5 Dampak Kebisingan Terhadap Invertebrata Laut dan Ekosistem

oleh -27 kali dilihat
Misterius, Pantai di Inggris Diserbu Ribuan Kepiting Mati
Kepiting-foto/Pixabay

Klikhijau.com – Aktivitas manusia banyak mempengaruhi kerusakan lingkungan. Misalnya kebisingan yang disebabkan oleh manusia, khususnya di laut rupanya dapat merusak invertebrata laut.

Invertebrata sendiri merupakan hewan yang tidak memiliki tulang punggung antar ruas-ruas tulang belakang. Di laut hewan jenis ini banyak ditemukan.

Sayangnya ancaman yang mengintainya juga banyak, selain perubahan iklim, ancaman lain adalah kebisingan. Sebuah makalah yang   yang diterbitkan dalam jurnal  Frontiers in Marine Science berjudul Invertebrata Laut dan Kebisingan membuktikannya.

Para ilmuwan meninjau ratusan studi tentang dampak kebisingan pada invertebrata laut, misalnya epiting, moluska, cumi-cumi, udang, dan cacing.

KLIK INI:  6 Fakta Warga Makassar Belum Tahu Mitigasi Perubahan Iklim

Hasilnya cukup miris,  sebab kebisingan yang disebabkan oleh manusia merusak invertebrata dengan berbagai cara, mulai dari tingkat sel hingga seluruh ekosistem.

Dengan adanya temuan tersebut, maka tim internasional, termasuk Universitat Politècnica de Catalunya – BarcelonaTech (UPC) dan University of Exeter, menyerukan penelitian mendesak untuk menyelidiki dan mengurangi dampak ini.

“Banyak orang terkejut menemukan bahwa invertebrata bahkan dapat merasakan suara, tetapi sebenarnya suara sangat penting untuk kelangsungan hidup mereka,” kata penulis pertama Dr Marta Solé, dari UPC sebagaimana dinukil dari newswise.

Menurut Sole, meski cahaya tidak merambat dengan baik di dalam air, tetapi suara dapat menorobos ke dalam air dan invertebrata menggunakan suara dalam berbagai cara untuk beraktivitas.

“Aktivitas manusia  terutama perkapalan telah mengubah pemandangan laut dengan cepat, dan penelitian kami menyatukan bukti terbaru tentang dampak dari hal ini,” ungkapnya.

KLIK INI:  Mewaspadai 5 Penyakit Tanaman di Musim Hujan

Hewan invertebrata menurut studi terbaru memang sensitif terhadap suara, terutama melalui organ sensorik yang fungsi aslinya memungkinkan menjaga keseimbangan dalam kolom air dan merasakan gravitasi.

Invertebrata dapat mendeteksi suara di bawah air melalui tiga jenis sistem sensorik: reseptor “dangkal” di permukaan tubuhnya, reseptor “statokista” internal (setara dengan telinga), dan pelengkap “chordotonal” fleksibel yang merasakan getaran.

Invertebrata juga dapat menghasilkan suara  mulai dari batuk kerang hingga derit yang dibuat oleh lobster, udang karang, udang, dan kepiting, mungkin untuk mengusir predator.

Dr Sophie Nedelec , dari University of Exeter mengatakan, bahwa mereka menggarisbawahi bahwa hewan-hewan ini ada di lingkungan suara bawah air yang kaya.

“Kami sangat perlu mengetahui lebih banyak tentang dampak polusi suara terhadap hewan dan ekosistem ini. Mengingat kebisingan dapat memengaruhi invertebrata dari tingkat seluler hingga ekosistem. Kita perlu menyatukan keahlian interdisipliner untuk merangkul visi holistik dari masalah tersebut,” bebernya seperti dikutip dari newswise.

KLIK INI:  Kolaborasi, Kunci Rehabilitasi dan Restorasi Mangrove untuk Perubahan Iklim

Dia juga menyarankan bahwa mengingat banyaknya tekanan yang disebabkan oleh manusia. Tekanan lainnya adalah perubahan iklim dan perikanan. Karena itu, kita harus melakukan apa saja untuk membatasi kebisingan di bawah air.

Kapal dan perahu adalah sumber utama kebisingan laut, tetapi berbagai aktivitas lain termasuk pengeboran, pengerukan, dan sonar juga menyebabkan kebisingan.

Penambangan dasar laut di perairan internasional dapat diizinkan untuk pertama kalinya akhir tahun ini.  Studi baru-baru ini oleh para peneliti Exeter  menimbulkan kekhawatiran tentang dampak kebisingan terhadap satwa liar.

Dilansir dari newswise, studi tersebut menyoroti berbagai dampak kebisingan antropogenik (manusia) pada invertebrata, yakni:

  • Menunda penetasan dan perkembangan telur pada krustasea

Kebisingan  dapat menunda penetasan dan perkembangan telur pada krustasea, dan secara signifikan meningkatkan ketidaknormalan dan tingkat kematian di antara larva krustasea, bivalvia  (remis dan tiram) dan gastropoda (siput).

  • Menyebabkan cedera dan bahkan kematian

Suara frekuensi rendah dapat menyebabkan cedera dan bahkan kematian. Misalnya, penelitian menunjukkan bahwa suara dari ledakan bawah air dapat membunuh kepiting biru.

Setelah peningkatan jumlah cephalopoda, misalnya cumi-cumi dan gurita yang terdampar di pantai-pantai di Spanyol. Penelitian menunjukkan bahwa kebisingan telah merusak statokista (organ pendengaran yang membantu mereka bernavigasi).

  • Mempengaruhi perilaku

Kebisingan berdampak pada perilaku yang mencakup banyak spesies. Mereka menunjukkan reaksi “kaget” sebagai respons terhadap suara keras.

Paparan kebisingan jangka panjang juga memengaruhi perilaku. Misalnya, suara kapal  membatasi kemampuan kepiting pantai untuk mengubah warna  untuk menyamarkan diri.

  • Adanya perubahan fisiologis

Kebisingan juga telah ditemukan dapat menyebabkan perubahan fisiologi. Misalnya, sotong biasa Mediterania menunjukkan perubahan kandungan protein karena paparan suara. Ada   beberapa protein yang terpengaruh terkait dengan stres.

Dalam studi lain, paparan suara tingkat tinggi secara permanen menyebabkan penurunan yang signifikan dalam tingkat pertumbuhan dan reproduksi, peningkatan agresivitas dan tingkat kematian, dan penurunan asupan pakan udang.

  • Mengubah perilaku dan kesehatan predator

Perilaku dan Kesehatan predator juga dipengaruhi oleh kebisingan. Tidak hanya predator, tetapi juga dan mangsanya dalam jaring makanan yang kompleks. Kebisingan dapat memengaruhi seluruh ekosistem.

Untuk mengatasi masalah tersebut,  para peneliti mengatakan perlu  dilakukan lebih banyak penelitian untuk menyelidiki hal ini, untuk meminimalkan dampak kebisingan terhadap makhluk hidup, khususnya nvertebrata.

KLIK INI:  Tanaman Gambas, Alternatif Spons Cuci Piring yang Ramah Lingkungan