Keran Kiamat: Polusi Plastik di Sungai Bulukumba

oleh -12 kali dilihat
Keran kiamat
Anjar S Masiga

Klikhijau.com — Keran Kiamat, sebuah karya instalasi yang ditampilkan dalam Festival 3 Sungai di Bulukumba, 28-29 Juni 2025, hadir sebagai seruan visual dan emosional atas kondisi darurat yang dihadapi sungai-sungai kita hari ini. Dengan memanfaatkan elemen-elemen sederhana seperti limbah kertas semen dan juga plastik. Instalasi ini menyampaikan pesan keras tentang bahaya polusi plastik yang perlahan namun pasti menggerogoti sumber kehidupan yakni air.

Karya ini merupakan hasil kolaborasi tim artistik Teater Kampong bersama anak-anak muda Bulukumba yang peduli terhadap isu lingkungan. Instalasi dibangun atas dasar keresahan kolektif, dan juga sebagai bentuk respons terhadap temuan ECOTON, yang mencatat bahwa sebanyak 88 persen sampah di wilayah Bulukumba tidak terkelola dengan baik atau tercecer.

“ini bentuk refleksi atas situasi kita sendiri. Kami tahu, kami pun bagian dari persoalan ini, turut menghasilkan sampah plastik. Maka kami mencoba memperpanjang usia pakainya dengan menjadikan mereka bagian dari karya yang bersuara,” jelas Akhmad Sidiq Fathana, perwakilan Teater Kampong.

Instalasi ini tidak sekadar mengolah material limbah, tetapi menyulapnya menjadi simbol krisis yang nyata. Plastik-plastik yang awalnya tampak sepele itu, dalam wujud karya ini, menjadi ancaman yang membayangi keberlangsungan hidup. Karya ini memperlihatkan bagaimana aliran sungai dapat berubah menjadi aliran malapetaka jika pencemaran terus dibiarkan.

KLIK INI:  Penyidik Gakkum KLHK Sulawesi Limpahkan Perkara Perusakan SM Komara ke Kejaksaan

Arianto Temba’, salah satu konseptor karya, menekankan bahwa Keran Kiamat merupakan metafora dari krisis air yang terus menghantui kehidupan masyarakat Bulukumba. Terutama pada tiga daerah aliran sungai (DAS) utama yakni Balantieng, Bijawang, dan Bialo.

“Kalau pencemaran ringan ini terus dibiarkan, kita sedang menuju kiamat air,” tegasnya.

Lebih dari sekadar karya visual, Keran Kiamat dipresentasikan secara teatrikal dalam bentuk pertunjukan yang diiringi narasi berjudul Duka Sungai dan Maccera Binanga, tulisan dan dibacakan Achmad Dharsyaf Pabottingi. Narasi ini memperdalam makna karya. Duka Sungai menggambarkan luka-luka yang disimpan peradaban air, sedangkan Maccera Binanga menceritakan nilai-nilai budaya lokal sebagai bentuk syukur dan penghormatan terhadap air oleh nelayan dan juga pelaut.

KLIK INI:  PIKOM IMM FISIP Unismuh Makassar Berbagi Masker dan Hand Sanitizer Gratis

Dua narasi ini menjahit benang merah antara sungai dan laut, mengingatkan bahwa krisis sungai adalah krisis laut juga. Narasi ini juga menegaskan bahwa ritual tak menjadi sakral jika keseharian kita membuang sampah di sungai atau di laut tak bisa kita hentikan.

Bahwa polusi plastik tidak berhenti di hulu, tapi mengalir sampai ke hilir, membawa serta ancaman yang lebih luas bagi ekosistem dan manusia.

Di tengah krisis yang kian nyata, Keran Kiamat mengajak masyarakat khususnya generasi muda untuk membangun kesadaran, melakukan aksi, dan bergerak bersama. Menjaga sungai hari ini bukan lagi sekadar pilihan, tapi bentuk konkret untuk menyelamatkan masa depan Bulukumba. (*)

KLIK INI:  ECOTON Bangun Gerakan 'Citizen Science' Bantu Jaga Sungai Balantieng