- Monolog Sebatang Pohon - 25/08/2024
- Membuang Sampah ke Kepala - 11/08/2024
- Menyelami Filsafat Lingkungan Hidup Bersama Dr. A. Sonny Keraf - 02/07/2024
Sebagai Akar
Sebuah puisi bangkit jadi pohon-pohon
Melepaskan diri dari pelukan dan retakan tanah
Ia sedang belajar merelakan hidupnya, menyerap segala polusi
Seperti embun meninggalkan dedaunan
Demi napas seorang anak kecil
Ada keinginan, bising dalam kepala jadi gemuruh hujan
Melantun jadi melodi alam, lagu yang tak ingin selesai
Mewartakan hutan, laut, udara jadi kuburan
Minggu pagi jalan pemuda ramai sekali
Para remaja sibuk mengingat jalan dan nama pahlawan
Dan nama-nama pohon yang telah ditebang, jadi perumahan para pejabat
Ada yang pernah kita lalui sebagai kita, sebagai akar yang menyerap air
Saat lalulintas belum tersendat
Di persimpangan jalan kesatria-tempat lenganmu melepaskan diri
Dari barisan dan sangsi-sangsi esok hari
Di taman makam pahlawan yang rimbun
Tempat yang diyakini semua petualangan harus berakhir
Ada epitaf menyusun diri sedemikian rupa
Aku berhenti jadi pelupa
Seluruh puisi di kepalaku menjadi batu
Di atasnya: tubuhmu memeluk jaraknya sendiri
Pohon-pohon sekarat, laut menghangat, udara menghitam. Kita sekarat dalam pelukan sendiri
2024
—
Membuang Sampah ke Kepala
Hujan reda
Kenangan masih deras di kepala
Juga kopi dan mimpi yang luput dari mata gunungmu
Kisah dari masa depan sibuk mencari alamat tujuan
Ke manakah sampah-sampah harus dibuang?
Ragu yang kusingkap dari dada sendiri
Terbuang–tumbuh menjadi perdu putri malu
Malu-malu bertanya, ke mana berumah pohon di pinggir jalan yang di tebang tengah malam itu
Keriangan masa lampau adalah rute seekor rayap
Terperangkap pada rak-rak bukuku
Jadi tanah, tempat segala asal bermula
Tempat kembali memulai
Aku tenggelam dalam punggung waktu
Jalan setapak peninggalan masa muda
Getir sampai ke ujung lidahku, sesaat ingatan akan adamu begitu ganjil
Hujan reda, dan semua bersorak
Sebelum banjir tiba membawa air mata
Sebelum sampah dibawa ke kepala
Seperti duka yang selalu meneriaki diri sendiri untuk tabah
Tanpa sekalipun memberi arah
Lalu ke manakah sampah harus dibuang
Kalau bukan ke dalam kepala?
2024
__
Hutan dan Tahun yang Panjang
Tak ada yang lebih gelisah dari pagi hari
Selain burung-burung yang kehilangan makanan
Ketakutan terlambat tiba dan kemacetan tak kunjung henti
Dan kau
Kau adalah suara yang membawa bising ke kepala
Membuat satwa terjaga larut malam
Kau berlalu-lalang dalam kepala jadi ilalang
Sesekali hilang tanpa aba-aba
Dan namamu jadi sarang laba-laba
Jalanan tiba-tiba menjadi lengang, untuk dadaku yang mencipta gesekan daun-daun kering di kemarau
Di sinilah aku sekarang
Menekuri hutan dan tahun panjang yang ditelan wabah
Berjuang senantiasa tabah
Tunggui gabah tiba di rumah
Seharusnya kunyalakan kembang api
Meski tidak untuk merayakan apa-apa
Selain keluh kesah karena gagal panen
Tunggulah tibaku depan pintumu
Di mana rindu berhenti berisik dan berbisik
Mengabarkan harga sembako melangit lagi
Sebab lengang dadaku merindu lapang pelukmu
Seperti ganjil yang ingin tergenapi
Seperti tanaman jagung menunggu hujan, halaman rumah yang berdoa tak dikunjungi banjir
2024