Karena Orang Utan, 12 Pelaku PETI di TN Tanjung Puting Berhasil Diamankan

oleh -4 kali dilihat
Lokasi PETI di TN Tanjung Puting-foto/Ist

Klikhijau.com – Sebanyak 12 pelaku penambangan liar di dalam Kawasan Taman Nasional Tanjung Putting diamankan oleh tim gabungan Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Kalimantan, Balai TN Tanjung Puting, Ditreskrimsus POLDA Kalimantan Tengah dan Satuan Brimob Polda Kalimantan Tengah.

Para pelaku melakukan penambangan liar di dalam Kawasan TN  Tanjung Puting dengan menggunakan mesin diesel dan alat sedot pasir. Ke-12  pelaku tersebut adalah  HD (45), SEL (27), HT (50),HM (41), KA (46), KE (48), YH (30), JM (43), SY (45), MR (40), SPY (48), SLA (41).

Mereka adalah warga Desa Kumai dan Natai Kerbau. Kini mereka telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pertambangan di dalam kawasan hutan konservasi TN Tanjung Puting. Ancaman yang menanti ke-12 pelaku tersebut adalah penjara paling lama 15  tahun serta pidana denda paling banyak 10 miliar rupiah.

Sebab orang utan

Aksi Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di dalam Kawasan TN Tanjung Puting ini berawal dari adanya kematian Orang utan (Pongo pygmaeus) yang ditemukan di daerah Camp Leakey di sekitar Sungai Sekonyer pada tanggal 11 September 2025 lalu.

KLIK INI:  Perihal Kemah Pendidikan, Roemah Langit, dan Lingkungan

Kematian orang utan itu diindikasikan adanya luka tebasan dan proyektil senapan angin akibat interaksi dengan penambang liar di jalur masuk ke dalam Kawasan TN Tanjung Puting.

Kegiatan PETI tersebut dilakukan oleh warga yang ada disekitar TN. Tanjung Putting, yaitu Desa Kumai, Natai Kerbau, Karang Sari, Mulya Jadi dan Sungai Pulau.

Pada hari Sabtu tanggal 15 November 2024, tim gabungan melakukan kegiatan operasi di dalam Kawasan Konservasi TN  Tanjung Puting, yang terindikasi mengalami gangguan aktivitas Penambangan Emas yang dilakukan oleh warga sekitar kawasan TN  Tanjung Puting.

Tim operasi gabungan diterjunkan ke beberapa lokasi di sekitar Sungai Sekonyer seperti Tempukung, Kapuk, Tebing Tinggi dan Banit. Di daerah Tempukung dan Banit, Tim Operasi Gabungan menemukan pondok penambang yang telah kosong dan mesin penyedot pasir yang ditinggalkan.

Pondok dan mesin penyedot dimusnahkan dengan cara dibakar agar tidak digunakan lagi oleh penambang. Tim Operasi Gabungan juga memasang plang larangan di jalur – jalur masuk penambang dan lokasi kegiatan penambangan.

KLIK INI:  Kemenhut-Bareskrim Tindak Tegas Tambang Ilegal di TNGM

Di daerah Tebing Tinggi dan Banit, Tim Operasi Gabungan menemukan 12 unit rakit yang sedang melakukan kegiatan penambangan emas di dalam kawasan TN  Tanjung Puting. Kemudian tim mengamankan 12 orang pekerja (sekaligus merupakan pemilik rakit/lanting) yang sebagian besar berasal dari warga Kumai. Kemudian para pelaku dan barang bukti di serahkan ke penyidik untuk proses lebih lanjut. Penyidik menetapkan kedua belas pelaku sebagai tersangka dan akan dilakukan penahanan dan tersangka akan dititipkan di Rumah Tahanan Kelas II Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Melacak hingga ke pemodal

Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Kehutanan Wilayah Kalimantan, Leonardo Gultom mengatakan sangat mengapresiasi kinerja tim operasi gabungan yang sudah bersinergi dalam upaya pemulihan kawasan konservasi TN Tanjung Puting dari penambang emas yang menimbulkan gangguan sehingga menyebabkan satwa yang dilindungi berupa Orangutan (Pongo pygmaeus) terluka dan mati.

Dalam kegiatan Operasi Gabungan ini diharapkan perkaranya dapat terselesaikan dengan tuntas hingga sampai ke pemodal ataupun penampungnya.

“Kami mohon dukungan dan bantuan dari Korwas POLDA Kalimantan Tengah serta Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah dalam percepatan penanganan kasus pertambangan liar dalam Kawasan konservasi dan pengembangan terhadap pelaku lainnya yang terlibat,” katanya.

Sementara itu, Kepala Balai TN Tanjung Putting, Yohan Hendratmoko, mengapresiasi kerja Balai Gakkumhut Wilayah Kalimantan, Polda alimantan Tengah dan OFI atas dukungannya kepada Balai Taman Nasional Tanjung Puting dalam kegiatan konservasi orangutan khususnya dalam perlindungan dan pengamanan kawasan.

“Harapannya kerja sama ini semakin erat dan solid dalam menjaga kelestarian habitat dan populasi orangutan sebagai satwa dilindungi yang merupakan kebanggaan Indonesia,” ujarnya.

Penyidik Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Kalimantan menetapkan ke-12 orang tersebut sebagai tersangka karena diduga telah melakukan tindak pidana kehutanan berupa: Orang Perseorangan yang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi Kawasan Pelestarian Alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf e dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori III dan paling banyak kategori VI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40B ayat (1) huruf e Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2024 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan/atau Orang Perseorangan yang dengan sengaja melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling banyak 10 miliar rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana diubah dengan diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.

KLIK INI:  Gakkum KLHK Tindak Tegas Pelaku Perusak Kawasan Cagar Alam Panua Gorontalo