Gowa, Klikhijau.com – Anak-anak di desa migrasi ke kota mengenyam pendidikan lanjutan. Desa terutama di pedalaman hanya dijadikan rumah kenangan untuk pulang kampung.
Padahal, apa kurangnya di desa? Harmoni alam semesta ada di desa dengan segala kesederhanaan dan otentitasnya.
“Selalu saya bermimpi ada sebuah sekolah di desa yang alumninya adalah anak-anak yang berkarakter. Punya mental kuat, berjiwa petarung dan bertanggungjawab,” kata Labbiri mengulang imajinasinya dahulu.
Labbiri (36), seorang guru Bahasa Indonesia di sebuah sekolah negeri di Parigi Kabupaten Gowa. Wilayahnya tak jauh dari Malino, kota wisata yang elok.
Berkat ide dan imajinya bersama koleganya, ia mendirikan sekolah alam. Sebuah sekolah yang menempatkan alam semesta sebagai objek pengetahuan dan spiritualitas.
Prinsip dasar sekolah alam Bawakaraeng
Sekolah alam itu diberi nama Ulil Albab Bawakaraeng. Kepada Klikhijau.com, Labbiri mengutarakan tiga prinsip dasar dari sekolahnya yakni landasan syar’i, sosiokultural, dan landasan filosofis.
Pertama, landasan syar’i merujuk pada Q.S. Ali Imran ayat 190 yang artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal”.
Kedua, landasan sosiokultural, sekolah ini didirikan untuk merespon kondisi sosial masyarakat yang cenderung mengikuti gaya hidup materialis, hedonis dan permisif.
Perilaku sosial demikian, ditengarai akan mengikis nilai-nilai kebajikan universal dan cenderung memudarkan nilai-nilai kearifan lokal seperti budaya sipakatau, sipakainga, sipakalabbiri, sipasiriki sipappaccei.
Ketiga, landasan filosofisnya, Ulil Albab Bawakaraeng merupakan kombinasi antara ilmu agama dan budaya lokal (local wisdom).
Ulil albab bermakna insan-insan pemikir, cendekia (Tupanrita) yang diharapkan sebagai pelopor dan penggerak perubahan ke arah lebih baik dan bermakna.
Bawakaraeng adalah nama gunung, dimana di kaki gunung inilah sekolah ini dibangun.
Sekadar informasi, kawasan sekolah ini salah satu titik yang pernah terdampak longsoran kaldera gunung Bawakaraeng 2004 silam, tepatnya di Desa Manimbahoi, Kecamatan Parigi, Kabupaten Gowa.
Sementara tafsiran budaya Bawakaraeng, bawa:mulut, Karaeng: Tuan/Raja.
Secara kontekstual bermakna berarti mulut yang senantiasa melontarkan petuah-petuah atau nasihat yang bijak, berharga, dan bermakna yang sumbernya digali dari Kitabullah dan hadist Rasulullah SAW.
Sekolah Alam Bawakaraeng ini berupaya mengembangkan konsep pendidikan bagi semua dan belajar dari semua (semua makhluk di alam semesta).
Dalam konsep pendidikan Sekolah Alam Bawakaraeng, alam berfungsi antara lain: alam sebagai ruang belajar; alam sebagai media dan bahan ajar; dan alam sebagai objek pembelajaran.
Menariknya, sekolah ini juga mengembangkan kemampuan berwirausaha siswa dengan pemanfaatan potensi alam dan potensi lokal yang tersedia.
Setidaknya, mengajak anak-anak di desa membuka jendela dan melihat kekayaan potensi di sekitarnya.
Mereka bisa berdaya secara ekonomi dan budaya tanpa melulu harus mengepung kota.
“Siapa tahu kelak, orang-orang di kota akan berbondong ke desa. Menuntut ilmu di sekolah alam ini misalnya,” kata Labbiri.