- Perihal Buncis dan Pengalaman Pertama Memanennya - 28/03/2024
- Bongo’, Meski Dibenci Tetap Memberi Banyak Manfaat - 26/03/2024
- Mikroplastik di Dada Ibu - 10/03/2024
Klikhijau.com – Kematian harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) semakin kerap terjadi. Apakah itu sebagai tanda jika dunia si belang akan berakhir?
Dokumen Strategi Rencana Aksi Konservasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2018, menyebut populasi satwa endemik Indonesia itu hanya tersisa sekitar 600 ekor.
Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan lembaga konservasi lingkungan hidup World Wildlife Fund, WWF secara berkala, memprediksi jumlah harimau Sumatera terus menurun.
Penyebab kematian harimau sumatera cukup beragam, namun lebih banyak karena campur tangan manusia. Ada yang terkenal jeratan dan bahkan ada yang sengaja diracun.
Pada bulan Mei 2020 lalu, seekor harimau sumatera ditemukan meregang nyawa di area konservasi Distrik Gelombang, Minas Barat, Kabupaten Siak. Kematiannya diduga karena perburuan liar.
Lalu pada bulan Juni 2020, harimau sumatera mati kembali ditemukan di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.
Penemuan itu tepatnya di Desa Ranto Panjang, Kecamatan Muara Batang Gadis. Kematiannya diduga karena diracun hingga meregang nyawa pada 10 Juni 2020.
Dan yang terbaru, pada hari Senin, 29 Juni 2020 harimau sumatera kembali ditemukan mati, tepatnya di Trumon Timur, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh.
Bangkainya, menurut Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Agus Arianto, ditemukan di perkebunan masyarakat.
“Harimau Sumatera tersebut ditemukan mati di perkebunan masyarakat pada Senin sekitar pukul 06.30 WIB. Lokasi penemuan di Kapa Seusak, Trumon Timur, Aceh Selatan,” kata Agus Arianto seperti dikutip dari BBC.
Hal yang mencemaskan adalah kasus konflik antara harimau sumatera dengan manusia cukup intens.
Pada periode Januari hingga Maret 2020 saja, BKSDA Aceh mencatat ada delapan kasus konflik harimau dan manusia
Angka itu dianggap tinggi, mengingat sepanjang tahun 2019 badan tersebut mencatat sembilan kasus.
Penyebab konflik itu diduga kuat karena habitat harimau sumatera semakin berkurang. Data dari Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh (HAkA), menyebutkan rata-rata 1.200 ha hutan di Aceh rusak setiap bulannya.
Itu artinya secara akumulatif, dalam tahun 2019 tercatat seluas 15.140 ha hutan beralih fungsi menjadi kelapa sawit dan lainnya. Ini tentu saja jadi sinyal buruk bagi keberlangsungan hidup harimau sumatera.
Perubahan kawasan hutan
Menurut Agus, masuknya harimau ke lokasi perkebunan lantaran adanya perubahan kawasan hutan alam menjadi area hutan produksi atau Area Penggunaan Lain (APL). Harimau pun kehilangan habitatnya dan daerah pelintasan.
Untuk kasus kematian harimau sumatera di Trumon Timur, Agus menyebutkan pihaknya belum mengetahui penyebab kematian satwa dilindungi tersebut.
Namun demikian, BKSDA sudah menurunkan tim nekropsi untuk mengetahui penyebab kematian.
“Jenis kelamin diketahui betina. Namun, usia harimau Sumatera tersebut belum diketahui. Setelah pemeriksaan tim nekropsi baru diketahui semuanya,” terangnya.
Keberadaan harimau di lokasi perkebunan diketahui setelah ada warga melaporkan adanya hewan ternak warga dimangsa harimau.
Mendapat laporan tersebut petugas konservasi bersama mitra dan kepolisian mengecek lokasi ternak masyarakat dimangsa harimau.
Saat dicek ditemukan ditemukan tapak kaki harimau dan enam bangkai kambing dalam kondisi tidak utuh.
Petugas bersama mitra kemudian memasang sejumlah kamera untuk melihat pergerakan harimau.
“Saat mengambil rekaman kamera yang dipasang sehari sebelumnya, tim menemukan seekor harimau telah mati. Penyebab kematian baru diketahui berdasarkan hasil nekropsi nanti,” kata Agus.
Agus mengimbau semua lapisan masyarakat untuk tidak melakukan penanganan konflik satwa liar dan manusia dengan cara-cara yang bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku
Bangkai harimau tersebut ditemukan setelah petugas Seksi Konservasi Wilayah 2 dan Resor Konservasi Wilayah 16 Trumon, Aceh Selatan.
Jika habitat si belang tidak terlindungi, maka konflik antara manusia akan terus terjadi. Itu pasti akan semakin mengantarnya ke jurang kepunahan.