350 Indonesia Desak RUU EBT Fokus Atur Energi Terbarukan

oleh -61 kali dilihat
350 Indonesia Desak RUU EBT Fokus Atur Energi Terbarukan
Ilustrasi - Foto: Ist

Klikhijau.com – Organisasi 350 Indonesia mendesak agar Rancangan Undang-undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBT) lebih fokus mengatur masalah energi terbarukan.

Hal itu disampaikan Suriadi Darmoko, Juru Kampanye 350 Indonesia dalam siaran persnya yang diterima Klikhijau (Kamis, 09/11).

“Alih-alih memperkuat kebijakan untuk transisi menuju energi terbarukan, pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) justru masuk dalam  jebakan pembahasan energi fosil, yang dalam RUU tersebut disebut sebagai energi baru,” ujar Suriadi Darmoko.

Menurut Suriadi Darmoko, pembahasan energi baru dalam RUU tersebut melenceng dari semangat pembentukan perundang-undangannya.

“Pertimbangan pembentukan undang-undang tersebut adalah upaya dan komitmen Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim akibat kenaikan suhu permukaan bumi yang diakibatkan penggunaan sumber energi fosil, baik batubara, minyak dan gas,” ujarnya.

KLIK INI:  Laju Deforestasi Indonesia Turun, Keanekaragaman Hayati Terlindungi

“Dengan pertimbangan tersebut seharusnya pengaruh batubara dan energi fosil lainnya dihapus dari rancangan undang-undang ini, sehingga RUU ini hanya mengatur Energi Terbarukan saja. Campur tangan industri energi batubara dan fosil lainnya di dalam RUU ini akan menghambat pemerintah melakukan transisi energi dan mencapai komitmen tersebut”.

Lebih jauh, menurut Suriadi Darmoko, berdasarkan Undang-Undang Energi nomor 30 tahun 2007, energi baru jika dipilah berdasarkan sumber energinya ada dua sumber yakni terbarukan dan tak terbarukan. Nah, dari sumber energinya, tidak ada pembeda sumbernya antara istilah energi dan energi baru.

“Perlukah istilah energi baru dalam perundang-undangan kita? Menurut saya tidak perlu. Karena jika dilihat lebih detail, istilah energi baru ini tak memiliki makna selain teknologinya baru. Sementara teknologi baru terus berkembang mengikuti zamannya yang suatu saat bukan teknologi baru lagi, bahkan teknologi untuk batubara cair, batubara tergaskan, gas metana batubara, nuklir dan hidrogen teknologinya sudah lama ada. Sehingga yang diklaim baru di dalam undang-undang tersebut bukanlah teknologi baru”, jelasnya.

Istilah energi baru ini, lanjut Suriadi Darmoko, juga bisa karena mencampuradukkan antara yang terbarukan dan tak terbarukan. Sumber energi seharusnya cukup dipilah berdasarkan sumbernya, apakah itu terbarukan atau tak terbarukan.

KLIK INI:  Keren, Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di Bekasi Siap Beroperasi

Dengan demikian, pengaturannya juga menjadi jelas, apakah peraturan ini ditujukan untuk energi terbarukan atau energi tak terbarukan.

“Narasi energi baru ini bagi kami hanya akal-akalan untuk memperpanjang umur energi fosil, khususnya batubara. Ini adalah peraturan terbaru yang akan mengatur bagaimana industri batubara ingin tetap berlanjut, dan RUU seperti dibuat untuk memfasilitasi keberlangsungan bisnis batubara yang bisnisnya dikuasai oleh politisi baik di lembaga eksekutif maupun legislatif. RUU EBT yang saat ini beredar tak lebih dari puzzle untuk melengkapi royalti 0% dari hilirisasi batubara yang telah diatur di Perppu Ciptaker,” ujarnya.

Menurut Suriadi, RUU EBT, yang fokus menjembatani keberlangsungan bisnis batubara justru mengabaikan bagian penting dari implementasi energi terbarukan, yakni pendanaannya.

Sebagaimana yang dimuat dalam Undang-Undang Energi nomor 30 tahun 2007, pengembangan dan pemanfaatan hasil penelitian tentang energi terbarukan dibiayai dari pendapatan negara yang berasal dari energi tak terbarukan, maka dengan momentum windfall profit dari industri batubara seharusnya dilihat sebagai salah satu peluang untuk dijadikan sumber pendanaan transisi energi di Indonesia. Sejalan dengan polluters pay principle (prinsip pencemar membayar).

KLIK INI:  Indonesia Loloskan 5 Resolusi di Sidang UNEA-4, Begini Uraiannya!

Industri batubara dan energi fosil lainnya, menurut Suriadi Darmoko, telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan menjadi sumber emisi karbon secara global menyebabkan  krisis iklim.

Prinsip tersebut juga yang dilihat sebagai dasar dari pendanaan besar-besaran untuk transisi energi melalui berbagai kesepakatan global termasuk JETP, yang Indonesia masuk di dalamnya.

“Maka inilah waktunya untuk menggunakan keuntungan finansial dari industri energi tak terbarukan untuk mendanai pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan. Sementara kita menggalang dana international besar-besaran untuk melakukan transisi energi, kebijakan yang dirancang Pemerintah justru memperkuat keberadaan industri batubara”.

Saat ini, lanjut Suriadi Darmoko, Indonesia juga sedang dalam pembahasan rencana investasi untuk JETP. Jika tepat waktu, masih tersisa waktu kurang lebih tiga bulan lagi sebelum implementasi JETP.

RUU EBT harusnya terbatas untuk mengatur Energi Terbarukan dan sehingga implementasi JETP memiliki payung hukum yang kuat agar implementasi JETP lebih tepat sasaran, untuk melakukan transisi dari energi fosil ke energi terbarukan.

“Sembari terus menuntut negara-negara maju, terutama Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa agar terus memenuhi tanggung jawabnya membayar kompensasi kerugian dan kerusakan parah yang dialami negara berkembang karena krisis iklim, Indonesia melalui pembuatan kebijakan dalam negerinya juga harus menunjukkan keseriusannya dalam melakukan transisi energinya”, ujar Suriadi.

Selain itu, menurut Suriadi, rancangan undang-undang memberikan perlindungan hukum bagi pembangkit listrik berbasis energi terbarukan di tingkat komunitas yang dikelola untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat di berbagai daerah.

“Rancangan Undang-Undang ini harusnya juga bisa memastikan pembangkit energi terbarukan yang saat telah dikelola masyarakat dapat diperkuat, skalanya dapat diperbesar dan ditularkan ke daerah lainnya untuk memenuhi kebutuhan dasar energinya. Daripada berkutat pada pembahasan yang menjembatani energi fosil melalui energi baru, sebaiknya dihapus dan pembahasannya diperkuat pada aspek energi terbarukan,” pungkasnya.

KLIK INI:  Ballo Tala Jeneponto akan Jadi Bahan Baku Bioetanol