Begini Sanksi dari KLHK bagi Usaha PBPH yang Melanggar Aturan

oleh -363 kali dilihat
Menyelamatkan Hutan, Mewujudkan Sawit Berkelanjutan
Gambar hutan - Foto/dok. KLHK

Klikhijau.com – Hutan produksi saat ini banyak dimanfaatkan oleh pelaku usaha. Pemanfaatan ini harus patuh terhadap aturan yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Seperti diketahui untuk dapat beroperasi usaha pemanfaatan hutan produksi harus melewati tahapan perencanaan yang cukup detail.

Tahapan itu antara lain: survei potensi atau identifikasi potensi Hutan, penataan areal kerja Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) berdasarkan hasil survey/identifikasi/inventarisasi, menjadi kawasan lindung PBPH dan areal budidaya/produksi, dan penyusunan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH) berdasarkan hasil survey/identifikasi/inventarisasi tersebut.

Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK, Agus Justianto mengatakan RKUPH akan menjadi dasar penyusunan Rencana Kerja Tahunan Pemanfaatan Hutan (RKTPH).

Menurut Agus pengesahan RKTPH dilakukan secara resmi/officially oleh Kepala Dinas yang membidangi Kehutanan di Provinsi. Atau self approval bagi PBPH yang memiliki nilai kinerja baik.

Sementara itu PBPH sendiri disebut Agus bisa diterbitkan oleh Menteri LHK setelah melalui penyampaian beberapa persyaratan.

KLIK INI:  PT Mitra Hijau Asia Investasi Rp 200 Miliar Bangun Pabrik Pengelolaan Limbah B3 di Barru
Persyaratan PBPH

Adapun persyaratan PBPH antara lain: (1) Penyampaian persetujuan lingkungan yang diterbitkan oleh Gubernur dan Komisi AMDAL Daerah berupa UKL/UPL (untuk hutan lindung) atau AMDAL (untuk hutan produksi); (2) Pembuatan berita acara koordinat geografis areal yang dimohon; (3) Pertimbangan teknis/rekomendasi gubernur; (4) Pelunasan iuran PBPH; dan (5) Proposal teknis.

Sanksi pagi PBPH yang melanggar

Menurut Agus, ada sanksi berat kepada PBHP yang melanggar. Sanksi Administratif akan diberikan berupa denda administratif kepada PBPH, sebesar 10 (sepuluh) kali Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) terhadap kegiatan Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu tumbuh alami (Hutan alam).

Sanksi ini diberikan jika PBPH tidak melakukan pengukuran atau pengujian Hasil Hutan. Demikian pula jika pelaku usaha menebang pohon yang melebihi toleransi target sebesar 5% (lima persen) dari total target volume yang ditentukan dalam rencana kerja tahunan kecuali usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu budidaya tanaman.

Sanksi juga diberikan jika PBPH menebang pohon yang melebihi toleransi target sebesar 3% (tiga persen) dari volume per jenis kayu yang ditetapkan dalam RKTPH kecuali usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu budidaya tanaman; dan/atau tidak melaksanakan PUHH dengan benar.

KLIK INI:  Pelaku Tambang Ilegal di TAHURA Bukit Soeharto Dibekuk Gakkum KLHK

Sanksi Administratif lebih berat berupa denda administratif kepada PBPH sebesar 15 (lima belas) kali PSDH juga bisa dikenakan terhadap kegiatan Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu tumbuh alami (Hutan alam).

Sanksi ini diberikan jika menebang pohon sebelum rencana kerja tahunan disahkan. Begitu pula jika menebang pohon untuk pembuatan koridor sebelum ada persetujuan atau tidak sesuai dengan persetujuan pembuatan koridor; menebang pohon di bawah batas diameter yang diizinkan.

Sanksi diberikan pula jika menebang pohon di luar blok tebangan yang diizinkan. Demikian pula jika menebang pohon untuk pembuatan jalan bagi lintasan angkutan kayu di luar blok rencana kerja tahunan kecuali dengan persetujuan dari pejabat yang berwenang; dan/atau menebang pohon yang dilindungi kecuali dengan persetujuan dari pejabat yang berwenang.

Selanjutnya terkait dugaan ketidaksesuaian volume kayu pada data barcodenya dengan riilnya, maka jika dilihat secara proses seluruh Kayu Bulat hasil penebangan dilakukan Pengukuran dan Pengujian oleh GANISPH pengujian Kayu Bulat dari pihak perusahaan dan dicatat pada buku ukur sebagai dasar pembuatan Laporan Hasil Penebangan (LHP)-Kayu.

Kayu Bulat yang telah dilakukan Pengukuran dan Pengujian batang per batang dilakukan penandaan pada bontos dan/atau badan kayu menggunakan label ID quick response code. Barcode tersebut memuat informasi: PBPH, nomor izin, blok tebangan, jenis kayu, dan volume (panjang dan diameter log).

KLIK INI:  Pentingnya Komunikasi Antar Negara demi Cegah Perdagangan Satwa Liar

“Jika diketemukan data volume kayu yang tidak sesuai dengan data pada barcode, maka patut diduga perusahaan mencurangi proses pengukuran, sehingga LHP Kayu menjadi tidak sesuai riilnya, dan itu semua ada sanksinya bagi perusahaan. Jadi pernyataan Gubenur Kalimantan Tengah yang menyatakan KLHK seenaknya mengeluarkan izin HTI atas kasus penyegelan kayu PT HPL jelas salah alamat,” ungkap Agus lagi.

Senada dengan hal tersebut Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) KLHK, Ruandha Agung Sugardiman menyatakan jika KLHK sangat hati-hati dan dalam memberikan arahan untuk perizinan berusaha pemanfaatan hutan dan persetujuan penggunaan kawasan hutan, serta selalu mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah.

“Semua perizinan berusaha pemanfaatan dan persetujuan penggunaan kawasan hutan selalu diawali dengan rekomendasi Pemerintah Daerah atau Gubernur,” ujarnya.

Pentahapan pemberian izin tersebut ditujukan agar menguatkan unsur kehati-hatian pemerintah dalam memberikan akses pengelolaan hutan oleh korporasi.

Harapannya pemanfaatan dan pengusahaan hasil hutan kayu oleh korporasi tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokok hutan.

Sementara itu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, menegaskan bahwa KLHK secara tegas akan menindak pelaku kejahatan lingkungan, termasuk kejahatan penebangan kayu ilegal yang memicu kerusakan alam.

KLIK INI:  Aksi Perubahan Iklim Mustahil Tanpa Keadilan dan Partisipasi Publik yang Bermakna