Lahan Gambut, Pemilik Kekayaan Vegetasi yang Tak Boleh Dibakar

oleh -674 kali dilihat
Lahan Gambut, Pemilik Kekayaan Vegetasi yang Tak Boleh Dibakar
Ilustrasi lahan gambut/foto-ugm
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

Klikhijau.com Lahan gambut merupakan suatu ekosistem yang memiliki kekayaan vegetasi. Juga menjadi ‘museum’ karbon. Itu karena mampu menyimpan karbon yang cukup besar, yakni 3,5 persen dari karbon yang terdapat di muka bumi ini.

Meski memiliki peran yang sangat penting. Saat ini lahan atau kawasan gambut terus menyusut. Di Indonesia, selama kurun waktu 10 tahun, lahan gambut  terdegradasi sebesar 2,2 juta hektare.

Banyak hal yang jadi penyebabnya, salah satunya adalah kebakaran. Kedatangan musim kemarau adalah ancaman serius bagi  gambut yang mudah terbakar ketika kering.

Apalagi menurut Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Gadja Mada (UGM), Dr. Budiadi ada beberapa petani masih menggunakan praktik pembakaran dalam penyiapan lahannya.

KLIK INI:  Kebakaran Lahan Gambut, Nobatkan Indonesia dan Brasil sebagai Penyumbang Besar GRK
Kawasan gambut Kalsel mengering

Tahun 2020 ini, ancaman gambut mulai terlihat, khususnya di kawasan gambut Kalimantan Selatan (Kalsel) dalam beberapa waktu terakhir mulai mengering. Itu disebabkan terjadinya penurunan tinggi muka air Kawasan Hidrologi Gambut (KHG).

Kawasan gambut di Kalimantan cukup luas, yakni 32 persen dari luas gambut Indonesia yang mencapai  sekitar 20,6 juta hektare.

Sebagian besar gambut di Indonesia terdapat di empat pulau besar, yaitu Sumatera 35 persen, Kalimantan 32 persen, Sulawesi 3 persen, dan Papua 30 persen.

Untuk mencegah agar gambut tidak kering, khususnya di Kalsel, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalsel, Hanifah Dwi Nirwana mengungkapkan pihaknya telah melaksanakan upaya pembasahan cepat kawasan gambut yang mulai mengering di Kalsel.

“Pembasahan ekosistem gambut merupakan upaya awal pencegahan kebakaran. Tahun ini, kita melaksanakan upaya pembasahan cepat awal Juli 2020,” ungkapnya, Kamis, 23 Juli 2020 seperti dikutip dari Media Indonesia.

KLIK INI:  KLHK Mendukung Rencana Aksi Strategis Penanganan Banjir di Kalsel

Untuk mengatasi kekeringan lahan gambut di Kalsel, TIM Restorasi Gambut Daerah (TRGD) Kalsel awalnya berencana membangun   tower air (tandon) raksasa di kawasan gambut rawan kekeringan.

Sayangnya, karena terkendala anggaran rencana tersebut harus dibatalkan. Maka yang dilakukan kemudian hanyalah pembasahan gambut.

Kalsel, untuk tahun ini termasuk kategori dengan ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang parah. Karena itu, Pemprov Kalsel telah mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 188.44/0487/ KUM/2020 terhitung tanggal 1 Juli hingga 30 November 2020 menetapkan status siaga darurat penanganan bencana kabut asap akibat karhutla di Kalsel.

Aturan itu ‘mungkin’ memang dibutuhkan, mengingat saat ini mulai terjadi  penurunan tinggi muka air (TMA) di kawasan gambut.

Hal itu berpotensi menyebabkan  karhutla. Data dari 9 alat pemantau TMA yang dibangun oleh BRG menunjukan tinggi muka air di KHG Sungai Balangan-Batangalai berada 0,4 meter di bawah permukaan gambut dan memerlukan upaya pembasahan cepat. Penurunan TMA juga terjadi di KHG Sungai Barito-Sungai Tapin.

Tak boleh dibakar

Salah satu penyebab kerusakan lahan gambut, menurut Dr. Budiadi, Dekan Fakultas Kehutanan UGM, adalah karena kebakaran lahan.

KLIK INI:  Burung Perkutut Putih dan Yuhina Kalimantan Itu, Kini Terbang Bebas

Kebakaran lahan akan sangat berdampak pada kerugian lingkungan dan ekonomi yang besar. Bahkan, juga berdampak pada hilangnya biodiversitas ekosistem gambut dan meningkatnya emisi gas rumah kaca.

“Pengelolaan lahan gambut tanpa bakar sebagai salah satu opsi untuk mendukung revegetasi dan pertanian di lahan gambut.  Hal ini sebagai upaya untuk menjaga ekosistem gambut sebagai penyangga kehidupan dan pengelolaan ekosistem gambut secara berkelanjutan,” kata Budiadi seperti di lansir dari laman resmi UGM.

Agar pengelolaan lahan gambut terus berkelanjutan, maka perlu peningkatan sosialisasi pengelolaan lahan gambut yang ramah lingkungan dan produktif.

Sosialisasi ini bertujuan agar masyarakat luas dapat memahami pentingnya menjaga kelestarian gambut untuk kesehatan lingkungan di masa mendatang tanpa membakarnya.

KLIK INI:  Tata Cara Penyusunan RPPEG Mulai Disosialisasikan

“Perlu dibangun partisipasi masyarakat dalam restorasi gambut dan memberikan solusi pemanfaatan gambut yang ramah lingkungan melalui pengembangan pengetahuan dan inovasi lokal,” ujarnya.

Karenanya,  sangat perlu meningkatkan edukasi dan kesadaran para petani dalam mengelola lahan gambut secara arif dan ramah lingkungan perlu dilakukan.

Selain itu, perlu adanya kegiatan inovatif penyiapan lahan tanpa bakar dan penggunaan pupuk organik.

Hal ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan gambut, baik dalam bentuk agroforestry maupun aktivitas budi daya pertanian di lahan gambut.

KLIK INI:  Asa Gajah Sumatra Dibahas Belantara Foundation di FISIP UIN Raden Patah Palembang