YKAN Dorong Kolaborasi Multipihak untuk Wujudkan Kelestarian Laut Berkelanjutan

oleh -10 kali dilihat
YKAN Dorong Kolaborasi Multipihak untuk Wujudkan Kelestarian Laut Berkelanjutan
Konsultasi Publik Lingga_foto YKAN

Klikhijau.com – Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP)  bersama Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) menggelar rangkaian konsultasi publik pertama di Kabupaten Lingga pada 22–29 September 2025.

Konsultasi publik ini menjadi langkah penting dalam proses penetapan Kawasan Konservasi Lingga dan Batam yang diharapkan mampu memperkuat perlindungan ekosistem laut sekaligus mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Konsultasi publik dilaksanakan oleh tim Kelompok Kerja (Pokja) Zonasi bersama para pemangku kepentingan di 32 desa pesisir calon kawasan konservasi di Kabupaten Lingga dan Batam. Forum ini menjadi ruang partisipasi aktif bagi masyarakat lokal, nelayan, tokoh adat, tokoh perempuan, hingga pemerintah desa untuk menyampaikan masukan dan rekomendasi terhadap rancangan rencana zonasi yang tengah disusun.

Kepala DKP Provinsi Kepulauan Riau, Said Sudrajad, menyampaikan dalam konsultasi teknis kepada tim Pokja Zonasi, bahwa keberhasilan kawasan konservasi hanya mungkin terwujud melalui keterlibatan masyarakat sejak awal.

“Konsultasi publik ini adalah wujud komitmen agar dokumen zonasi tidak hanya kuat secara teknis, tetapi juga sesuai dengan kondisi sosial-budaya. Kawasan konservasi bukan hanya melindungi laut, tetapi juga menjamin sumber daya tetap berkelanjutan untuk mendukung ketahanan pangan dan ekonomi pesisir,” ujarnya.

KLIK INI:  ​Ada Apa Dibalik Terputusnya Kerjasama REDD+ Indonesia dengan Norwegia?

Dalam perancangan kawasan konservasi perairan, diperlukan basis data yang kuat. Hal itu ditekankan oleh Kepala Bidang Kelautan, Konservasi dan Pengawasan, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, Raja Taufik Zulfikar.

“Rancangan zonasi perlu mengacu pada data biofisik serta sosial, ekonomi, dan budaya yang akurat, agar bisa tercapai tujuan dan sasaran dari kawasan konservasi tersebut. Dengan pendekatan berbasis data yang baik, kawasan konservasi tidak hanya menjaga keanekaragaman hayati, tetapi juga bisa menyelaraskan berbagai aktivitas pemanfaatan di dalam kawasan seperti penangkapan ikan dan budidaya yang ramah lingkungan, pariwisata, dan alur pelayaran,” jelasnya.

Harapan serupa datang dari masyarakat pesisir. Kepala Desa Penaah, Mariana, menyampaikan bahwa program ini menjawab kebutuhan nelayan.

“Kami menyambut baik adanya program ini. Nelayan hidupnya bergantung pada laut. Kalau terumbu karang, lamun, dan mangrove rusak, hasil tangkapan menurun, dan kami langsung merasakan dampaknya. Dengan adanya kawasan konservasi, kami berharap laut tetap memberi manfaat, bukan hanya bagi kami sekarang, tapi juga untuk anak cucu di masa depan,” katanya.

KLIK INI:  Demi Wujudkan Mudik Asyik Tanpa Plastik, KLHK Surati Pemda se Indonesia

Mendorong Kawasan Konservasi Berbasis Ekonomi Biru

Konsultasi publik yang digelar di Kepulauan Riau merupakan bagian dari inisiatif Koralestari. Program Koralestari sendiri merupakan kolaborasi YKAN dengan mitra, didukung pendanaan Global Fund for Coral Reef (GFCR). Inisiatif ini menargetkan tiga wilayah prioritas di Indonesia: Berau (Kalimantan Timur), Laut Sawu (Nusa Tenggara Timur), dan Lingga (Kepulauan Riau).

Program ini hadir untuk menjawab tantangan terhadap terumbu karang yang kian terancam akibat penangkapan ikan destruktif, pembangunan pesisir yang tidak berkelanjutan, pencemaran, perubahan iklim, hingga spesies invasif.

Manajer Senior Perlindungan Laut YKAN, Yusuf Fajariyanto, menjelaskan bahwa program Koralestari bertujuan untuk melindungi terumbu karang melalui dukungan pada ekonomi biru, seperti usaha perikanan berkelanjutan dan pariwisata bahari, yang memberi dampak langsung bagi masyarakat lokal.

“Kabupaten Lingga dipilih sebagai lokasi prioritas karena perairannya memiliki keanekaragaman hayati tinggi sekaligus menjadi sumber penghidupan utama bagi masyarakat pesisir. Melalui penetapan kawasan konservasi, YKAN bersama para mitra berharap dapat mendukung tata kelola sumber daya yang lebih baik, pengendalian potensi konflik pemanfaatan ruang laut, serta peluang investasi di sektor biru yang inklusif dan berkelanjutan,” jelas Yusuf.

KLIK INI:  Manggala Agni KLHK Bantu Korban Banjir di Gowa

Yusuf menambahkan bahwa sebagai dasar penyusunan zonasi, YKAN bersama DKP Provinsi Kepulauan Riau telah melakukan pemantauan kesehatan karang di perairan Lingga. Pada tahun 2024, pemantauan dengan metode manta tow dengan rute sepanjang 325 kilometer menunjukkan bahwa rata-rata tutupan terumbu karang 28 persen atau dalam kondisi sedang.

Namun, ancaman besar tetap ada, terutama dari praktik penangkapan ikan yang merusak, sedimentasi dari daratan, serta aktivitas wisata yang belum terkelola dengan baik.

Pemantauan lanjutan kesehatan terumbu karang menggunakan metode underwater photo transect untuk terumbu karang dan visual census untuk ikan karang pada bulan April–Mei 2025 memberikan kabar lebih baik. Rata-rata tutupan karang keras hidup meningkat menjadi 42 persen. Perbedaan hasil tutupan terumbu karang ini dikarenakan perbedaan kedetailan dari metode yang digunakan, antara manta tow yang lebih general dengan metode kesehatan terumbu karang yang lebih detail.

Sementara itu, Yusuf menerangkan, hasil survei pengumpulan data menggunakan metode pemetaan partisipatif menunjukkan bahwa perairan Lingga menjadi habitat bagi beragam jenis ikan karang, pari manta, hiu, duyung, paus, lumba-lumba, dan penyu.

Dengan metode ini juga dipetakan semua pemanfaatan yang ada di dalam kawasan seperti daerah penangkapan ikan masyarakat, budi daya, wisata, dan ancaman terhadap sumber daya seperti penangkapan ikan yang merusak, penebangan mangrove, tumpahan minyak, dan lainnya.

“Temuan ini memberi sinyal positif. Ekosistem laut Lingga masih memiliki potensi besar untuk dipulihkan dan dijaga. Dengan perlindungan yang tepat, terumbu karang bisa semakin sehat, biota laut tetap lestari, dan nelayan terus mendapatkan manfaat dari laut yang terjaga,” lanjut Yusuf.

Dalam kesempatan ini, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau juga menegaskan komitmennya untuk memperkuat kelembagaan pengelolaan kawasan konservasi perairan. Dengan dukungan YKAN, pemerintah daerah tengah mendorong penerapan sistem Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) untuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kawasan Konservasi Perairan Kepulauan Riau.

Sistem BLUD akan memberikan fleksibilitas bagi UPTD untuk mengelola pendapatan dari tarif jasa lingkungan maupun sumber lain tanpa harus melalui mekanisme APBD. Skema ini akan memperkuat pelayanan kepada masyarakat. Pendapatan dari kawasan konservasi bisa langsung digunakan untuk pengawasan, pengendalian zonasi, pendidikan lingkungan, hingga pengembangan pariwisata berkelanjutan.

Saat ini, luas kawasan konservasi perairan yang dikelola Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau mencapai 1,7 juta hektare. Dua kawasan telah resmi ditetapkan, yakni Taman Wisata Perairan Timur Pulau Bintan dan Taman Wisata Perairan Bintan II–Tambelan. Sementara itu, tiga kawasan lainnya masih dalam tahap pencadangan menuju penetapan, yaitu perairan Lingga, Batam, dan Natuna.

Konsultasi publik ini diharapkan menghasilkan kesepakatan bersama antara pemerintah, masyarakat, akademisi, dan mitra konservasi. Hasil pertemuan akan dituangkan dalam berita acara dan peta zonasi yang ditandatangani bersama, sebagai dasar menuju penetapan resmi Kawasan Konservasi Lingga dan Batam.

KLIK INI:  Pj Gubernur Minta Tingkatkan Pengendalian dan Pencegahan Karhutla di NTT