Perhutanan Sosial, Definisi, Skema dan Perkembangannya di Indonesia

oleh -1,537 kali dilihat
Perhutanan Sosial, Definisi, Skema dan Perkembangannya di Indonesia
Kawasan Hutan Adat Kajang

Klikhijau.com – Perhutanan sosial merupakan program khusus dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam mendorong kesejahteraan masyarakat yang berdomisili di sekitar kawasan hutan.

Kebijakan hutan sosial dibuat pemerintah sebagai koreksi dari kebijakan yang selama ini dianggap hanya berpihak pada korporat.

KLHK mencoba menjadikan program ini sebagai upaya mendorong terbangunnya kesetaraan dalam pengelolaan sumber daya hutan melalui pemberian akses kepada masyarakat dan pengakuan masyarakat adat dalam pengelolaan hutan.

Skema perhutanan sosial

Ada lima skema perhutanan sosial yang digunakan antara lain Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Taman Rakyat (HTR), Hutan Adat (HA), dan Kemitraan Kehutanan (KK). Seperti diketahui, masyarakat dapat mengajukan izin kepada pemerintah untuk mengolah hutan dengan skema yang sesuai dengan kondisi setempat.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah  Nasional (RPJMN) periode 2015-2019 menetapkan target sebesar 12,7 juta ha kawasan hutan untuk dikeluarkan Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS).

KLIK INI:  Menteri Siti Tegaskan Komitmen Tanggulangi Polusi Plastik di Forum Internasional

Data saat ini menunjukkan terdapat 25.863 desa di sekitar kawasan hutan, yang terdiri dari 9,2 juta rumah tangga, dan 1,7 juta diantaranya masuk dalam kategori keluarga miskin (Wiratno, 2017 dalam KLHK). Pemberian akses pengelolaan hutan pada masyarakat diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa.

Menurut Menteri LHK, Siti Nurbaya (Dalam Orasi Ilmiahnya, 2019), kebijakan perhutanan sosial merupakan program utuh dan dilakukan dengan koreksi secara fundamental antara lain:

Pertama, akses aset untuk masyarakat atau KK Tani Hutan dapat produktif.

Kedua, memberikan kesempatan usaha dengan fasilitasi dukungan seperti KUR, bibit atau benih, sarana usaha tani dan peralatan pasca panen.

Ketiga, fasilitasi kerjasama (jaringan kerjasama) dengan dunia usaha, model offtaker.

KLIK INI:  Gakkum LHK, Bongkar Penggunaan Dokumen SKSHH Palsu dan SKSHH Terbang

Keempat, pelatihan dan penyuluhan untuk mencapai pola manajemen usaha tani rakyat adat mendekati dan sekelas manajemen korporat.

Kelima, secara bertahap dalam cluster komoditas usaha tani membentuk pusat-pusat ekonomi domestik.

Dampak ekonomi dan sosialnya

Pada akhir Desember 2018 lalu, realisasi Perhutanan Sosial tercatat seluas 2,5 juta ha bagi 592.438 KK, dalam 5.393 Kelompok Tani di 305 Kabupaten. Pada periode sebelumnya yakni 2007 hingga 2014 seluas 0,46 juta ha (dalam konsep pemberdayaan saja), sedangkan periode 2015-2018 (dengan konsepsi utuh keadilan ekonomi masyarakat), telah direalisasikan seluas 2 juta ha.

Pemerintah memberikan pendampingan dan penguatan khusus pada kelompok, pengelolaan kawasan dan usaha dengan memberi akses modal, pasar dan teknologi. Ada sekitar 221 kelompok tani hutan dengan jumlah KK sebanyak 46.411 KK.

Adapun komoditas usaha yang dikembangkan untuk hutan sosial di sejumlah wilayah antara lain: madu, kopi, kepiting, udang, arang tempurung kelapa, ternak dan lainnya. Selain itu, ada pula kelompok tani hutan yang mengembangkan usaha ekowisata dan jasa lingkungan lainnya.

Dengan akses pengelolaan secara inklusif tersebut, program perhutanan sosial telah memberikan dampak kepada masyarakat. Diantaranya yang paling mendasar adalah masyarakat semakin respek pada ekologi dan disiplin pada aturan. Masyarakat juga semakin sejahtera dengan akses pengelolaan hutan.

KLIK INI:  Peringati HPSN 2020, Kampanye Pengendalian Plastik Diserukan di Makassar

Tercatat pendapatan petani yang bergerak di Hutan Kemasyarakatan (HKm) berada antara Rp 1 juta hingga Rp 140 juta per ha perbulan. Secara umum, pendapatan warga berada pad interval Rp 1 – 20 juta pertahun yaitu sebesar 53,5 persen.

Rata-rata pendapatan petani HKm adalah Rp 28.340.742 per tahun atau Rp 2,36 juta per KK setiap bulannya atau Rp 720.000/bulan/kapita. Angka ini dinyatakan telah di atas angka garis kemiskinan.

Menteri LHK Siti Nurbaya mencotohkan keberhasilan perhutanan sosial dalam peningkatan ekonomi masyarakat seperti di HKm Kaliburu Yogyakarta. Berkat kondisi alam Kaliburu yang memang eksotik, masyarakat setempat menjadikannya sebagai kawasan ekowisata andalan di Yogyakarta.

Pada tahun 2017 misalnya, rata-rata pengunjung di sana mencapai lebih kurang 600 orang/hari. Bahkan di hari-hari libur bisa mencapai 6000 orang/hari. Kegiatan ekowisata di Kaliburu telah menyerap sekitar 238 tenaga kerja sehingga secara otomatis telah berdampak pada meningkatkatnya taraf pendapatan masyarakat.

Belajar dari Kaliburu, dengan konsep HKm, masyarakat dikawasan hutan terus bertumbuh dengan tanggungjawab tinggi mengelola hutan. Terbangun kesadaran kuat dalam menjaga kelestarian hutan karena mereka menyadari pentingnya keberlanjutan.

Di samping itu, pengelolaan HKm juga dapat menurunkan angka kriminalitas karena masyarakat sudah memiliki penghasilan dari aktivitas agroforestry. Masyarakat juga semakin disipilin dan tidak berani mengambil dan mengeksploitasi hutan secara sembarangan.

KLIK INI:  Universitas Pakuan Kaji Daya Dukung Pangan dan Lingkungan Berbasis Lahan Sawah di Purwakarta