Rahmia Nugraha, Kartini Tangguh Penggemar Fauna Wallacea

oleh -565 kali dilihat
Rahmia Nugraha, Kartini Tangguh Penggemar Fauna Wallacea
Rahmia Nugraha, akan meneliti Kuskus di Bantimurung - Foto/Adin Ayu Andriyani
Taufiq Ismail

Klikhijau.com – Rahmia Nugraha, nama lengkapnya. Saya mengagumi sosoknya. Mengapa? Karena kecintaan pada satwa Wallacea. Bukti cintanya tak sekadar ia ungkapkan, namun juga ia perbuat.

Awal 2017 silam ia buktikan dengan melakukan penelitian tentang salah satu satwa Sulawesi di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Meneliti kuskus beruang sulawesi. Satwa bernama latin Ailurops ursinus menjadi penarik perhatiannya.

Lokasi  Mia meneliti, sapaan akrabnya, kala itu di Suaka Margasatwa Tanjung Peropa. Sebuah kawasan konservasi yang berada di bawah tata kelola BKSDA Sulawesi Tenggara.

Kecintaannya pada kuskus beruang sulawesi ini membuatnya rela meninggalkan keluarganya sementara waktu. Mencari ilmu di lain pulau kesehariannya. Menjadi tangguh di negeri rantau.

Gendernya tak menghalanginya bertualang menelisik satwa pemalu ini. Mengungkap perilaku harian dari mamalia bergerak lambat ini.

KLIK INI:  Margaretha Mala, Pelestari Tenun dengan Pewarna Alami Warisan Suku Dayak Iban
Minat khusus pada Kuskus

Ketika saya bertemu dengannya, saya bertanya: “Apa yang menarik minat Mia meneliti kuskus?” Mia menjawab bahwasanya, masih kurang peneliti yang mengulik satwa ini.

Begitu pun juga saya bertanya padanya, alasan yang membuatnya meneliti di wilayah Sulawesi. “Sulawesi itu faunanya unik-unik dan endemik. Itu yang membuat saya menyukai wilayah Wallacea ini,” jawabnya.

Bersua pertama kali dengannya di Banyuwangi. Sebuah gelaran pameran konservasi alam kala itu. Seorang kawan yang akrab dengannya tampak asik berbincang dunia susur gua. Selusur gua memang selalu segar diulas. Aktivitas menantang yang selalu renyah dikupas.

Mia menyukai hal yang menantang. Karenanya ia selalu tertarik menaklukkan hal-hal baru yang menghampirinya. Termasuk selusur gua, juga menjadi hobinya.

“Selepas meneliti di Tanjung Peropa kala itu, saya sempatkan tetirah di Makassar. Seminggu. Saya sempatkan menyusuri beberapa gua di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung,” cerita Rahmia Nugraha semangat.

KLIK INI:  Eksotika Kupu-kupu di Musim Hujan

Kesukaannya pada hal menantang juga tak telepas dari lingkungan sehariannya. “Saat kuliah di IPB, saya adalah anggota Rimbawan Pecinta Alam, Rimpala, di kampus” tuturnya.

Rimpala merupakan organisasi mahasiswa pecinta alam di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Naik gunung, masuk hutan, termasuk main di pantai tak jadi soal. “Saya menaruh minat pada selusur gua. Meski yang lain lebih suka mendaki.”

Mia menamatkan sarjananya pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB, 2017 lalu.  Menuntaskan sarjananya melalui skripsi perihal kuskus beruang sulawesi.

Selepas sarjana, gadis yang menetap di kota Bogor ini tak lekas mencari kerja. Masih berniat melanjutkan jenjang pendidikannya. Kala itu berfokus mencari beasiswa. Beasiswa untuk mengenyam pendidikan di negeri orang. Sayang kayuh belum bersambut.

KLIK INI:  Forest Healing, Energi Menyembuhkan dari Belantara Hutan
Kembali menjelajah Sulawesi

Setelah dua tahun berlalu, Mia kemudian melanjutkan kembali pendidikannya. Kali ini Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, jadi kampusnya.

Juga tak lagi di fakultas kehutanan, melainkan lebih memilih fakultas biologi.

Memutuskan mengambil Program Magister Fakultas Biologi, UGM, pada pertengahan 2019. Lebih fokus lagi pada Minat Ekologi dan Biologi Konservasi. Fakultas yang masih selaras dengan kehutanan.

Kecintaannya pada kuskus beruang sulawesi nampaknya tidak pudar. “Saya suka satwa endemik ini. Lucu.”

“Apalagi saat menjumpainya di belantara rimba. Menggemaskan. Gerak lambatnya menjadi pemikat. Bisa berlama-lama menontonnya melahap pucuk daun kesukaannya,” tambahnya.

Hingga tak terasa, tugas akhirnya telah menghampiri.

KLIK INI:  Kisah Inspiratif dari Sekolah Sawah di Gunung Merapi

Kali ini tesisnya juga akan mengulas perihal kuskus beruang sulawesi. Mia tak lagi ke Tanjung Peropa. Memilih Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sebagai lokasi mencari data tugas akhirnya.

Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Boleh jadi pepatah ini mewakili alasannya memilih Bantimurung Bulusaraung.

Meneliti kuskus sekaligus selusur gua pada kesempatan yang sama. Mengapa? Karena taman nasional yang terkenal dengan menara karstnya yang spektakuler ini juga menimbun ratusan gua-gua alami. Gua-gua menawan beragam karakteristik. Sedikitnya 440 gua telah teridentifikasi di wilayah konservasi ini.

Mengamati kuskus di rimba Bantimurung

Namun pencarian kuskus beruang adalah tujuan utamanya. Menjelajah hutan, mencari mamalia imut ini.

Tak lagi pelajari perilakunya. Mia akan meneliti pemodelan kesesuaian habitat kuskus beruang. Tak hanya itu, anak pertama dari dua bersaudara ini juga akan mencari data untuk melakukan pendugaan distribusi spasial kuskus beruang di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Melakukan prediksi lokasi sebaran kuskus beruang berdasarkan sampel koordinat sebarannya. Data menarik yang juga membantu pihak pengelola memahami habitatnya. Juga menjadi dasar melakukan inventarisasi sebaran mamalia marsupial ini. Mamalia berkantung layaknya kanguru.

KLIK INI:  Jaga Fungsi Hutan, Solusi Cegah Bencana Banjir

Mia membutuhkan lebih banyak lokasi perjumpaan habitat Ailurops ursinus ini. Banyaknya titik perjumpaan habitat ini akan membuat hasil penelitiannya lebih akurat.

Berjumpa dengan kuskus berbadan bohai ini tidaklah mudah. Apalagi wilayah Makassar dan sekitarnya telah memasuki musim penghujan. Pucuk-pucuk daun mulai riuh bersemi. Membuat kuskus lebih mudah mendapati makanannya. Tak lagi harus menempuh jarak yang jauh mencari pakan.

“Saya menduga kuskus tak lagi banyak keluar dari pohon tempat ia bermalam. Ini cukup menyulitkan menjumpainya secara langsung,” tutur Pado, petugas Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Menjadi pendamping Mia selama meneliti kuskus di taman nasional.

Meski begitu Rahmia Nugraha terus bertekad mencari titik sang kuskus bermain dan mencari makan. Pihak taman nasional juga memiliki titik lokasi perjumpaan berdasarkan hasil identifikasi sebaran habitat kuskus beruang sulawesi setahun sebelumnya. “Data taman nasional cukup membantu. Hanya saja saya juga butuh perjumpaan secara langsung. Saya penasaran dengan kuskus di sini.”

Saat mengarungi belantara, Mia juga selalu mengabadikan fauna lain yang ia jumpai. Kupu-kupu, burung, sesekali menjumpai soa-soa. “Saya juga suka membuat video singkat. Pada akhir penelitian saya merangkainya. Saya berharap peneliti lain bisa datang menguliknya lebih jauh, setelah melihat dokumentasi saya.”

Selama dua bulan ke depan Mia akan menjelajah Bantimurung Bulusaraung mencari satwa berekor prehensil ini. Ekor yang mampu mencengkram kuat. Sekuat kaki dan tangannya.

“Ternyata tak gampang menjumpai kuskus. Setelah dua pekan di sini, saya baru bisa menjumpai seekor. Ini seolah menjadi suplemen untuk terus berjuang,” pungkas Mia sumringah.

Begitulah sosok Rahmia Nugraha. Tangguh. Sosok wanita penggemar satwa unik Sulawesi, kuskus beruang.

Semoga penelitian Mia berjalan lancar. Saya juga doakan mudah-mudahan segera bertemu dengan satwa idaman. Biar tambah semangat menjelajah rimba Bantimurung Bulusaraung.

KLIK INI:  Baru! Gelas Lipat dari Kertas Ramah Lingkungan Pengganti Gelas Plastik