Krisis Iklim Makin Memburuk, Pendanaan Bank untuk Batu Bara Harus Dihentikan

oleh -97 kali dilihat
Krisis Iklim Makin Memburuk, Pendanaan Bank untuk Batu Bara Harus Dihentikan
Aksi anak mud dari berbagai komunitas yang menyuarakan kritik pada BNI yang masih mendanai sektor energi batu bara - Foto/Ist

Klikhijau.com – “Sekali lagi ilmuwan yang tergabung dalam IPCC menegaskan bahwa kita harus segera bertindak untuk dapat meredam dampak krisis iklim agar tidak semakin memburuk keadaan,” ujar Jeri Asmoro, Indonesia Digital Campaigner 350.Org.

Menurut Jeri, kini, krisis iklim telah membahayakan kehidupan bumi dan seluruh penghuninya.

Oleh karena itu, ia menyerukan agar semua pihak punya peran yang besar untuk menghentikan krisis iklim ini, termasuk sektor perbankan.

“Perbankan punya peran besar di sini, sebagian perbankan masih menjadi pihak yang menyebabkan berbagai bencana iklim terus terjadi ketika masih mendanai proyek energi fosil,” ujarnya.

Ia meminta agar semua pihak mempertanyakan kembali peran mereka, apakah mereka bagian dari solusi dengan melakukan praktik keuangan berkelanjutan yang sejati?

Saat ini ada empat bank di Indonesia yang masih mendanai proyek energi kotor batu bara, penyebab krisis iklim. Bank-ban itu adalah BNI, Mandiri, BRI dan BCA.

KLIK INI:  Peran Agama di Masa Pandemi Coronavirus

Menurut Pius Ginting, Koordinator Perkumpulan AEER, pinjaman bank dalam negeri terhadap industri batubara masih lebih tinggi, yakni sebanyak Rp 89 trilyun dalam periode 2018 – 2020 dibanding pinjaman ke energi terbarukan sebanyak 21,5 trilyun.

“Pinjaman terhadap industri batubara memang harus dihentikan dari sekarang,” tegasnya.

Menurut Interim Indonesia Team Leader 350, Firdaus Cahyadi, peran mereka dalam mendanai krisis iklim melalui pendanaan ke energi kotor batu bara sangat mengecewakan.

“Kebijakan mereka mendanai batu bara sangat megecewakan kita semua, termasuk nasabah-nasabah keempat bank itu, “ujar Firdaus Cahyadi.

“BNI misalnya beberapa kali mengklaim mendukung upaya pengurangan gas rumah kaca, penyebab krisis iklim, namun ternyata masih mendanai batu bara. Ini sungguh mengecewakan,” tegasnya.

Keterlibatan masyarakat, termasuk masyarakat adat, juga diperlukan dalam mengatasi krisis iklim.

“Dalam laporan IPCC yg berkaitan dengan dampak, adaptasi, dan kerentanan ini ditekankan pentingnya peran masyarakat adat dan masyarakat lokal karena mereka memiliki pengetahuan tentang dunia, tentang alam,“ ujar Brigitta Isworo Laksmi, jurnalis lingkungan senior.

“Penting untuk melibatkan mereka karena mereka yg  tahu cara mengatasi krisis iklim,” tambahnya.

Menurutnya, Indonesia memiliki demikian banyak masyarakat adat mestinya bisa mengambil langkah strategis dengan melibatkan mereka dalam merencanakan pembangunan untuk ketahanan iklim atau climate resilient development.

KLIK INI:  “Mangrove Camp” di Maros, Kampanye Aksi Jaga Iklim dengan Rehabilitasi Mangrove