- Jawa Timur Menghadapi Krisis Air Bersih - 27/04/2025
- Agroekologi Sebagai Alternatif untuk Mengatasi ‘Climate Change’ - 30/11/2024
Klikhijau.com – Merujuk pada data ketersediaan air di Jawa Timur tahun 2022, yang tercatat memiliki luas wilayah seluas 47.922 km² dengan total ketersediaan air sebanyak 810,82 juta meter kubik per tahun. Dalam periode yang sama, standar kebutuhan air untuk satu orang ditetapkan sebesar 144 liter per hari, yang jika dikonversikan ke dalam satuan tahunan menjadi sekitar 51,84 meter kubik per orang per tahun.
Berdasarkan data tersebut, perhitungan daya dukung air di Jawa Timur menunjukkan bahwa ketersediaan air yang tersedia hanya mampu memenuhi kebutuhan sekitar 15,64 juta penduduk.
Padahal, pada tahun 2024 menurut data dari sensus BPS tahun 2020, mengatakan jika jumlah penduduk Jawa Timur mencapai 40,67 juta jiwa. Artinya, terdapat defisit akses air untuk sekitar 25 juta jiwa. Ini menunjukkan ketidakseimbangan yang signifikan antara ketersediaan dan kebutuhan air di wilayah tersebut.
Jika dilihat dari sudut pandang rata-rata, setiap penduduk Jawa Timur hanya mendapatkan sekitar 17,37 meter kubik air per tahun dari total ketersediaan yang ada. Jumlah ini jauh di bawah kebutuhan ideal sebesar 51,84 meter kubik per orang per tahun.
Dengan kata lain, rata-rata penduduk hanya mendapatkan sekitar 33% dari kebutuhan air minimal yang diperlukan untuk aktivitas sehari-hari, baik untuk konsumsi, sanitasi, maupun kebutuhan domestik lainnya.
Kelangkaan Air di Jawa Timur
Hasil penghitungan kuantitaif makro dengan menggunakan metode daya dukung dan daya tampung memperjelas jika Provinsi Jawa Timur mengalami kondisi defisit air yang serius, yang dapat dilekatkan dengan kondisi water scarcity. Water scarcity di sini merujuk pada situasi di mana tidak tersedia cukup air untuk memenuhi kebutuhan populasi atau wilayah tertentu.
Fenomena tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain pertumbuhan penduduk yang pesat, eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya air, pencemaran lingkungan, serta dampak perubahan iklim. Maka dalam konteks Jawa Timur, tiga komponen utama water scarcity yang perlu diperhatikan, yaitu:
- Availability (Ketersediaan): Meskipun terdapat sumber air yang cukup besar dalam skala absolut, jumlah tersebut terbukti tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk. Ketersediaan sumber daya air di Jawa Timur berada di bawah tekanan akibat penggunaan domestik, pertanian, dan industri yang terus meningkat. Di samping itu tata ruang yang amburadul, menyebabkan banyak alih fungsi seperti kawasan hutan, dan kawasan lindung mata air, sehingga banyak sumber mata air dalam kategori rusak dan mati.
- Quality (Kualitas): Tidak seluruh air yang tersedia dapat langsung digunakan. Masalah pencemaran air di beberapa sungai dan sumber air tanah memperparah kondisi kelangkaan air, karena air yang tercemar tidak layak untuk konsumsi atau penggunaan lainnya tanpa proses pengolahan yang mahal dan kompleks.
- Accessibility (Aksesibilitas): Selain persoalan ketersediaan dan kualitas, tantangan besar lainnya adalah aksesibilitas. Infrastruktur air di Jawa Timur belum sepenuhnya mampu mendistribusikan air secara merata, terutama ke daerah-daerah yang kesulitan akses air atau wilayah dengan pertumbuhan penduduk tinggi. Faktor ekonomi juga mempengaruhi: sebagian penduduk mungkin tidak mampu membayar biaya pengolahan atau distribusi air. Atau faktor ekologis: Di mana banyak penduduk yang tinggal jauh dari akses air atau minim sumber air.
Sebagai sebuah catatan tambahan, pada tahun 2024, sebanyak 27 kabupaten/kota di Jawa Timur mengalami kekeringan. Kekeringan ini tidak hanya menyebabkan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan air bersih tetapi juga berdampak serius pada sektor pertanian. Empat kabupaten, yaitu Jombang, Blitar, Lumajang, dan Pacitan, bahkan menetapkan status tanggap darurat kekeringan. Beberapa daerah lain dengan jumlah desa terdampak signifikan meliputi: Sampang, 102 desa; Pamekasan, 72 desa; Ponorogo, 3 desa; Trenggalek, 24 desa; Lamongan, 12 desa; Kabupaten Malang, 20 desa.
Yang Harus Dilakukan Pemerintah
Kondisi di atas menjadi sebuah penanda, bahwa Jawa Timur, kini berada dalam bayang-bayang krisis air. Sehingga tanpa intervensi yang tepat dan upaya yang berkemanjuan. Tekanan terhadap sumber daya air akan semakin besar, dan dampaknya dapat meluas ke sektor pertanian, industri, kesehatan masyarakat, serta ketahanan sosial-ekonomi secara keseluruhan.
Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah strategis untuk mengatasi persoalan tersebut. Langkah yang konkrit yakni pemerintah Provinsi Jawa Timur harus membuat kebijakan perlindungan kawasan mata air dan penyangganya. Lalu meningkatan konservasi dan efisiensi penggunaan air di semua sektor.
Langkah selanjutnya, perlu adanya pengembangan dan rehabilitasi infrastruktur air bersih, terutama pada daerah-daerah yang tidak memiliki akses terhadap sumber mata air. Pemerintah Jawa Timur perlu mengembangkan strategi pengelolaan sumber air alternatif seperti pemanenan air hujan dan daur ulang air limbah, hal ini dapat berkolaborasi dengan universitas di Jawa Timur.
Kemudian perlu adanya pengawasan dan penegakan hukum terkait pencemaran air, alih fungsi kawasan mata air serta kawasan lindung. Terakhir yang tak kalah penting adalah melakukan edukasi kepada masyarakat untuk membangun kesadaran tentang pentingnya konservasi air.
Saran-saran tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan, guna menyelamatkan kehidupan masyarakat Jawa Timur yang tengah menghadapi krisis air. Serta sebagai upaya untuk memastikan bahwa hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dapat terpenuhi.