Mantan Menteri Lingkungan Hidup Bicara Soal Perubahan Iklim di Pascasarjana Unhas

oleh -403 kali dilihat
4 Langkah Percepat Aksi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Menurut Prof Rachmat Witoelar
Kuliah umum Sekolah Pascasarjana Unhas
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

Makassar, Klikhijau.com- Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin menyelenggarakan kuliah umum yang menghadirkan utusan khusus Presiden Republik Indonesia untuk Pengendalian Perubahan Iklim, Prof. Rachmat Witoelar, sebagai narsumber. Kuliah umum ini mengambil tema “Peran Universitas Dalam Mempercepat Aksi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim” berlangsung di Aula Prof Dr. Ir. Fachrudin, Gedung Sekolah Pascasarjana Unhas, Kamis 21 Februari 2019.

Kuliah umum ini diikuti puluhan dosen dan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Unhas. Acara tersebut dihadiri sekaligus dibuka oleh Dekan Sekolah Pascasarjana Unhas, Prof. Ir. Jamaluddin Jompa. Kuliah umum dipandu oleh Rijal Idrus, M.Sc., Ph.D., dosen Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelauatan.

Prof. Jamaluddin Jompa menyatakan rasa terima kasih atas kehadiran Prof Rachmat Witoelar. Menurutnya, kesempatan ini merupakan hal yang berharga bagi mahasiswa dan juga dosen Unhas untuk berdiskusi dengan mantan Menteri Lingkungan Hidup RI periode pertama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yodhoyono.

“Saya mengucapkan selamat pada peserta yang mengikuti kuliah ini karena climate change (perubahan iklim) merupakan masalah kita semua. Beberapa waktu lalu, suhu di bagian daerah Utara mencapai minus 50 derajat celcius, kemudian di bagian Selatan mencapai 40 derajat, malah 45 derajat. Fenomena ini tentu masalah yang besar bagi kita semua. Dan, kita akan berdiskusi tentang hal itu dengan ahlinya, Bapak Prof Rachmat Witoelar,” kata Prof Jamaluddin Jompa saat membuka acara.

KLIK INI: Akibat Perubahan Iklim, Beragam Tanaman Purba ini “Bangkit” Lagi seperti Zombie

Dalam sesi kuliah umumnya, Prof. Rachmat Witoelar menyatakan, mengutip Global Risk Assesmen 2019 dari World Economic Forum, upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim mengalami kegagalan. Hal itu ditandai dengan terjadinya peristiwa cuaca ekstrem, krisis pangan dan air, hilangnya keanekaragaman hayati, dan rusaknya ekosistem.

“Di Indonesia, selama bertahun-tahun, peristiwa bencana yang terjadi dominan bersifat hidro-meteorologi, seperti banjir; kekeringan; cuaca ekstrem; dan kebakaran lahan. Ini menyebabkan kerugian ekonomi yang tinggi, mengurangi kualitas hidup, dan merusak lingkungan,“ paparnya.

Dia menyatakan, persoalan tersebut merupakan akibat dari berbagai kegiatan manusia sendiri yang menimbulkan emisi gas rumah kaca, seperti penggunaan lahan, alih fungsi lahan, eksploitasi hutan, penggunaan energi dan transportasi berbahan fosil, aktivitas industri, manajemen sampah yang buruk, dan lainnya.

Dalam kuliahnya, Prof. Rachmat Witoelar mengungkapkan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mempercepat aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Pertama, mengembangkan data global dan sistem pemantauan yang kuat dan terintegrasi untuk memberikan informasi berbasis sains kepada para pembuat kebijakan. Kedua, meningkatkan kolaborasi antarnegara dan pemangku kepentingan dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Ketiga, melibatkan semua pihak (non-state actors) termasuk perguruan tinggi dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Terakhir, menciptakan dan memperluas enabling environment untuk inovasi dan langkah terobosan.

“Perubahan iklim adalah urusan semua orang. Karena itu, setiap orang harus melakukan aksi. Perubahan iklim tidak dapat ditangani oleh pemerintah saja,” katanya.

KLIK INI: Mencengangkan, di Negara Vladimir Putin, Asap Industri Batu Bara Menyulap Salju Jadi Hitam

Menyikapi fenomena perubahan iklim, menurut alumnus Institut Teknologi Bandung tersebut, peran perguruan tinggi sangat penting. Peran itu diperlukan dalam penelitian, penyediaan data, dan penyebarluasan informasi pada pengambil kebijakan dan masyarakat.

“Jadi, peran perguruan tinggi sudah bagus. Tetapi, lebih dituntut lagi karena tantangannya semakin besar. Saya harapkan perguruan tinggi, citvitas akademika, para pengajar dan mahasiswa betul-betul menekuni masalah ini. Di satu pihak untuk ilmunya, di lain pihak untuk memasyarakatkan karena ini perlu partisipasi masyarakat,” ujar Prof. Rachmat Witoelar.

Rachmat Witoelar berharap Unhas dapat memainkan peran yang strategis dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Sebab, Unhas memiliki sumber daya manusia yang kuat, dan program studi yang terkait dengan perubahan iklim.

“Karena itu, saya berbicara dengan Pak Dekan agar Unhas dijadikan hub, pusat daripada intelektual dan pengkajian mitigasi perubahan iklim di Indonesia Timur,” ungkapnya.

Kuliah umum tersebut diisi dengan sesi tanya jawab untuk berdiskusi secara langsung dengan narasumber. Sesi tersebut semakin memberikan pemahaman dan tambahan pengetahuan bagi peserta kuliah umum.

Kegiatan ilmiah di Sekolah Pascasarjana Unhas ini juga diharapkan bisa berkelanjutan dengan menghadirkan pembicara berbeda yang ahli dalam bidangnya.(rl)