- Pantai yang Bersalin Nama - 13/04/2024
- Gadis Iklim - 07/04/2024
- Anak Kecil dalam Hujan - 30/03/2024
Klikhijau.com – Lahan gambut merupakan suatu ekosistem yang memiliki kekayaan vegetasi. Juga menjadi ‘museum’ karbon. Itu karena mampu menyimpan karbon yang cukup besar, yakni 3,5 persen dari karbon yang terdapat di muka bumi ini.
Meski memiliki peran yang sangat penting. Saat ini lahan atau kawasan gambut terus menyusut. Di Indonesia, selama kurun waktu 10 tahun, lahan gambut terdegradasi sebesar 2,2 juta hektare.
Banyak hal yang jadi penyebabnya, salah satunya adalah kebakaran. Kedatangan musim kemarau adalah ancaman serius bagi gambut yang mudah terbakar ketika kering.
Apalagi menurut Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Gadja Mada (UGM), Dr. Budiadi ada beberapa petani masih menggunakan praktik pembakaran dalam penyiapan lahannya.
Kawasan gambut Kalsel mengering
Tahun 2020 ini, ancaman gambut mulai terlihat, khususnya di kawasan gambut Kalimantan Selatan (Kalsel) dalam beberapa waktu terakhir mulai mengering. Itu disebabkan terjadinya penurunan tinggi muka air Kawasan Hidrologi Gambut (KHG).
Kawasan gambut di Kalimantan cukup luas, yakni 32 persen dari luas gambut Indonesia yang mencapai sekitar 20,6 juta hektare.
Sebagian besar gambut di Indonesia terdapat di empat pulau besar, yaitu Sumatera 35 persen, Kalimantan 32 persen, Sulawesi 3 persen, dan Papua 30 persen.
Untuk mencegah agar gambut tidak kering, khususnya di Kalsel, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalsel, Hanifah Dwi Nirwana mengungkapkan pihaknya telah melaksanakan upaya pembasahan cepat kawasan gambut yang mulai mengering di Kalsel.
“Pembasahan ekosistem gambut merupakan upaya awal pencegahan kebakaran. Tahun ini, kita melaksanakan upaya pembasahan cepat awal Juli 2020,” ungkapnya, Kamis, 23 Juli 2020 seperti dikutip dari Media Indonesia.
Untuk mengatasi kekeringan lahan gambut di Kalsel, TIM Restorasi Gambut Daerah (TRGD) Kalsel awalnya berencana membangun tower air (tandon) raksasa di kawasan gambut rawan kekeringan.
Sayangnya, karena terkendala anggaran rencana tersebut harus dibatalkan. Maka yang dilakukan kemudian hanyalah pembasahan gambut.
Kalsel, untuk tahun ini termasuk kategori dengan ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang parah. Karena itu, Pemprov Kalsel telah mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 188.44/0487/ KUM/2020 terhitung tanggal 1 Juli hingga 30 November 2020 menetapkan status siaga darurat penanganan bencana kabut asap akibat karhutla di Kalsel.
Aturan itu ‘mungkin’ memang dibutuhkan, mengingat saat ini mulai terjadi penurunan tinggi muka air (TMA) di kawasan gambut.
Hal itu berpotensi menyebabkan karhutla. Data dari 9 alat pemantau TMA yang dibangun oleh BRG menunjukan tinggi muka air di KHG Sungai Balangan-Batangalai berada 0,4 meter di bawah permukaan gambut dan memerlukan upaya pembasahan cepat. Penurunan TMA juga terjadi di KHG Sungai Barito-Sungai Tapin.
Tak boleh dibakar
Salah satu penyebab kerusakan lahan gambut, menurut Dr. Budiadi, Dekan Fakultas Kehutanan UGM, adalah karena kebakaran lahan.
Kebakaran lahan akan sangat berdampak pada kerugian lingkungan dan ekonomi yang besar. Bahkan, juga berdampak pada hilangnya biodiversitas ekosistem gambut dan meningkatnya emisi gas rumah kaca.
“Pengelolaan lahan gambut tanpa bakar sebagai salah satu opsi untuk mendukung revegetasi dan pertanian di lahan gambut. Hal ini sebagai upaya untuk menjaga ekosistem gambut sebagai penyangga kehidupan dan pengelolaan ekosistem gambut secara berkelanjutan,” kata Budiadi seperti di lansir dari laman resmi UGM.
Agar pengelolaan lahan gambut terus berkelanjutan, maka perlu peningkatan sosialisasi pengelolaan lahan gambut yang ramah lingkungan dan produktif.
Sosialisasi ini bertujuan agar masyarakat luas dapat memahami pentingnya menjaga kelestarian gambut untuk kesehatan lingkungan di masa mendatang tanpa membakarnya.
“Perlu dibangun partisipasi masyarakat dalam restorasi gambut dan memberikan solusi pemanfaatan gambut yang ramah lingkungan melalui pengembangan pengetahuan dan inovasi lokal,” ujarnya.
Karenanya, sangat perlu meningkatkan edukasi dan kesadaran para petani dalam mengelola lahan gambut secara arif dan ramah lingkungan perlu dilakukan.
Selain itu, perlu adanya kegiatan inovatif penyiapan lahan tanpa bakar dan penggunaan pupuk organik.
Hal ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan gambut, baik dalam bentuk agroforestry maupun aktivitas budi daya pertanian di lahan gambut.