Bisnis Kehutanan Beralih dari Timber Management ke Forest Management

oleh -749 kali dilihat
Bisnis Kehutanan Beralih dari Timber Management ke Forest Management
Ilustrasi hutan produksi/foto-Ist
Irhyl R Makkatutu

Klikhijau.com – Bisnis kehutanan terus berkembang. Karena itu, pemanfaatan ruang kawasan hutan produksi di dalam areal izin usaha perlu dioptimalkan. Pemanfaatannya bertujuan agar seluruh masyarakat memperoleh manfaat bagi kesejahteraannya dengan tetap menjaga kelestarian hutan.

Hutan merupakan modal pembangunan nasional. Memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia. Baik manfaat ekologi sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan harus diurus dan kelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang (La Taati, 2019)

Agar hutan, khususnya hutan produksi bisa bermanfaat untuk kesejahteraan masyarakat. Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) KLHK, Bambang Hendroyono menjelaskan, orientasi pemanfaatan hutan bukan hanya kayu. Tetapi juga pemanfaatan potensi kawasan lainnya seperti hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan

Untuk memastikan orientasi itu berjalan lancar, KLHK mengeluarkan kebijakan terobosan Perdirjen PHPL No. P.01/2020 tentang Tata Cara Permohonan, Penugasan dan Pelaksanaan Model Multiusaha Kehutanan bagi Pemegang IUPHHK pada Hutan Produksi.

KLIK INI:  Indonesia dan Inggris Resmi Bekerja Sama di Bidang Perkayuan

Karenanya, demi menjaga  produktivitas dan memulihkan ekonomi masyarakat menjadi prioritas utama  KLHK dalam merumuskan kebijakan, khususnya di tenga di tengah pandemi Covid-19 ini.

“Perdirjen P.01/2020 terbit untuk menjawab peluang dan tantangan, bagaimana areal izin di Hutan Produksi sekitar 30 juta Ha ini berkontribusi untuk mengatasi pelemahan ekonomi masyarakat karena pandemi Covid-19 dan di sisi lain memperkuat arus kas usaha,” ujar Bambang.

Pandemi jadi momentum tepat

Menurut Bambang pengembangan model multiusaha kehutanan saat ini, berada dalam momentum yang tepat di tengah pandemi Covid-19.  Terutama berkaitan dengan penyediaan kebutuhan pangan untuk mengantisipasi krisis pangan. Hal ini disebabkan adanya karantina wilayah (lockdown) di sejumlah negara. Hal itu menyebabkan distribusi terhambat, maupun karena pergerakan logistik dalam negeri yang melambat.

”Model multiusaha yang mengintegrasikan pemanfaatan hasil hutan kayu dengan hasil hutan bukan kayu berupa tanaman atau komoditas semusim, antara lain melalui pola agroforestry atau silvopastur, menjadi solusi efektif untuk antisipasi krisis pangan,” jelas Bambang.

Penerapan model multiusaha kehutanan selain memanfaatkan hutan produksi untuk kepentingan bisnis, juga dalam rangka untuk peningkatan produktivitas rakyat di dalam konsesi, guna mendukung pemulihan ekonomi nasional.

KLIK INI:  Mengintip Terobosan untuk Tingkatkan Produktivitas Hutan Produksi

Apalagi menurut La Taati (2019) sumber daya alam hutan, mempunyai peranan yang sangat penting untuk kelangsungan pembangunan dan kehidupan masyarakat. Hutan dapat memenuhi sebagian dari sekian banyak kebutuhan dasar manusia antara lain kebutuhan akan kayu, air, bahan makanan, bahan obat-obatan dan udara yang sehat. Hutan juga dapat di jadikan sebagai objek wisata, tempat berteduh, tempat tinggal satwa liar, dan sebagai tempat untuk mengadakan penelitian.

Untuk itu, Bambang berharap pemegang izin dapat memanfaatkan kebijakan tersebut secara optimal, karena melalui model penugasan, pemanfaatan hasil hutan dalam bentuk multiusaha, cukup dilakukan dengan mengajukan suplisi Rencana Kerja Usaha.

“Dengan penugasan model multiusaha, pemegang izin dapat menyiapkan perencanaan model bisnisnya lebih matang, sejalan dengan penyederhanaan perizinan yang sedang dibahas melalui RUU Cipta Kerja,” kata Bambang.

Multiusaha jadi solusi bisnis

Indroyono Soesilo selaku Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI),  menyampaikan apresiasi atas terbitnya Perdirjen PHPL No. 1 tahun 2020. Perdirjen ini merupakan langkah terobosan kebijakan penting di tengah melemahnya kinerja sektor usaha karena dampak Pandemi Covid-19.

“Model multiusaha kehutanan potensial menjadi solusi bisnis di tengah menurunnya ekspor produk kayu olahan semester I tahun 2020 sampai 5 % dibandingkan periode yang sama tahun 2019,” kata Indroyono.

KLIK INI:  Krisis Air Semakin Serius, Ini yang Mesti Dilakukan

Kebijakan itu merupakan bentuk pengejawantahan dan aktualisasi konsep konfigurasi bisnis baru kehutanan melalui pergeseran paradigma dari “timber management menuju forest management”, sebagaimana arahan Menteri LHK, Siti Nurbaya dalam pembukaan Rapat Kerja APHI tahun 2018.

Untuk menjalanakan aturan tersebut, APHI telah menyusun Road Map Pembangunan Hutan Produksi tahun 2019 sampai tahun 2045. Dalam Road Map ini tertuang rencana optimalisasi pemanfataan ruang izin usaha melalui multiusaha. Caranya dengan mengintegrasikan pemanfaatan hasil hutan kayu, pemantaatan kawasan, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan.

”Dengan konfigurasi ini, maka nilai ekspor hasil hutan yang pada tahun 2019 sebesar USD 11,64 Milyar, pada tahun 2045 akan mencapai USD 66,70 Milyar, atau naik hampir 6 kali lipat,” jelas Indroyono.

Untuk mencapai peningkatan nilai ekspor tersebut. Diperlukan dukungan prakondisi kebijakan. Perdirjen P.1/2020 menjadi langkah awal penting bagi pencapaian target Road Map APHI. Indroyono berharap, kebijakan multiusaha kehutanan dapat didorong dalam bentuk integrasi hulu hilir menjadi model agribisnis yang terpadu.

“Perlu dikembangkan skema agribisnis yang utuh. Meliputi rangkaian kegiatan budidaya, pengolahan hasil, penguatan kelembagaan masyarakat, pengembangan skema pendanaan dan perluasan pemasaran. Dengan model agribisnis terpadu, maka akan diperoleh peningkatan nilai tambah atas produk hasil hutan,” pungkas Indroyono.

KLIK INI:  Cegah Badak Sumatera Punah, KLHK Telah Susun Rencana Aksi Darurat