Jalan Terjal Nan Berliku Pelepasliaran Satwa Liar ke Alam Bebas

oleh -531 kali dilihat
Jalan Terjal Nan Berliku Pelepasliaran Satwa Liar ke Alam Bebas
Para Narasumber di Webinar yang digelar BBKSDA Sulsel dalam rangka Hari Kehati 2020
Anis Kurniawan

Klikhijau.com – Pelepasliaran satwa liar kembali ke habitatnya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Rintangan dan jalan berliku lagi terjal menghantui, karena itu kolaborasi multi-pihak menjadi pintu masuk untuk meretas jalan agar satwa dapat menari di alam bebas.

Diskursus tentang hal itu berkembang dalam sebuah Webinar yang digelar Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulawesi Selatan, Jumat 29 Mei 2020.

Webinar kali ini berlangsung menarik, tidak hanya karena dihadiri sekitar 1000 peserta (dari berbagai kalangan)—narasumber yang hadir juga mewakili multi-peran antara lain akademisi, peneliti, media, praktisi satwa dan pihak dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) KLHK, Drh. Indra Exploitasia, M.Sc hadir sebagai pembicara utama bersama Kepala BBKSDA Sulsel, Ir. Thomas Nifinluri. M. Sc.

KLIK INI:  KLHK Berduka, Anggota Polhut Berpulang Tepat di Hari Jadi SPORC Ke-17

Pembicara lainnya antara lain Prof. Dr. Ir Ngakan Putu Oka, M.Sc (Guru besar Unhas, Kepala Balai Gakkum Wilayah Sulawesi, Dodi Kurniawan, S.Pt, MH, dan Drh. Zulfikar Basrul, M.Sc (Dosen Fakultas Kedokteran Hewan Unhas).

Hadir pula Praktisi konservasi dari Komunitas Sahabat Penyu, Yusri Mampie, Idris (Gowa Discovery Park), Dr. Ikeu Sri Rejeki, SSi., M.Sc (analis data dan kebijakan DIT KKH), dan Anis Kurniawan (Direktur Klikhijau).

Digelar dalam satu momen penting memperingati Hari Keanekaragaman Hayati (Kehatai) Internasional 2020 yang bertema “Our solution are in nature”. BBKSDA Sulsel mengambil tema “Meretas Jalan Satwa Liar Kembali ke Alam dimasa Pandemi Covid-19”—satu tema solutif yang mencoba menarik benang merah dari kompleksnya masalah satwa dan bagaimana pula kita bertindak untuk tetap menjaga satwa di masa pandemi.

Ancaman kepunahan satwa

Thomas Nifinluri dalam pembahasannya, mengatakan Webinar ini memberi pesan kuat arti pentingnya kelestarian kehati pada masyarakat, keluarga dan lingkungan dengan nilai-nilai untuk menjaga, merawat dan melestarikan kehati (Satwa).

KLIK INI:  Studi: Burung Pemakan Biji Lebih Ramah Daripada Pemakan Serangga

Menurut Thomas, Indonesia sebagai negara mega biodiversity memiliki kekayaan sekitar 17% kehati di dunia yang terdiri 13% Mamalia,14 % Reptil, 17% Burung, 10000 jenis Pohon. Namun, ancaman kepunahan terus mengintai.

Bisa dibayangkan, ada sebanyak 300.000 jenis satwa liar yang terancam punah dengan rincian 184 jenis mamalia, 119 jenis burung, 32 jenis reptil, dan 32 jenis ampibi. Sedang jumlah total spesies satwa Indonesia yang terancam punah dengan kategori kritis (critically endangered) ada 69 spesies. Kategori endangered 197 spesies dan kategori rentan (vulnerable) 539 jenis (IUCN, 2013).

Penyebab terjadinya keterancaman kelestarian satwa liar di Indonesia bervariasi seperti deforestasi dan degradasi hutan, perburuan dan perdagangan satwa liar, serta konflik satwa dan manusia. Sejauh ini, Thomas mengakui betapa pelepasliaran satwa liar penuh liku dan rintangan.

“Karenanya, Webinar ini digelar dalam upaya memperkuat jejaring kerja dan kerjasama dalam pengelolaan dan pelestarian satwa liar bersama para pihak. Serta mencari jalan meretas satwa kembali ke habitatnya,” jelas Thomas.

KLIK INI:  Catatan Singkat dari Peringatan Hari Kehati

Direktur KKH KLHK, Indra Eksplotasia, yang memantik diskusi menekankan pentingnya aspek biosafety dan biosecurity dalam pelepasliaran satwa liar dimasa pandemi covid-19.

Menurut Indra, ancaman terhadap eksistensi satwa liar tidak pernah berhenti sebab ada motif ekonomi di dalamnya. Ada banyak aktor-aktor yang bermain karena menikmati perputaran bisnis yang besar dari satwa liar dilindungi.

Indra bahkan mengungkapkan adanya semacam modus kriminal baru dalam perdagangan satwa internasional seperti pencurian plasma darah pada burung atau satwa tertentu untuk kepentingan tertentu. Oleh sebab itu, pihaknya meminta agar penguatan di bidang hukum lingkungan agar dapat mengawal kasus-kasus dengan modus baru yang sangat canggih.

Kepala Balai Gakkum Wilayah Sulawesi, Dodi Kurniawan merespon positif warning mengenai modus kejahatan baru terhadap perdagangan satwa liar. Dodi berharap ada peningkatan kapasitas pada jajarannya agar dapat mengantisipasi beragam jenis kejahatan pada perdagangan illegal satwa liar dilindungi.

Dodi Kurniawan juga memastikan, sejauh ini Gakkum Sulawesi telah berkolaborasi dengan BBKSDA dan pihak kepolisian dalam menangani banyak kasus khususnya di Sulsel. Namun demikian, kolaborasi dan partisipasi semua pihak dibutuhkan untuk menghentikan praktik perdagangan liar satwa.

KLIK INI:  Studi: 79% Tumbuhan Harus Dipertahankan untuk Mencapai Tujuan Iklim PBB
Membangun persepsi baik dan kolaborasi

Persepsi positif harus dibangun dalam masyarakat, sebab muara dari eksploitasi satwa berawal dari ketidakadilan dalam pikiran.

Zulfikar Basrul dari Fakultas Kedokteran Unhas menyoroti soal cara pandang dan persepsi masyarakat yang kadang keliru memandang satwa. Menurutnya, hewan harus dilihat sebagai subjek yang punya rasa, sensasi dan hak untuk diperlakukan baik.

Hal itu penting karena hewan adalah bagian dari ekosistem kehidupan, keberadaanya memberi arti penting pada keberlanjutan.

Inilah kunci dari agenda konservasi yang sesungguhnya, perubahan minset dan pelibatan masyarakat.

Praktik cerdas yang dilakukan Sahabat Penyu dari Sulawesi Barat bisa jadi pelajaran menarik. Bagaimana pelestarian penyu dilakukan secara bersama-sama, sembari mengedukasi warga, Yusri Mampie melakukan beragam kreasi seperti lomba, wisata edukasi dan banyak lagi. Semua kegiatan yang dilakukan senantiasa melibatkan anak-anak, satu cara terbaik meletakkan pesan cinta di usia dini.

KLIK INI:  30 Ribu Pohon di 1000 Titik Menandai Hari Jadi Kota Makassar ke-414

Di luar itu semua, transformasi informasi mengenai satwa liar ternyata tak kalah pentingnya. Hal itu dikatakan Anis Kurniawan, Direktur Klikhijau. Menurut Anis, tidak sedikit aktor ekploitasi satwa disebabkan oleh ketidaktahuan. Bahkan, banyak yang mengira bahwa satwa itu objek passif yang bebas diperlakukan apa pun.

Di sinilah pentingnya literasi konservasi. Pengetahuan dan informasi seluas mungkin mengenai satwa harus dibuka agar semua pihak menyadari bahwa satwa itu adalah bagian dari kehidupan manusia.

Diskusi yang dipandu Dr. Ir. Hunggul Yudhono, M.Sc berlangsung menarik. Profesor Ngakan Putu Oka, M.Sc sebagai pembahas dalam diskusi memberi sejumlah catatan, diantaranya soal pengendalian perburuan satwa liar.

Juga soal perlunya penegakan hukum terhadap pelaku perburuan satwa liar illegal dan mengupayakan agar satwa yang dilepasliarkan adalah satwa yang betul-betul telah siap kembali ke alam.

Profesor Oka berharap Indonesia mampu mengurangi jumlah satwa terancam punah. Diantaranya dengan menekan jumlah perdagangan satwa liar ke luar negeri dan dapat menyeleksi dengan baik calon penangkar dan lembaga konservasi dari segi finansial sehingga tidak kesulitan di masa pandemi.

Pengayaan habitat satwa di alam juga jadi isu menarik pada Webinar kali ini. Banyak pihak berharap momen pelepasliaran satwa liar dapat menjadi wisata edukasi agar menyulut kecintaan masyarakat terhadap satwa.

KLIK INI:  BBKSDA Sulsel Serahkan Rusa Timor ke Penangkar di Takalar