PLTA Jadi Andalah Pertumbuhan Energi Terbarukan

oleh -86 kali dilihat
PLTA Jadi Andalah Pertumbuhan Energi Terbarukan
Sungai merupakan andalan untuk PLTA-foto/ist

Klikhijau.com – Hingga 10 tahun ke depan energi air masih menjadi andalan dan motor untuk pertumbuhan energi terbarukan di Indonesia. Apalagi Indonesia memiliki banyak aliran sungai. Karena itu, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) akan menjadi tulang punggung untuk Indonesia transisi dari energi fosil ke energi terbarukan.

Dalam wawancara khusus dengan Perspektif Baru, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM, Chrisnawan Anditya mengatakan, PLTA  menjadi tulang punggung pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) untuk saat ini hingga 10 tahun ke depan.

“Ini berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021 – 2030 yang baru disahkan,” kata dia.

Berdasarkan RUPTL 2021-2030, kapasitas pembangkit EBT akan ditambah hingga 20.923 MW. Kapasitas ini terbagi pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA/MH) mencapai 10.391 MW, PLTB 597 MW, PLT Bio 590 MW, PLTP 3.355 MW, PLTS 4.680 MW, PLT EBT Base 1.010 MW, dan battery energy storage system (BESS) 300 MW.

KLIK INI:  Tentang Negara G7 dan Cara Mengakhiri Penggunaan Energi Fosil

Chrisnawan juga menuturkan, potensi energi air di Indonesia mencapai 94 GW, sedangkan pemanfaatannya baru mencapai 6,2 GW. Karena itu, pemerintah mendorong pembangunan PLTA di beberapa lokasi, seperti PLTA Poso yang akan berfungsi sebagai peaker.  Kapasitasnya mencapai 515 MW, PLTA Batang Toru di Tapanuli Selatan. Kapasitasnya 510 MW, dan PLTA upper Cisokan pumped storage sebesar 1000 MW.

Sebagai upaya transisi dari fosil ke energi terbarukan tersebut, pemerintah menerapkan beberapa kebijakan hijau untuk mengurangi energi fosil. Beberapa hal yang dicanangkan pemerintah antara lain penerapan pajak dan perdagangan karbon, kemudian co firing PLTU dengan EBT.

Mendorong carbon capture and storage

Selain itu, pemerintah mendorong kendaraan listrik di sektor transportasi, dan memanfaatkan carbon capture and storage.

Proses transisi menuju EBT akan dilakukan secara bertahap dan hati-hati untuk menghindari terjadinya krisis energi seperti di Tiongkok, Inggris, dan beberapa negara di dunia.

Menurut Ketua Yayasan Perspektif Baru Hayat Mansur, kebijakan transisi energi fosil ke energi terbarukan perlu dukungan semua pihak karena pemerintah tidak akan mampu melakukan ini sendiri.

“Kita harus mampu melakukan transisi energi karena peningkatan porsi energi terbarukan sangat penting untuk pengurangan emisi karbon, selain ketahanan dan kemandirian energi,” kata Hayat Mansur.

KLIK INI:  Ballo Tala Jeneponto akan Jadi Bahan Baku Bioetanol

Dampak penggunaan EBT dalam mengurangi emisi sangat besar. Menurut perhitungan, satu megawatt dari pembangkit EBT mampu  mengurangi karbon sebesar 483 ton CO2

Contohnya, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru. PLTA ini berkapasitas 510 MW di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Khusus diatur untuk berkontribusi pada pengurangan emisi karbon sekitar 1,6 juta ton per tahun. Itu setara dengan kemampuan 12 juta pohon menyerap karbon.

Jadi, pemanfaatan pembangkit listrik dari energi terbarukan seperti PLTA mampu mengurangi emisi karbon sangat signifikan. Ini sangat penting untuk upaya mitigasi perubahan iklim.

Berdasarkan Persetujuan Paris pada 2015, semua negara harus menurunkan emisi karbonnya termasuk di sektor energi untuk menjaga menjaga ambang batas suhu bumi di bawah dua derajat Celcius dan berupaya menekan hingga 1.5 derajat Celcius di atas suhu bumi pada masa pra-industri*

KLIK INI:  Cuaca Panas Bikin Daun Tanaman Lidah Mertua Layu? Ini Solusinya!