Cara Bijak Mengurangi Sampah Makanan di Rumah

oleh -983 kali dilihat
Cara Bijak Mengurangi Sampah Makanan di Rumah
Infografis beban sampah makanan (mylanta) -Foto/Brilio
Anis Kurniawan

Klikhijau.com – Sampah makanan yang melimpah dari rumah merupakan kebiasaan buruk yang harus bisa diatasi. Selain boros, sampah makanan akan menjadi masalah serius bagi lingkungan.

Bayangkan saja bila semua sampah makanan berujung di TPA atau terbuang sembarangan, sementara tidak sedikit orang di luar sana yang kesulitan karena kekurangan pangan.

Sejumlah data menunjukkan, Indonesia adalah negara dengan beban sampah makanan terbesar kedua di dunia setelah Arab Saudi. Setiap orang Indonesia menghasilkan sampah makanan hingga 300 kilogram per orang. Itu tandanya, ada masalah serius dengan pola konsumsi dan perilaku kita dalam mengatur akses pangan.

Badan Pangan PBB (FAO), pada tahun 2016 mencatat, sampah makanan di Indonesia mencapai 13 juta ton setiap tahunnya. Sampah makanan ini kebanyakan dari ritel, katering, dan restoran.

Bahkan data tahun 2014, sebanyak 1,3 milyar ton makanan terbuang setiap tahunnya di dunia, dan Indonesia menyumbang 21 juta ton sebagaimana dikutip dari akun Facebook Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO Indonesia) World Food Day Indonesia.

Parahnya lagi, sebanyak 13 juta ton sampah makanan per tahun di Indonesia tersebut jika dikelola dengan baik bisa menghidupi lebih dari 28 juta orang. Data BPS 2015 menunjukkan sampah makanan yang terbuang di Indonesia sebetulnya menyamai jumlah penduduk miskin atau sekitar 11% dari populasi Indonesia.

Nah, data dan fakta ini sudah cukup membuat kita prihatin bukan? Lalu, bagaimana cara mengantisipasi atau mengurangi sampah makanan di rumah? Berikut tips mengurangi sampah makanan yang kami rangkum dan dapat diterapkan dari rumah masing-masing. Simak penjelasannya!

KLIK INI:  Berwisata Alam di Libur Lebaran, Sebaiknya Perhatikan Ini Agar Ramah Lingkungan!
#Buat perencanaan kebutuhan makanan

Menurut Eva Bachtiar (Founder Garda Pangan), penyebab kelebihan pangan orang Indonesia diantaranya karena tidak adanya perencanaan kebutuhan makanan. Perencanaan kebutuhan makan (meal preparation) diperlukan agar setiap orang dan rumah tangga dapat mengakses pangan sesuai kebutuhan.

Orang Indonesia kerap dihantui apa yang disebut Eva dengan “lapar mata”. Orang Indonesia senang membeli apa saja yang dilihatnya tanpa menyadari bahwa tidak semua yang dibeli itu dapat dihabiskan seketika. Seringkali, makanan-makanan yang dibeli lantaran godaan kelezatan, diskon, atau karena godaan iklan membuat kita lupa diri.

Perencanaan kebutuhan makanan mengedukasi setiap rumah tangga melakukan pola konsumsi lebih cerdas dengan mengutamakan kualitas dan prioritas kebutuhan. Juga mempertimbangkan kapasitas konsumsi. Diet sehat juga tentu baik dalam hal ini agar kebutuhan makanan lebih terencana.

#Mempekuat pemahaman atau literasi makanan

Banyak diantara kita lebih tergiur pada makanan karena kelezatan, makanannya sedang viral atau karena keinginan selalu ingin mencoba. Tidak salah juga, bila dapat mengatur porsi makanan sehingga tidak ada yang berakhir sebagai sampah. Namun, bila tak mengontrol keinginan, kebiasaan ini tentu tidaklah baik dan sebaiknya dipikirkan ulang.

Di sinilah pentingnya literasi makanan yakni pengetahuan dan wawasan yang luas tentang makanan, manfaatnya bagi kesehatan tubuh dan nutrisi yang di kandungnya.

Literasi makanan akan menuntun kita sebagai pribadi yang mengkonsumsi makanan secara bijak. Seperti sebuah pernyataan: “jangan makan suatu makanan yang Anda tidak paham apa manfaatnya bagi tubuh”.

Pada akhirnya, kualitas dan kebutuhan keterpenuhan nutrisi adalah pertimbangan utama pada pilihan makanan, ketimbang melayani hasrat berlebihan yang seringkali muncul. Literasi makanan juga penting untuk memahami porsi makanan kita sebenarnya agar tidak menimbulkan sisa makanan.

KLIK INI:  Ini Alasan Mengapa Kertas ‘Soluble’ Tidak Aman Dipakai dalam Kemasan Pangan
#Mengatur letak makanan di kulkas

Penataan makanan di dalam kulkas ternyata sangat penting. Selain untuk mendukung program perencanaan kebutuhan makan, cara ini juga meminimalkan potensi kerusakan bahan makanan.

Menurut Eva Bachtiar, sebaiknya jangan campur buah dan sayuran dalam kulkas. Kata Eva, beberapa buah dapat mengeluarkan zat etilen yang dapat mempercepat kematangan sayur di sekitarnya.

KLIK INI:  Melindungi Hutan Melalui Media Sosial, Kenapa Tidak
#Biasakan menghabiskan makanan

Seperti kata tetua, setiap makan sesuatu haruslah dihabiskan. Kebiasaan menghabiskan makanan harus menjadi budaya pada anak-anak. Kebiasaan baik ini juga akan mendidik anak sejak dini untuk menghargai pangan dan betapa rumitnya setiap makanan itu tercipta.

Kebiasaan menghabiskan makanan juga mengajarkan kita untuk selalu menimbang porsi makanan dan menghindari “lapar mata’. Ambil secukupnya saja dan pastikan makanan yang diambil tersebut tidak disisakan.

#Manfaatkan sisa makanan

Poin pentingnya adalah bagaimana memerangi kebiasaan menghasilkan sisa makanan berlebihan akibat pola konsumsi yang tinggi. Nah, bila semua langkah di atas sudah dijalankan, apakah sisa makanan di rumah sepenuhnya bisa zero? Tidak! Pasti masih ada sisa makanan, namun itu memang masuk kategori sampah yang wajar seperti tulang ikan, kulit buah dan sayuran dan lainnya.

Untuk sisa makanan jenis ini saja sudah sangat besar jumlahnya. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) misalnya menunjukkan jenis sampah rumah tangga paling dominan yakni lebih dari 50 persen.

Faktanya, volume sampah rumah tangga sebanyak itu akan berakhir di TPA. Padahal, sampah rumah tangga bisa diolah agar menjadi kompos dan menghasilkan pupuk organik.

Atau diolah menjadi eco enzyme khusus untuk kulit buah, sayur dan lainnya yang juga dapat digunakan kembali sebagai pupuk organik bahkan sebagai pembersih.

Sayangnya, pemanfaatan kembali sampah rumah tangga belum massif diterapkan. Tidak sedikit rumah tangga yang bahkan belum memahami hal ini dan telanjur mengira bahwa sampah rumah tangga harus dibuang bebas.

Itulah tips mengurangi sampah makanan di rumah, semoga bermanfaat!

KLIK INI:  Panduan Singkat Saat Melakukan ‘Forest Healing’ di Hutan