Masa Depan Kopi Indonesia di Tengah Krisis Iklim?

oleh -20 kali dilihat
PT Selera Indah Perdana
Ilustrasi kopi - Foto/Pixabay

Klikhijau.com – Krisis iklim kini bukan lagi sekadar wacana, melainkan kenyataan yang tengah dihadapi dunia—dan industri kopi Indonesia tidak luput dari dampaknya.

Dalam webinar bertajuk “Kopi dan Tantangan Global Isu Perubahan Iklim” yang diselenggarakan oleh Klikhijau pada Senin 5 Mei 2025, Steve Ganiputra Hidayat—CEO PT Selera Indah Perdana—memaparkan dengan jelas bagaimana iklim yang terus berubah mengancam eksistensi kopi Indonesia, serta langkah-langkah konkret yang dapat diambil untuk menjawab tantangan ini.

Sejak abad ke-17, kopi telah menjadi denyut nadi ekonomi dan budaya Indonesia. Namun kini, lahan-lahan kopi menghadapi tekanan besar akibat naiknya suhu global, perubahan pola hujan, dan intensifikasi hama serta penyakit tanaman.

Berdasarkan data dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), suhu bumi yang meningkat lebih dari 2°C dapat membuat 60% wilayah penghasil kopi dunia menjadi tidak lagi layak tanam. Untuk Indonesia, yang merupakan negara tropis dengan lanskap pegunungan yang ideal bagi kopi Arabika, kondisi ini menjadi sangat krusial.

Steve Ganiputra Hidayat menjelaskan bahwa perubahan iklim bukan hanya memengaruhi kuantitas, tetapi juga kualitas biji kopi. “Suhu yang lebih panas mempercepat proses pematangan buah, dan ini menyebabkan penurunan kualitas rasa kopi. Hal ini berisiko menurunkan daya saing kopi kita di pasar global,” ujarnya.

KLIK INI:  Kekurangan Serangga Penyerbuk, Kopi dan Kakao Bisa Jadi Tinggal Kenangan

Mengembangkan Kopi yang Tahan Iklim

Dalam pemaparannya, Steve menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam menghadapi krisis ini. PT Selera Indah Perdana sebagai artisan coffee roaster mengambil peran aktif dalam membantu petani melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim.

Salah satu strateginya adalah bekerja langsung dengan petani dalam meningkatkan kualitas panen melalui praktik budidaya berkelanjutan serta mencatat proses pascapanen secara rinci agar kualitas rasa tetap konsisten.

“Di Indonesia, sayangnya kopi masih banyak diperlakukan sebagai komoditas mentah. Padahal, di balik secangkir kopi, ada kerja keras dan nilai budaya yang besar. Kami ingin mendorong transformasi dari kopi sebagai barang ekspor mentah menjadi produk jadi bernilai tinggi,” lanjutnya.

Transformasi ini tidak hanya memberi nilai tambah secara ekonomi, tetapi juga membuka jalan bagi sistem produksi yang lebih ramah lingkungan. Steve menyoroti pentingnya keterlibatan generasi muda dalam industri kopi, tidak hanya sebagai barista atau penikmat kopi, tetapi juga sebagai pelaku inovasi dan edukasi di lapangan.

Krisis Iklim adalah Krisis Sosial

Selain aspek produksi, webinar ini juga menggambarkan bagaimana krisis iklim membawa konsekuensi sosial bagi komunitas petani. Ketika panen gagal akibat iklim ekstrem, keluarga petani kehilangan penghasilan utama. Hal ini berdampak langsung pada ketahanan pangan, pendidikan anak, bahkan mendorong migrasi ke kota-kota besar.

KLIK INI:  Ayo, Kenali Sejumlah Akronim dan Jargon KTT Iklim COP27!

Irhyl R Makkatutu, redaktur senior Klikhijau sekaligus petani kopi, membagikan pengalamannya di lapangan. Ia menyampaikan bahwa masih banyak petani yang belum mendapat akses terhadap informasi dan teknologi adaptif.

“Padahal, mereka adalah garda terdepan. Kita tidak bisa bicara soal ketahanan kopi tanpa mendengarkan suara petani,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan bahwa kearifan lokal dalam merawat tanah dan tanaman harus diangkat kembali, bukan diabaikan. Di banyak daerah, petani secara turun-temurun telah menerapkan sistem agroforestry atau penanaman tumpangsari, yang ternyata sejalan dengan prinsip pertanian regeneratif yang kini digaungkan secara global.

Kolaborasi untuk masa epan kopi

Webinar ini menjadi ruang diskusi yang mempertemukan pelaku industri, komunitas lingkungan, akademisi, dan mahasiswa. Semuanya sepakat bahwa adaptasi terhadap perubahan iklim hanya bisa dilakukan melalui kerja sama lintas sektor.

Peran konsumen pun tak bisa dikesampingkan. Dengan memilih kopi yang bersertifikasi berkelanjutan atau membeli langsung dari petani dan roaster lokal, konsumen berkontribusi dalam menjaga kelangsungan ekosistem kopi Indonesia.

Krisis iklim mungkin sedang berlangsung, tetapi masa depan kopi Indonesia masih bisa diperjuangkan. Webinar ini menjadi bukti bahwa dari ruang digital, sebuah gerakan kesadaran bisa tumbuh. Dan seperti yang disampaikan Steve, kopi bukan hanya soal rasa—ia adalah kisah tentang ketahanan, tentang petani yang tak menyerah, dan tentang kita yang punya pilihan untuk peduli.

KLIK INI:  Secangkir Kopi yang Hutan