Klikhijau.com – Peringatan Hari Bumi tahun ini di Kabupaten Bulukumba terasa istimewa. Pemerintah setempat melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) bergerak cepat dengan menggelar aksi penanaman pohon di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Balangtieng, Desa Anrang, Kecamatan Rilau Ale, Sabtu, 26 Maret 2025.
Langkah ini bukan sekadar seremonial, melainkan wujud nyata kepedulian terhadap lingkungan dan masa depan sungai yang vital bagi masyarakat.
Kegiatan ini pun terasa gayeng dengan kehadiran berbagai elemen masyarakat. Tampak Sekretaris Daerah Muh Ali Saleng ikut turun langsung menanam bibit, didampingi Kepala DLHK Andi Uke Indah Permatasari, dua anggota DPRD Bulukumba, H Ilham Bahtiar dan Nurlina, serta para kepala desa di sekitar DAS Balangtieng.
Semangat kaum muda yang tergabung dalam komunitas peduli lingkungan juga menambah energi dalam aksi ini.
Melalui sambungan video dengan Gubernur Sulawesi Selatan, Sekda Ali Saleng melaporkan bahwa bibit pohon unggul, termasuk pohon Sukun dan jenis pohon produktif lainnya, menjadi pilihan utama untuk ditanam di kawasan DAS Balangtieng.
Pemilihan jenis pohon ini tentu bukan tanpa alasan, selain memberikan manfaat ekonomi di masa depan, pohon-pohon ini juga diharapkan mampu menjaga struktur tanah di sekitar sungai.
“Kami berharap pohon yang kami tanam ini dapat dipelihara dengan baik oleh seluruh masyarakat. Manfaatnya tentu akan kita rasakan bersama dalam jangka waktu yang panjang,” pesan Ali Saleng usai menancapkan bibit ke tanah.
Kepala DLHK Bulukumba, Andi Uke Indah Permatasari, menyampaikan rasa syukurnya atas antusiasme warga yang turut berpartisipasi.
Ia menegaskan bahwa menanam pohon adalah sebuah keharusan untuk menjaga lingkungan tetap lestari. Lebih lanjut, Andi Uke menjelaskan bahwa penanaman di DAS Balangtieng bertujuan spesifik untuk melindungi sungai dari ancaman banjir dan erosi.
“Bibit yang kita tanam ini memang cocok untuk kawasan daerah aliran sungai. Menjaga kelestarian DAS adalah kunci untuk mencegah bencana,” tegas Andi Uke.
Aksi penanaman pohon di Bulukumba ini merupakan bagian dari gerakan serentak yang diinisiasi oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dalam rangka memperingati Hari Bumi Sedunia.
Pusat kegiatan penanaman pohon tingkat provinsi sendiri dipusatkan di Tappawita Arra High Land, Kabupaten Maros, dan dibuka langsung oleh Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman. Seluruh kabupaten/kota di Sulsel turut mengikuti seremoni pembukaan melalui konferensi video.
Selain dihadiri oleh berbagai pejabat daerah, acara di Tappawita Maros juga dihadiri oleh Kabiro SDM dan Keorganisasian Kementerian Kehutanan RI, Dedi Asriadi, yang membacakan sambutan Wakil Menteri Kehutanan RI.
Tema peringatan Hari Bumi Sedunia tahun 2025, “Kekuatan Kita, Planet Kita,” semakin mengukuhkan semangat kolaborasi dalam menjaga bumi yang kita cintai. Aksi di Bulukumba menjadi contoh nyata bagaimana kekuatan bersama mampu memberikan kontribusi positif bagi kelestarian lingkungan.
Bukan hanya sebagai sumber irigasi, sungai-sungai ini menjadi “rumah” bagi pohon sukun (Artocarpus altilis) yang tumbuh subur, menawarkan formula ekonomi lokal yang selama ini mungkin terlewatkan.
Sukun, buah kaya karbohidrat yang telah lama menjadi bagian dari kuliner tradisional, kini mulai dilirik sebagai komoditas dengan nilai tambah yang menjanjikan.
Keberadaan sungai, dengan sumber airnya yang melimpah dan potensinya sebagai jalur transportasi alternatif, menjadi katalisator penting dalam mengembangkan potensi ekonomi berbasis sukun ini.
Mengapa Sukun dan Sungai adalah Kombinasi Dahsyat
Kesuburan tanah di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi modal utama bagi pertumbuhan optimal pohon sukun. Air sungai yang tersedia sepanjang tahun, terutama saat musim kemarau, memastikan pohon sukun tetap produktif.
Lebih dari itu, di daerah dengan infrastruktur jalan yang terbatas, sungai dapat menjadi urat nadi transportasi hasil panen sukun menuju pasar-pasar lokal maupun regional.
Sinergi antara sukun dan sungai ini lebih dari sekadar hubungan ekologis. Sungai memfasilitasi pertumbuhan dan distribusi sukun, sementara keberadaan kebun sukun di tepi sungai dapat membantu menjaga kualitas DAS.
Potensi Ekonomi yang Mengalir
Lantas, bagaimana sinergi ini dapat diterjemahkan menjadi pundi-pundi rupiah bagi masyarakat Sulawesi Selatan?
Inovasi Produk Olahan Sukun: Masyarakat di sekitar DAS memiliki peluang besar untuk mengembangkan industri rumahan berbasis sukun.
Keripik renyah, tepung serbaguna, dodol manis, hingga inovasi produk kekinian seperti sukun frozen food dapat diproduksi dengan memanfaatkan bahan baku lokal yang melimpah.
Kajian Ragone (2006) menegaskan bahwa sukun memiliki potensi besar sebagai bahan baku industri pangan berkat kandungan karbohidratnya yang tinggi.
Penelitian oleh Jones et al. (2011) juga mendukung hal ini, menyoroti sukun sebagai alternatif sumber karbohidrat yang menarik.
Pesona Agrowisata Tepi Sungai: Bayangkan hamparan kebun sukun yang hijau membentang di sepanjang aliran sungai yang jernih. Potensi ini dapat dikembangkan menjadi daya tarik agrowisata yang unik.
Pengunjung dapat belajar tentang siklus hidup sukun, menikmati produk olahan segar, bahkan merasakan sensasi menyusuri sungai dengan latar belakang kebun sukun yang eksotis.
Konsep agrowisata terbukti mampu meningkatkan pendapatan masyarakat lokal sekaligus melestarikan lingkungan, seperti yang diungkapkan dalam penelitian Getz dan Timur (2005).
Pengembangan Bibit Unggul Lokal: Daerah di sepanjang sungai dengan kondisi lingkungan yang ideal dapat menjadi pusat pengembangan bibit sukun unggul.
Akses mudah ke air sungai mendukung proses pembibitan, dan bibit berkualitas ini dapat didistribusikan ke daerah lain, meningkatkan produktivitas sukun secara keseluruhan. Pentingnya bibit unggul dalam pertanian telah ditekankan oleh Purseglove (1968) dalam studinya tentang tanaman tropis.
Pemanfaatan Limbah yang Bernilai: Jangan lupakan potensi limbah sukun. Kulit dan bonggol sukun dapat diolah menjadi pakan ternak yang bernutrisi atau bahan baku pupuk organik yang ramah lingkungan. Penelitian Cheuyglintase & Jutaporn (2016) menunjukkan bahwa limbah pertanian memiliki potensi besar untuk diubah menjadi produk bernilai tambah.
Tentu, jalan menuju optimalisasi potensi ini tidak selalu mulus. Keterbatasan infrastruktur pengolahan dan pemasaran, kurangnya keterampilan masyarakat dalam diversifikasi produk, serta isu pelestarian lingkungan DAS menjadi tantangan yang perlu diatasi bersama.
Namun, harapan tetap mengalir seiring derasnya sungai. Dengan sinergi antara pemerintah daerah, akademisi, pelaku usaha, dan partisipasi aktif masyarakat lokal, potensi ekonomi sukun di tepi sungai Sulawesi Selatan dapat diwujudkan. Dukungan berupa pelatihan, bantuan modal, pembangunan infrastruktur pendukung, dan penelitian lebih lanjut akan menjadi kunci keberhasilan.