Perihal Orang Pertama Dipenjara 30 Tahun karena Perburuan Satwa Liar

oleh -262 kali dilihat
Perihal Orang Pertama Dipenjara 30 Tahun karena Perburuan Satwa Liar
Gajah/foto-DW
Irhyl R Makkatutu

Klikhijau.com – Seorang pemburu satwa liar di Republik Kongo dijatuhi hukuman penjara 30 tahun. Hukuman yang diterimanya mendapat sambutan yang  gembira dari kelompok konservasi.

Para kelompok konservasi menilai, kasus tersebut menjadi langkah maju bagi tonggak perjuangan untuk menuntut pertanggungjawaban penjahat satwa liar.

Pemburu itu bernama Mobanza Mobembo Gerard atau yang lebih dikenal dengan nama Guyvanho. Ia adalah pemburu satwa liar yang paling mematikan di Republik Kongo

Peran Guyvanho cukup ‘penting’ sebab merupakan orang yang memimpin ekspedisi perburuan di negara Afrika tengah.  Aksinya itu telah membuat banyak gajah kehilangan nyawa.

Menurut Wildlife Conservation Society, sejak tahun 2008 ekpedisi yang dipimpin Guyvanho telah membunuh lebih  dari 500 gajah. Mengerikan, bukan?

KLIK INI:  Menanti Perangkat Baru yang Dapat Mengendus Perdagangan Satwa Liar

Angka itu cukup besar dan mencengangkan. Karena itu Republik Kongo menjatuhkan hukuman yang berat selama 30 tahun. Tidak hanya membunuh gajah  Guyvanho  juga melakukan  perdagangan gading gajah. Dan bahkan pernah melakukan percobaan pembunuhan kepada penjaga hutan di Taman Nasional Nouabale-Ndoki.

Tuduhan percobaan pembunuhan terjadi pada tahun 2019 lalu. Ketika  kelompok pemburu yang dipimpinnya diduga menembaki dan melukai anggota patroli penjaga taman tersebut.

Nouabale-Ndoki sendiri merupakan TN ini mencakup 4.000 kilometer persegi (1.540 mil persegi) Republik Kongo utara.

Hutan di taman ini adalah hutan hujan yang lebat yang menjadi tempat  perlindungan bagi gajah hutan langka di kawasan itu. Gajah yang menghuni TN ini merupakan  spesies terpisah dari gajah sabana Afrika yang lebih besar.

Orang pertama yang dapat hukuman

Hukuman yang diterima  Guyvanho oleh pengadilan  minggu lalu menjadikannya sebagai orang pertama yang menerima hukuman pidana berat  terhadap seorang penyelundup satwa liar di Republik Kongo.

Jauh sebelum Guyvanho  menerima hukuman berat itu,   kejahatan lingkungan di Republik Kongo biasanya hanya diadili di pengadilan sipil dan dikenakan hukuman maksimal lima tahun penjara.

Emma Stokes, Direktur regional Wildlife Conservation Society (WCS) menyatakan, hukuman itu mengirimkan pesan yang sangat kuat bahwa kejahatan terhadap satwa liar tidak akan ditoleransi dan akan dituntut di tingkat tertinggi.

Pemburu satwa liar ancaman kepunahan

Belum lama ini, ada sebuah tinjauan global mengungkapkan mamalia besar, seperti gajah, badak, serta primata di taman nasional dan cagar alam terancam punah.

Ancaman kepunahan itu terjadi khususnya di  negara-negara termiskin di dunia. Mamalia besar di negara miskin dinilai berada pada risiko tertinggi kepunahan.

Kajian tersebut dilakukan cukup lama, yakni sejak tahun 1980 hingga 2020 dengan mengamati  mengamati 81 studi. Satu hal yang menjadi penyebab tingginya risiko kepunahan pada mamalia besar adalah perburuan ilegal.

Aktivitas  perburuan ilegal menjadi penyebab penurunan populasi mamalia besar di kawasan lindung di seluruh dunia, dan khususnya di negara-negara miskin.

Alfan Rija dari Universitas Pertanian Sokoine, Tanzania mengakui jika populasi mamalia besar bisa berakhir di tangan para pemburu illegal.

“Kami mengetahui selama beberapa tahun perburuan ilegal mengurangi populasi mamalia dan terjadi di dalam kawasan lindung. Itu terutama memengaruhi mamalia yang lebih besar di negara-negara termiskin,” katanya.

Bagaimana hukum di Indonesia?

Hukuman bagi pelaku kejahatan satwa liar di Indonesia tidak jauh berbeda dengan Republik Kongo sebelum kasus Guyvanho.  Pelaku hanya akan dijerat hukuman penjara paling 5 tahun dan ancaman denda.

Ini sesuai dengan Undang-undang nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Saya Alam Hayati dan Ekosistemnya

Pada pasal 40 ayat 2 Undang-undang tersebut berbunyi, “Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat [1] dan ayat [2] [menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup] serta Pasal 31 ayat [3] dipidana penjara paling lama 5 [lima] tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 [seratus juta Rupiah]

Namun,  aturan ini dianggap para aktivis lingkungan dan satwa tidak cukup efektif untuk mencegah atau mengatasi aktivitas perburuan dan perdagangan satwa liar secara ilegal.

Ancaman hukuman pidanan bagi pelaku dianggap sangat rendah, sehingga tidak menimbulkan efek jera.

Apakah  pemerintah Indonesia bisa menghukum pelaku kejahatan satwa liar seperti yang dilakukan pemerintah Republik Kongo, yang menjatuhi 30 tahun penjara kepada Guyvanho, sang pelaku pemburu satwa liar?

KLIK INI:  Gakkum KLHK Gagalkan Penyelundupan Satwa Liar Dilindungi di Gorontalo