​Ada Apa Dibalik Terputusnya Kerjasama REDD+ Indonesia dengan Norwegia?

oleh -233 kali dilihat
​Ada Apa Dibalik Terputusnya Kerjasama REDD+ Indonesia dengan Norwegia?
Redd+/Foto-Ditjenppi.menlhk.go.id

Klikhijau.com – Sebuah berita mengejutkan muncul pertama kali dari laman resmi Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), isinya tentang pemutusan kerjasama antara Indonesia dan Norwegia.

Dikatakan bahwa Pemerintah Indonesia kemudian mengakhiri Pernyataan Kehendak (Letter of Intent/LoI) antara Indonesia dan Norwegia tentang Kerja Sama Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (Reducing Greenhouse Gas Emissions from Deforestation and, Forest Degradation/REDD+), terhitung mulai tanggal 10 September 2021.

Keputusan pemutusan kerjasama LoI REDD+ ini disampaikan secara resmi melalui Nota Diplomatik, sesuai ketentuan Pasal XIII LoI REDD+, kepada Kedutaan Besar Kerajaan Norwegia.

​Keputusan ini diambil Pemerintah pasca konsultasi intensif. Adapun pertimbangan utamanya adalah tidak adanya kemajuan konkret dalam implementasi kewajiban Norwegia dalam mewujudkan pembayaran Result Based Payment (RBP) atas realisasi pengurangan emisi Indonesia sebesar 11,2 juta ton CO2eq  pada tahun 2016/2017, yang telah diverifikasi oleh lembaga internasional.

Dari laman resmi Kemenlu disebutkan bahwa pemutusan kerjasama ini tidak akan berpengaruh sama sekali terhadap komitmen Indonesia bagi pemenuhan  target pengurangan emisi.

KLIK INI:  Jadi Masalah Serius, Indonesia Berkomitmen Hapus Merkuri

Sejauh ini, Indonesia telah menunjukkan suatu kemajuan signifikan dalam memenuhi kewajiban Perjanjian Paris (Paris Agreement) yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia, termasuk merealisasikan sasaran pembangunan berkelanjutan (SDGs).

Capaian Pemerintah Indonesia antara lain dapat dilihat dari laju deforestrasi yang menurun selama 20 tahun yang dicapai dalam tahun 2020. Termasuk prestasi Indonesia dalam penurunan signifikan luasan kebakaran hutan di Indonesia.

Janji yang tak terelisasi

Indonesia dianggap berhasil menekan laju deforestasi dan kerusakan hutan. Atas capaian inilah pemerintah Norwegia menjanjikan pada Indonesia pembayaran atas kerja progresif penurunan emisi GRK senilai 56 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp840 miliar.

Padahal, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya pada Mei lalu telah menyebut bahwa pembayaran dari Norwegia akan direalisasikan pada bulan Juni. Momen ini kebetulan bertepatan dengan 10 tahun kerjasama kedua negara perihal komitmen pendanaan iklim melalui komitmen nota kesepakatan (letter of intent/LOI) pada 2010.

KLIK INI:  Post 2020 GBF dan Arti Pentingnya bagi Indonesia

”Diproyeksikan bulan Juni 2020 dana tersebut dibayarkan dengan skema Result Based Payment (RBP). Ini merupakan pembayaran pertama kalinya atas prestasi penurunan emisi karbon dari kehutanan tahun 2016/2017,” kata Menteri Siti Dilansir dari Voi.id (19/9/2021).

Siti menegaskan penurunan emisi GRK Indonesia tahun 2016/2017 dilaporkan sebesar 4,8 juta ton CO2eq. Pengajuan resmi dilakukan pada Juni 2019 untuk RBP pertama dari REDD+, dan selanjutnya dilakukan verifikasi sesuai ketentuan MRV.

Setelah verifikasi oleh pihak Norwegia pada 1 November 2019 hingga Maret 2020, penurunan emisi tahun 2016/2017 adalah sebesar 11,2 juta ton CO2eq, yang dinilai lebih tinggi dari laporan semula sebesar 4,8 juta ton CO2eq.

Adapun harga per ton CO2eq sebesar 5 dolar AS. Besaran ini mengacu pada harga yang berlaku di World Bank tentang REDD+.

KLIK INI:  ProKlim, Upaya Unggulan KLHK Hadapi Perubahan Iklim