida dan bisphenol A. Apabia tubuh terpapar oleh senyawa tersebut maka akan menyebabkan iritasi atau gannguan pernafasan, mengganggu hormone endokrin sampai berpotensi menyebabkan kanker.

Senyawa tambahan yang dicampurkan ke dalam plastik meliputi phthalate, penghalang api, dan alkalyphenol juga dapat menyebabkan gangguan aktivitas endokrin hingga berdampak pada kesuburan.

Senyawa dari plastik memiliki aktifitas mengganggu hormone estrogen sehingga jika masuk kedalam tubuh dapat meniru hormon estrogen. Senyawa tersebut dapat menurunkan kadar hormon testosteron plasma dan testis, LH plasma, dan juga menyebabkan morfologi abnomal seperti penurunan jumlah sel Leydig pada biota jantan.

Semakin bertambahnya timbulan sampah menandakan bahwa banyak sampah plastik yang bocor ke lingkungan, TPA yang overload di setiap daerah dan adanya kontaminasi mikroplastik di 68 sungai Indonesia yang tersebar di 24 provinsi di 9 pulau di Indonesia.

KLIK INI:  Gletser di Puncak Jaya akan Hilang, Indonesa Patut Berduka

Perbaikan tata Kelola sampah

Sudah saatnya pemerintah pusat dan daerah  segera membuat kebijakan dan strategi untuk menyelesaikan masalah persampahan dan tata kelola sampah di indonesia agar sampah plastik tidak bocor ke lingkungan yang menjadi cikal bakal Mikroplastik, pemerintah dapat melakukan rekomendasi sebagai berikut :

  1. Membuat baku mutu atau nilai ambang batas mikroplastik di perairan sungai Indonesia, sebagai implementasi lampiran 6 PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang PPLH yang menyebutkan bahwa baku mutu sungai harus “Nihil Sampah”;
  2. Melakukan pemulihan lingkungan dan pembersihan sampah plastik yang tercecer ke lingkungan, yang menjadi biang mikroplastik;
  3. Memperluas Regulasi pembatasan dan pengurangan Plastik Sekali Pakai di Indonesia, dan secara tegas melarang penggunaan (tas kresek, Sachet, Styrofoam, Botol air minum dalam kemasan/AMDK, popok dan sedotan) di pusat perbelanjaan, pasar, supermarket, retail yang tersebar di setiap daerah;
  4. Menerapkan konsep Zero Waste City dalam tata kelola sampah di setiap daerah dengan mendukung pemilahan sampah dari sumber agar beban sampah di TPA berkurang dan sampah plastik tidak bocor ke lingkungan;
  5. Menaikkan anggaran program tata kelola sampah disetiap daerah, menyediakan dan memperbanyak fasilitas pembuangan sampah drop point (sachet, popok, organik dan anorganik) di titik – titik timbulan sampah yang tersebar di lingkungan dan memperbanyak TPS 3 R di setiap daerah;
  6. Mendorong Produsen penghasil sampah plastik khususnya sachet untuk segara merancang dokumen peta jalan pengurangan sampah dan melakukan kiat – kiat pengurangan produk kemasan yang berpotensi mencemari lingkungan dengan pedoman regulasi Permen LHK 75 tahun 2019 tentang peta jalan pengurangan sampah;
  7. Mendorong produsen pengasil sampah plastik untuk melakukan upaya EPR dengan melakukan pembersihan sampah produknya yang tercecr ke lingkungan dan memprioritaskan CSR lingkungan nya untuk penanganan sampah plastik;
  8. Pemerintah sudah saatnya mengembangkan inovasi program dan teknologi infrastruktur pengelolaan sampah yang mutakhir dan non emisi dalam penanganan sampah plastik dilingkungan dan menolak solusi RDF (Refuse – derived fuel) adalah bahan bakar yang berasal dari limbah atau sampah melalui proses dihomogenisasi menjadi (pelet, briket dan cacahan) karena : (1) membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia, karena pembakaran RDF menghasilkan senyawa beracun kimia dioksin, logam berat, polutan organik dan partikel halus ke udara yang menyebabkan masalah kesehatan seperti kanker, masalah reproduksi, dan gangguan hormon; (2) bukan sumber energi terbarukan, mahal dan tidak efisien, karena pembakaran RDF menghasilkan energi yang sedikit dengan biaya produksi yang mahal.
KLIK INI:  Sampah Plastik, Si Bandel yang Bikin Lihai Dilema dan Masalah