Ketika Luhut Bicara Tentang Perang Melawan Sampah Plastik

oleh -95 kali dilihat
Menkomarves dan Sekretaris John Kerry Dorong Aksi Iklim di Forum THK Bali
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan/foto-Detik
Irhyl R Makkatutu

Klikhijau.com – Sebagai penyumbang sampah plastik di laut terbesar kedua di dunia. Indonesia memang sudah sepantasnya membuat terobosan baru mengenai penanganan sampah plastik.

Beruntunglah, meski diserang wabah Corona, Indonesia tidak melupakan persoalan sampah plastik yang cukup pelik.

Perjuangan Indonesia mengatasi sampah plastik diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan

“Indonesia berkomitmen penuh untuk mengimplementasikan program pembangunan berkelanjutan. Juga untuk memerangi limbah plastik dan sudah menjadi salah satu agenda prioritas nasional kami,” ungkap Luhut.

KLIK INI:  Hari Bumi, Slank Dukung Upaya Perlindungan Hutan di Maluku dan Papua

Pernyataan itu disampaikan Luhut saat memberi sambutan kuncinya dalam Radically Reducing Plastic Pollution: Digital Launch of Indonesia’s Multi-Stakeholder Action Plan bersama Global Plastic Action Partnership di Jakarta, Rabu, 22 April 2020.

Memerangi sampah plastik di laut harus dilakukan secara terintegrasi dalam lingkup nasional, regional, dan global. Terutama melalui pengurangan sampah yang berasal dari aktivitas di darat.

Aturan memerangi sampah plastik sebenarnya tertuang dalam Perpres No 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga serta Perpres No 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut yang di dalamnya memuat Rencana Aksi Penanganan Sampah Plastik di Laut Tahun 2018-2025.

Rencana aksi itu tentu saja sejalan dengan bergabungnya Indonesia dengan Global Plastic Action Partnership, sebuah platform kolaborasi publik-swasta baru yang diluncurkan di Forum Ekonomi Dunia (WEF) tahun lalu.

Beranggota 230 organisasi

Untuk memerangi dan menancapkan diri dalam tubuh Global Plastic Action Partnership. Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang meluncurkan Kemitraan Aksi Plastik Nasional Indonesia (NPAP).

“Melalui NPAP Indonesia, kami telah menciptakan platform untuk menyatukan pemikiran-pemikiran terbaik Indonesia untuk menghadapi polusi plastik bersama-sama, dari peneliti ke bisnis dan masyarakat sipil,” ungkap Luhut.

NPAP Indonesia beranggotakan lebih dari 230 organisasi dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Juga diisi komunitas bisnis dan investasi, masyarakat sipil dan kelompok advokasi pemuda, misi diplomatik asing, serta lembaga penelitian dan akademisi.

KLIK INI:  Marak Kapal Membuang Limbah di Laut, Luhut: Kita Akan Kejar Mereka

Luhut berharap Rencana Aksi Indonesia menjadi inspirasi dalam masa-masa yang penuh tantangan. Ia juga berharap akan memicu kolaborasi dan komitmen yang lebih besar dari orang lain di panggung global.

“Visi ini melangkah lebih jauh, bahwa tujuan kami pada tahun 2040 adalah mencapai Indonesia yang bebas polusi plastik. Mewujudkan prinsip circular economy, di mana plastik tidak lagi akan dibuang ke lautan, saluran air, dan tempat pembuangan sampah kami, tetapi akan berlanjut untuk memiliki kehidupan baru,” jelas Luhut

Sementara itu, Direktur Global Plastic Action Partnership Kristin Hughes yang juga anggota Komite Eksekutif World Economic Forum mengapresiasi langkah besar Indonesia ini dengan telah menunjukkan contoh kelas dunia tentang cara menangani masalah yang kompleks, yaitu polusi plastik, melalui pendekatan multipihak yang kolaboratif dan efisien.

“Kami melihat kekuatan komunitas di Indonesia dan di seluruh dunia, menjadi semakin penting untuk bersatu dengan cara-cara baru dan kreatif, untuk secara terbuka bertukar keahlian dan pengalaman, serta bertindak secara serentak untuk memecahkan masalah paling mendesak yang dihadapi,” jelasnya.

Celah peraturan plastik

Tanggal 1 Janurai 2030 mendatang, sangat mungkin kita tidak lagi melihat plastik. Itu karena kantong plastik, alat makan plastik, sedotan plastik, dan segala macam bentuk sampah plastik akan dilarang.

Pelarangan itu bukan tanpa alasan, sebab merupakan peta jalan pengurangan sampah yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang terbit Desember 2019 lalu.

KLHK menargetkan akan mengurangi empat jenis sampah, yakni sampah plastik, kertas, kaca dan kaleng aluminium, sebesar 30% pada tahun 2030.

Namun, para peneliti menemukan celah pada peraturan tersebut. Seperti yang disiarkan theconversation ada 3 celah sampah plastik di Indonesia:

  • Masih terlalu longgar

Pelarangan penggunaan beberapa produk plastik sekali pakai telah dilarang. Jauh hari sebelum larangan berlaku pada 1 Januari 2030.

KLHK sudah mewajibkan agar produsen mendaur ulang produk-produk plastik sekali pakai yang dilarang. Daur ulang itu sebagai upaya menuju pelarangan penggunaan plastik 1 Januari 2030 mendatang

Langkah lain yang ditempuh, mendorong produsen di bidang manufaktur untuk menghentikan produksi botol plastik sekali pakai dengan volume di bawah 1 liter untuk minuman, di bawah 200 gram untuk makanan, di bawah 500 mililiter untuk barang konsumen, hingga di bawah 500 mililiter untuk sabun cair dan sampo.

KLIK INI:  Hadiri Program Menanam Mangrove di Maros, Menko Marves Temui Alumni UID

Meski sudah secara spesifik mencantumkan produk-produk apa saja yang dilarang, peraturan tersebut tidak mewajibkan produsen untuk melakukan pembatasan timbulan sampah dalam cara pengurangan sampah plastiknya.

Padahal dalam tata kelola sampah, langkah awal yang krusial adalah dengan membatasi timbulan sampah atau reduce.

Sayangnya, peraturan tersebut tidak mewajibkan pemilik usaha untuk membatasi jumlah sampah mereka.

  • Belum mengatur dua jenis sampah

Dua jenis sampah itu, yakni microbeads dan plastik biodegradable. Microbeads biasanya ditemukan dalam produk kosmetik dan perawatan tubuh.

Microbeads adalah butir plastik yang sangat kecil dengan ukuran kurang dari 5 milimeter.  Jenis butiran plastik ini sama sekali tidak bisa didaur ulang maupun dimanfaatkan kembali.

Sedangkan plastik biodegradable, seperti oxo-degradable atau bio-based plastics, akan menghasilkan plastik dalam ukuran sangat kecil, atau disebut mikroplastik yang mencemari lingkungan karena tidak mudah untuk didaur ulang.

  • Tidak mengatur partisipasi publik

Akses partisipasi publik melalui saran, pendapat dan tanggapan dari masyarakat bisa menjadi ruang komunikasi antar konsumen dan produsen. Hal itu bisa  memberikan perbaikan bagi pelaksanaan pengurangan sampah plastik oleh produsen.

Sayangnya, peraturan menteri tersebut tidak menyediakan ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan saran. Pendapat atau tanggapan terkait rencana pengurangan sampah plastik yang disampaikan oleh produsen tidak diberi ruang.

KLIK INI:  Ini Alasan Mengapa Para Pengusaha Wajib Mengedepankan Aspek Lingkungan?