Ironi Melonjaknya Sampah Makanan di Bulan Puasa

oleh -1,190 kali dilihat
Keengganan Kita Membereskan Meja Makan Sendiri Saat Selesai Makan
Sampah makanan - Foto/Hipwee
Anis Kurniawan

Klikhijau.com – Sampah makanan atau Limbah pangan melonjak tajam setiap bulan puasa ramadhan. Fakta ini mengemuka dari diskusi daring yang digelar National Geographic bertajuk “Inspirasi Perempuan untuk Lingkungan”, Minggu 26 April 2020.

Eva Bachtiar, Founder Garda Pangan tampil sebagai pemantik diskusi dengan sub topik yang menarik yakni soal ironi sampah makanan. Menurut Eva, setiap tahun selalu ada peningkatan limbah pangan atau makanan yang terbuang begitu saja.

Jumlah limbah makanan di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) telah meningkat sampai 20 persen dari periode pada tahun sebelumnya.

Indonesia bahkan telah menjadi Negara kedua setelah Arab Saudi dengan buangan limbah makanan terbesar di dunia. Rata-rata orang Indonesia kata Eva, membuang sampah makanan hingga 300 kilogram per orang.

Semua sampah makanan itu menumpuk di TPA lalu menghasilkan metana dan berkontribusi terhadap pemanasan global. Ironinya, kata Eva, ada 19,4 juta orang Indonesia yang masih dihantui kelaparan.

KLIK INI:  Inilah Manusia-Manusia Pemakan ‘Sampah’ dan Makanan Sisa

Melalui Garda Pangan, Eva membuat suatu gerakan penyelamatan pangan (food rescue) yakni dengan bekerjasama banyak pihak seperti restoran, café, hotel dan lainnya. Eva membangun semacam koordinasi yang baik para penghasil makanan agar tak ada sisa makanan yang terbuang.

Garda pangan melakukan semacam kurasi (pengecekan kualitas sisa makanan) lalu mendistribusikan makanan yang masih layak pada masyarakat prasejahtera di Surabaya. Aksi Eva di Garda Pangan adalah sebuah bentuk antisipasi dari fenomena lonjakan sisa makanan khususnya di bulan ramadhan.

***

Yang patut disesalkan adalah mengapa sampah makanan justru melonjak di bulan puasa? Ini soal perubahan pola konsumsi di bulan ramadhan. Pola konsumsi dapat meningkat hingga 50 persen dari hari biasanya. Fenomena ini yang disebut Eva sebagai “lapar mata”.

Orang Indonesia terbiasa menumpuk bahan makanan dan membuat beragam menu makanan untuk buka puasa tanpa mempertimbangkan batas kewajaran. Tidak pernah terpikir bahwa tidak perlu makanan yang berlebihan untuk merayakan buka puasa yang istimewa.

KLIK INI:  Merawat Bumi dengan Gaya Hidup Berkelanjutan

Makanan yang disiapkan dalam jumlah banyak hanya akan berakhir sebagai sampah makanan. Bisa dibayangkan, betapa massifnya sampah makanan setiap harinya yang terbuang percuma.

Kebiasaan buruk ini telah menimbulkan masalah serius bagi ketersediaan pangan itu sendiri—dan soal beban lingkungan pada aspek yang lain.

Padahal, bulan puasa sejatinya juga membuat kita “puasa mata”. Mendidik kita lebih hemat dan berhitung secara baik pada ketersediaan pangan di rumah. Memastikan agar apa yang kita konsumsi benar-benar sesuai kebutuhan, bukan atas dasar ambisi mata kita.

Sampah makanan yang terbuang sebegitu banyaknya adalah satu fakta betapa kita mungkin gagal memaknai puasa sebagai satu momen untuk lebih hemat. Momen berbagi dan bagaimana untuk tetap bersikap dalam batas-batas kewajaran, termasuk dalam pola konsumsi.

Saatnya bertindak serius mengatur menu makanan agar tak ada yang terbuang jadi sampah. Aksi ini harus dimulai dari rumah. Lalu, ditebarkan ke kerabat dan kawan yang lain.

Cara kita bersikap yang berlebih-lebihan terhadap makanan tidak hanya suatu sikap pemborosan (yang juga tentu paradoks dengan nilai-nilai agama), tetapi juga merugikan Bumi lingkungan.

Ayo bersama-sama menekan sampah makanan di bulan puasa. Pastikan menghabiskan makanan. Bila tergiur membuang makanan, pikirkanlah bahwa ada jutaan orang di luar sana terancam tidak makanan.

KLIK INI:  Belajar dari Prancis dalam Mengatasi Sampah Organik