Kopi Andalan yang Perlahan Punah di Kindang, Bulukumba

oleh -702 kali dilihat
Kopi Andalan yang Perlahan Punah di Kindang, Bulukumba
Pohon kopi mere yang tersisi oleh kehadiran pohon cengkih/foto-Irhyl
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

Klikhijau.com – Tak jauh dari jembatan Teko Bulukumba, jika dari arah Makassar. Silakan belok kiri. Ikuti saja jalannya, jangan belok kiri atau ke kanan bila menemukan jalan bercabang—terus saja, hingga kamu memasuki Kelurahan Borongrappoa, Kecamatan Kindang, Bulukumba.

Sebelum pasar Borongrappoa, ada gerbang di sebelah kanan, belok kananlah lalu telusuri saja jalannya. Jika kamu berkunjung pada tahun 90an hingga akhir tahun 2000. Perjalananmu akan dimanjakan oleh jejeran pohon kopi.

Pohon kopi yang dibicarakan ini, memiliki batang yang tinggi, bisa mencapai hingga 10 meter lebih. Cara memetik buahnya adalah dengan menggunakan pengait, masyarakat setempat menamainya pakkai.

Biasanya terbuat dari bambu betung yang kecil. Namanya kopi mere, barangkali kami akan garuk kepala karena bingung itu jenis kopi apa.

Kopi mere adalah andalan masyarakat Bulukumba, khususnya di Desa Kindang. Pada zaman Soeharto menjabat sebagai presiden di negeri ini, kopi mere menjadi komoditi prestisius warga.

KLIK INI:  Balai Gakkum LHK Wilayah Sulawesi Gelar Rapat Koordinasi, Ini 7 Hasil Rumusannya!

Namun, ketika harga cengkih melambung saat Bj Habibie menggantikan Soeharto menjadi presiden, banyak warga menebang pohon kopi mere-nya lalu menggantinya dengan pohon cengkih, yang harganya lebih menjanjikan.

Setiap kali saya pulang kampung ke Desa Kindang, saya selalu tercengang menyaksi kebun yang dulunya disesaki kopi mere berganti wajah jadi kebun cengkih.

Pohon-pohon besar yang menjadi pelindung kopi mere telah banyak yang tiada. Jika saja saya masih kecil, barangkali akan gembira karena pohon penghalang saat menaikkan layang-layang berkurang.

Beberapa hari yang lalu Klikhijau.com memuat berita tentang ancaman kepunahan kopi dengan judul Kabar Buruk, Kopi akan Punah.

Berita itu sepertinya akan benar-benar terbukti terhadap kopi mere di Desa Kindang. Ada beberapa faktor penyebab kopi mere akan mengalami kepunahan.

Dari pengamatan saya dan berdasarkan perbincangan dengan warga setempat, saya mengambil titik merah penyebab kopi mere terancam punah.

–  Pohon pelindung banyak yang tumbang,

Kopi mere, tak bisa berbuat banyak tanpa pohon pelindung, jika ia  terpapar langsung sinar matahari. Kopi jenis ini tak bisa tumbuh dengan subur dan terancam mati, ditambah lagi bijinya akan kecil.

Pohon-pohon tumbang ini disebabkan karena banyak warga sengaja menebang pohon pelindung tersebut untuk keperluan berbagai, semisal membangun rumah dan lainnya.

KLIK INI:  Perihal Pohon Sawo dan Hal Lain yang Menarik Tentangnya

Yang kedua tumbang karena angin kencang yang beberapa kali melanda Desa Kindang.

–   Harganya yang terbilang murah

Harga kopi mere tahun ini hanya di kisaran 20.000 ribu rupiah perkilo. Harga itu tak sebanding dengan upaya perawatan dan lainnya. Harganya sangat jauh di bawa harga cengkih

–  Sumarrang

Barangkali kamu akan bingung dengan jenis ini. Sumarrang adalah jenis semut yang kecil berwarna agak kemerah-merahan.

Jika sudah menghuni pohon kopi akan sulit hilang. Ia bisa membunuhnya, warga yang memiliki kebun kopi yang dikuasai sumarrang akan kewalahan saat memetiknya karena gigitannya sakit dan baunya sungguh tak sedap

Pohon cengkih yang menggantikan pohon kopi mere

Masyarakat lebih senang membudiyakan kopi arabika yang dikenal dengan nama kopi bodo ketimbang kopi mere.

KLIK INI:  FOTO: Sampah Kok Dibuang Bukan pada Tempatnya, Itu Tanda Anda Tidak Sayang Lingkungan
–  Lambungang

Kopi mere ditransformasi menjadi kopi bodo dengan cara disambung atau dengan menyambung, yang warga setempat menamainya lambung, sehingga kopi hasil sambungan antara kopi mere dan arabika kemudian dinamai kopi.

Dari hasil penelisikan saya dan perbincangan dengan warga, memang benar bahwa penyebab terancam punahnya kopi mere karena kelima faktor itu. Syahrir misalnya, yang merupakan seorang pemuda Desa Kindang mengakui hal tersebut.

Oya, mengenai kopi mere ketika saya mencarinya di google yang kata orang tahu segalanya. Mesin pencarian yang biasa di panggil om  itu tak menemukannya.

Barangkali karena google  hanya menyediakan pencarian berupa tulisan, jika saja bisa dicari melalui gambar, saya tak akan kesulitan. Dari hasil pencarian itu, saya menemukan bahwa kopi mere sejenis kopi robusta.

Kini, jika kamu berkunjung ke Desa Kindang, kamu tak akan lagi menemui rimbunan pohon kopi mere. Yang akan menyambutmu di sepanjang jalan adalah kebun cengkih.

Kebun itu sebagian adalah eks kebun kopi mere yang pernah “paling” diandalkan di Desa Kindang.

Warga kini lebih senang membincangkan cengkih daripada kopi mere, meski setiap hari ritus minum kopi tak pernah alpa.

KLIK INI:  Pemadaman Lanjutan Terus Dilakukan Meski Tren Hotspot Menurun