Melihat Ancaman Serius di Balik Keindahan Kembang Api

oleh -225 kali dilihat
Tahun Baru, Kembang Api, dan Dampaknya Buruknya bagi Lingkungan
Kembang api-foto/Pixabay

Klikhijau.com – Keindahan kembang api yang mekar di langit. Tak perlu lagi diragukan. Sangat memesona. Namun, di balik pesonanya itu. Kembang api membawa ancaman serius bagi satwa, manusia, dan lingkungan.

Ragam warna disemburkan dari kembang api adalah hasil dari reaksi fisika dan kimiawi. Warna-warna itu berasal dari garam logam padat dan bahan-bahan peledak yang akan menghasilkan warna ketika dipanaskan pada suhu tertentu.

Lalu apa sih kembang api itu, dinukil dari waste4change kembang api merupakan misil piroteknik kecil yang meledak dengan cara yang sangat spesifik, yang kemudian menghasilkan bunyi ledakan keras bersama dengan letupan warna-warna mengesankan di udara.

Rupanya dari warna yang dihasilkan kembang api itu, tidaklah ramah lingkungan. Karenanya sebuah studi baru menyarankan agar kembang api harus diganti dengan drone yang lebih bersih dan pertunjukan sinar laser untuk mencegah dampak yang besar terhadap lingkungan dan kesehatan.

KLIK INI:  Ini 5 Alasan Mengapa Sumber Pangan Lokal lebih Ramah Lingkungan

Studi yang  yang dipimpin oleh Curtin University  mengungkapkan bahwa kembang api tetap populer secara global. Meskipun telah banyak bukti bahwa kembang api berdampak negatif terhadap satwa liar, hewan peliharaan, dan lingkungan.

Karena itu para peneliti menyarankan agar beralih  teknologi modern untuk kembang api tradisional – baik kembang api yang ‘ramah lingkungan’, maupun drone yang dapat digunakan kembali dan pertunjukan cahaya berbasis laser.

Ide tersebut menurut para peneliti akan memberikan alternatif yang lebih aman dan berpihak pada lingkungan, yang artinya dapat menghadirkan cara berkelanjutan untuk mempertahankan tradisi budaya tanpa melanggengkan dampak buruknya.

“Masa depan pertunjukan kembang api mungkin menggunakan alternatif yang lebih aman dan ramah lingkungan seperti drone, kembang api ramah lingkungan, atau laser panjang gelombang yang terlihat untuk pertunjukan cahaya,” ungkap peneliti seperti dikutip dari Earth.

KLIK INI:  Gerimis dan Bunga Pagoda yang Menggoda Troides Helena

Para peneliti juga mengungkapkan bahwa ada semakin banyak bukti bahwa acara komunitas ini dapat dikelola dengan cara yang berkelanjutan. Pertunjukan kembang api yang sudah ketinggalan zaman perlu diganti dengan pilihan yang lebih bersih yang tidak berbahaya bagi satwa liar dan lingkungan.”

Alasan beralih ke teknologi

Para peneliti  mencatat bahwa residu kembang api juga berkontribusi secara signifikan terhadap polusi kimia tanah, air, dan udara, yang berimplikasi pada kesehatan manusia dan juga hewan.

Kembang api juga  menghasilkan gelombang signifikan dari bahan yang sangat polutan yang juga berkontribusi secara signifikan terhadap polusi kimia tanah, air, dan udara, yang berimplikasi pada kesehatan manusia dan juga hewan.”

Untuk menyelidiki potensi bahaya yang disebabkan oleh pertunjukan kembang api, para peneliti meninjau efek ekologis dari perayaan Diwali di India, perayaan Empat Juli di seluruh Amerika Serikat, dan acara lainnya di Selandia Baru dan Eropa.

Tinjauan tersebut menegaskan bahwa kembang api mempengaruhi satwa liar dalam jangka panjang. Misalnya, para ahli menemukan bahwa singa laut di sepanjang garis pantai Chili telah mengubah musim kawinnya akibat kembang api tahun baru.

KLIK INI:  Sederet Tips Menjalani Sesi Penerbangan yang Lebih Berkelanjutan

Di California, pertunjukan kembang api bulan Juli dikaitkan dengan penurunan koloni burung kormoran Brandt. Selain itu, festival Spanyol telah dikaitkan dengan keberhasilan pemuliaan yang lebih rendah di antara burung pipit rumah.

“Kembang api menciptakan gangguan kebisingan dan cahaya jangka pendek yang menyebabkan tekanan pada hewan peliharaan yang mungkin dikelola sebelum atau setelah acara kembang api, namun dampaknya terhadap satwa liar bisa dalam skala yang jauh lebih besar,” kata Profesor Bill Bateman yang jadi penulis utama studi tersbut.

Studi yang diterbitkan dalam jurnal Pacific Conservation Biology itu juga menemukan bahwa dalam waktu tahunan dari beberapa peristiwa kembang api skala besar bertepatan dengan pergerakan migrasi atau reproduksi satwa liar, dan karena itu dapat memiliki efek populasi jangka panjang yang merugikan pada mereka.

Profesor Bateman mengatakan larangan kembang api pada periode sensitif untuk migrasi satwa liar atau periode kawin dapat membatasi dampak ekologis ini.

“Selain kuda, di mana ada beberapa bukti bahwa mereka dapat secara bertahap dibiasakan dengan kilatan cahaya, sangat sedikit yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak kebisingan yang mengganggu dari kembang api pada hewan dan satwa liar,” kata Profesor Bateman.

KLIK INI:  Tentang Peringatan Hari Hutan Indonesia dan Cara Atasi Asap Karhutla

Kenapa demikian, sebab pada komponen logam berbeda yang terkandung dalam kembang api akan memberikan warna yang berbeda pula. Logam  dan bahan peledak yang terkandung dalam kembang api akan mengalami perubahan kimiawi saat disatukan dengan oksigen atau pembakaran.

Dari reaksi kimia itulah akan melepas gas rumah kaca (GRK) seperti nitrogen, karbon dioksida, dan karbon monoksida.

Tidak terbakar habis

Ketika usai meledak, kembang api akan menyisakan  sampah komponen-komponen logam yang menjadi sumber warna warni dari kembang api yang tidak akan terbakar habis di udara.

Saat pertunjukan usai, warna-warni menghilang di langit, jangan mengira partikel logam juga habis, tak demikian adanya. Partikel logamnya masih ada dan jadi partikel aerosol. Partikel ini dapat mencemari lingkungan air, udara,  bahkan tanah.

Nah, saat partikel logam  terhirup atau tercerna, maka dapat menyebabkan reaksi jangka pendek maupun panjang, mulai dari diare, muntah-muntah, serangan asma, hingga penyakit yang lebih parah, di antaranya ginja, kardiotoksik, serta beberapa jenis penyakit kanker.

Pada tahun 2019 lalu, sebagaimana dilansir dari sustaination, ada sebuah sebuah studi di Amerika Serikat (AS). Studi itu  mengamati 300 titik di AS saat perayaan kemerdekaan negara tersebut.

KLIK INI:  Kisah Pengalaman Pertama Bertamu ke Hutan

Hasilnya, persentase partikel polutan meningkat tajam, yakni sebanyak 42%. Perayaan kemerdekaan AS sendiri memang selalu diwarnai dengan kembang api sebagai inti dari perayaannya.

Sementara itu, studi yang lakukan di Belanda menemukan perayaan tahun baru dapat menghasilkan konsentrasi partikel PM10 meningkat hingga 8 kali lipat. Itu jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan hari-hari normal.

Padahal partikel PM 2.5 dan pm 10 memiliki ukuran yang sangat kecil sehingga dengan muda bisa menyumbat dan mengganggu proses pernapasan manusia.

WHO pada  tahun 2012 lalu mengemukakan bahwa PM berkontribusi dalam 6.7%  kasus kematian. Selengkapnya baca di SINI

KLIK INI:  Ramah Lingkungan, 8 Produk Ini Bisa Bikin Rumah yang Eco-Friendly