Merawat Hutan, Melestarikan Pinisi

oleh -17 kali dilihat
Merawat Hutan, Melestarikan Pinisi-foto/Ist

Klikhijau.com – Kolaborasi pemuda melahirkan kegiatan Karya untuk Bulukumba bertema “Merawat Hutan, Melestarikan Pinisi”. Event ini mengkolaborasikan seni, budaya, lingkungan, dan kehidupan masyarakat Bontobahari yang digelar, Minggu, 20 April 2025. Menampilkan karya performans dan penanaman bibit bitti di Tanah Beru.

Semangat kegiatan ini lahir dari kecintaan terhadap pinisi, sebagai pemuda Bulukumba merasa perlu untuk membuat gerakan-gerakan dalam mendukung keberlangsungan warisan budaya dari Bontobahari ini. Kolaborator kegiatan melibatkan Andi Akbar Doel, Kolaborasi Biru, Sanggar Seni Turiolo Kajang, dan Riara Marine.

Pinisi melambangkan semangat gotong royong  namun kita mulai melupakan hubungan pinisi dengan pohon padahal ini adalah hal yang vital. Kalau tidak ada pohon, pinisi tidak akan bisa dibuat, maka hubungan pinisi dan alam ini perlu kembali direstorasi.

Pinisi telah menginspirasi julukan Bulukumba “Butta Panrita Lopi” yang berarti tanah para ahli pembuat kapal. Replika pinisi dipajang di ITLOS pada 2019 dan menjadi simbol kekuatan bahari Indonesia yang telah diakui dunia sejak abad ke 19. Namun keberadaan pinisi hari ini lebih condong sebagai komuditi industri. Tidak ada gerakan nyata yang menyentuh lingkungan terutama dalam program penanaman pohon. Untuk itu memulai kegiatan ini dalam rangka hari bumi, sekaligus mendorong penanaman di beberapa wilayah di Bulukumba.

KLIK INI:  Bupati Matim Minta Warga Elar Selatan Menjaga Mata Air dengan Merawat Hutan

“Dari kami, semangat kegiatan ini akan terus dilanjutkan di beberapa titik. Komunikasi awal, ada tiga lokasi yang memungkinkan untuk menjadi lokasi penanaman,” ungkap Anjar, Relawan Kolaborasi Biru

Industri pinisi di Kecamatan Bontobahari ini ada tiga titik galangan kapal. Di Mandala ria yang berada di Desa Ara dan Desa Lembanna dikelola tiga usaha, di Panrang Luhu yang berada di Desa Bira dikelola tujuh usaha, dan kawasan PPI yang berada di Kelurahan Tanah Beru dan Tanah Lemo dikelola sebelas usaha. Bisnis pembuatan pinisi ini membutuhkan modal besar berbanding lurus dengana keuntungan yang menggiurkan. Tapi tidak ada usaha konkret yang mendukung keberlanjutan pinisi.

Penanaman pohon dalam upaya merawat hutan, melestarikan pinisi-foto/Ist
KLIK INI:  Lelaki Pinisi dan Sepotong Senja
Butuh waktu lama

Kayu yang umumnya digunakan untuk membuat pinisi itu bitti, ulin atau kayu besi, kandole atau punanga, dan jati. Dalam pembuatan kapal dibutuhkan kurang lebih 100 hingga 200 kubik, tergantung dari ukuran kapalnya. Kayu bitti ini sekarang banyak diperoleh dari Sulawesi Tenggara, termasuk kayu jenis lainnya. Kebutuhan kayu di luar bitti juga banyak di peroleh dari Kalimantan.

“Kebutuhan kayu ini bukan ditanam hari ini lalu dipanen besok tapi butuh waktu belasan sampai puluhan tahun. Makanya kita harus mendorong penanaman sejak sekarang,”

KLIK INI:  Kayu Bitti, Penyelamat Perahu Pinisi

Seniman, Andi Akbar Doel menambahkan kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa cinta akan budaya dan sejarah tentang pinisi sembari mendorong keberlanjutannya melalui program penanaman. Kita juga berharap ini bisa membangun kesadaran lingkungan dan kepedulian dalam menjaga 3.475 ha Tahura Bontobahari.

“Ini penting agar kita melihat potensi kekayaan kita dan menjaga apa yang ada. Termasuk mengaitkan masalah Tahura dan rencana investasi petrokimia yang ke depan akan banyak merugikan masyarakat,” sesalnya.

Kegiatan ini mendapatkan support dari Baznas Bulukumba, KSPS (Komunitas Swadaya Petani Salassae), sonshoot, dan H. Ully booth, H.Puddin, dan beberapa individu peduli lingkungan. (*)

KLIK INI:  Menakar Kerakusan Tambang Mas Ilegal: Quo Vadis Dominee APH?