Mengintip Satwa Penikmat Gelap di Taman Nasional Bantimurung

oleh -104 kali dilihat
Mengintip Satwa Penikmat Gelap di Taman Nasional Bantimurung
Carlos, wisataawan asing asal Spanyol saat menelusuri gua di TN Babul - Foto: Taufiq Ismail

Klikhijau.com – Warga asing telah mulai menyambangi tanah air. Apakah ini pertanda wisata nusantara  mulai bergeliat?

Sabtu, 18 Juni 2022, saya berkesempatan mengantar tamu. Tamu asing yang berminat mengintai keanekaragaman hayati Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Kali ini, untuk pertama kalinya setelah pagebluk menyerang, menemani tamu asing. Sang tamu menaruh minat pada Mamalia. Kelelawar dan tarsius jadi incaran.

Sang tamu melakukan penelusuran melalui publikasi jurnal. Pada akhirnya setelah mengontak beberapa peneliti hingga mempertemukan kami melalui aplikasi WhatsApp.

Saya menawarkan beberapa titik pengamatan kelelawar di wilayah Resor Bantimurung. Untuk mengamati tarsius saya merekomendasikannya di wilayah kerja Resor Pattunuang.

Setelah sepakat menjelajah bersama kami pun membuat janji. Janji temu dan menyambangi lokasi target.

Dua spot gua jadi sasaran. Ia cukup puas. Memotret kelelawar yang sedang beristirahat di dalam gua.

Pagi itu, hujan menyapa. Hujan tak menghalangi kami melangkahkan kaki.

Carlos, sang tamu asal Spanyol.
Penampakan kelelawar di sebuah Gua di TN Babul – Foto: Taufiq Ismail
KLIK INI:  Riuh Kepak Sayap Kupu-kupu Bantimurung yang Berdendang

“Gua terakhir, sedikitnya empat jenis di sana,” ungkap Carlos, sang tamu asal Spanyol.

Ia cukup puas dan setelah itu kami putuskan untuk istirahat terlebih dahulu. Termasuk bersantap siang. Perjalanan panjang dari negaranya membuatnya jetlag. Kala lelah menyerangnya, ia lalu putuskan beristirahat.

Saat bersantap siang, saya coba menggali banyak informasi tentangnya. Belakangan dia memberitahu perihal profesinya. Ia juga seorang pemandu. Tepatnya pemandu birds watching. Mamalia adalah minat pribadinya. Kelelawar dan tikus adalah objek amatannya selama ini. Ia sangat tertarik pada keduanya.

“Kelelawar dan tikus memiliki banyak jenis. Apalagi di Sulawesi ini, banyak ragamnya. Bahkan bisa jadi masih ada jenis yang belum teridentifikasi,” pungkasnya.

Menurutnya tak banyak orang-orang yang menaruh minat pada satwa ini. Berbeda dengan burung misalnya, ada banyak peminatnya.

“Saya sering bekerjasama dengan peneliti di Indonesia. Terkadang mereka membeli foto saya untuk suatu projek. Membuat buku, salah satu contohnya,” tambah Carlos.

Masa pagebluk membuatnya tak bisa berbuat banyak. Tak dapat menjalankan bisnisnya. Mengantar tamu ke berbagai negara untuk mengamati satwa.

KLIK INI:  Pakoba, Kayu Endemik Sulawesi Utara yang Kaya Manfaat

“Indonesia sangat kaya. Apalagi burungnya, ada ribuan jenis. Saya suka burung-burungnya karena sangat indah. Seperti cenderawasih, sangat memikat.”

Ia hafal dengan angka-angka yang menerangkan jumlah spesies negara ini. Bahkan sesekali ia membandingkan dengan negaranya.

Carlos hanya menyayangkan hutan  yang terus tergerus oleh kepentingan manusia. Menurutnya, sangat sulit menemukan hutan yang masih asli. Bahkan ini berlaku di berbagai negara, termasuk di Indonesia.

“Belakangan ini kami lebih sering mengunjungi Papua. Wilayah yang menawarkan banyak potensi. Mungkin karena hutannya masih mudah kita jumpai. Beberapa tamu saya berminat ke negara tetangganya, Papua Nugini. Hanya sayang, sangat sulit diakses dan tidak ramah untuk turis.”

Kala semburat jingga mulai menampakkan diri. Saya mengajaknya segera bersiap. Bersiap menyapa penghuni hutan yang mungil. Menyapa tarsius di habitatnya. Habitatnya di hutan belantara.

KLIK INI:  Desa Je'netallasa Gowa Punya Spot Wisata Baru Berupa Saung dan Kolam Ikan

Selalu butuh niatan dan usaha yang ekstra untuk menjumpainya di hutan. Beruntung kami memiliki pemandu lokal yang menaruh minta padanya. Selalu setia menemani saat hendak mencarinya di hutan.

Carlos begitu senang saat mengamati tarsius lompat ke sana dan kemari. Mencari mangsanya di kegelapan malam.

Kami beruntung hari itu. Satu kelompok Tarsius fuscus itu belum jauh dari sarangnya. Sarangnya di celah-celah batu karst.

Tarsius memang selalu menarik perhatian. Meski tak begitu banyak yang menaruh minat padanya.

Carlos tak banyak mengambil gambar. Apakah karena lensanya yang ekstra berat. Entahlah! Ia hanya sempat izin berpindah tempat mencari sudut pandang yang berbeda. Sejurus kemudian menekan tombol shutter kameranya.

Ia sangat efektif menggunakan senter pamungkasnya. Hanya menggunakannya saat hendak memotret. Boleh jadi karena tak ingin mengusik mata sang satwa.

Setelah merasa cukup, kami bergegas meninggalkan lokasi pengamatan. Berharap sang tarsius mendapat rezeki lebih banyak malam itu.

Carlos tampak sumringah. Perjalanannya ke tanah Papua nampaknya akan lebih ringan keesokan pagi. Ia ada janji dengan tamu burungnya di sana.

Ia jatuh cinta pada negeri ini. Saat perjalan pulang, ia bercerita akan niatnya. Niat untuk menetap di tanah air. Hanya saja diurungkan. Ada banyak kendala yang menghalanginya.

Kecintaan akan keanekaragaman hayatinya negeri ini membuatnya terbuai. Laksana perjaka mendamba seorang perawan.

Akankah manusia-manusia Indonesia juga mencintai kekayaannya. Mencintainya lebih dari orang-orang asing yang telah luar biasa mendambanya.

KLIK INI:  Edukasi Kesadaran Konservasi Siswa di Bone, TN Babul Gandeng SMK Kehutanan