Kiprah Iwan Dento, Mengawal Karts Rammang-rammang Maros

oleh -566 kali dilihat
Kiprah Iwan Dento, Mengawal Karts Rammang-rammang Maros
Iwan Dento, saat menjadi sosok inspiratif Kick Andy Show episode "Asa Pariwisata Kita". foto: @kickandyshow/Instagram
Taufiq Ismail

Klikhijau.com – Muhammad Ikhwan alias Iwan Dento menjadi tamu Kick Andy Show. Sebuah acara talkshow kondang di Metrotv. Ia menjadi tamu pada episode “Asa Pariwisata Kita”.

Tak hanya Iwan, dua tokoh inspiratif lain juga hadir pada episode hari itu. Episode yang tayang pada Minggu, 3 Januari 2021, pukul 20.05 WITA.

Iwan Dento adalah sosok pemuda yang getol berjuang melindungi karst dari aktivitas tambang. Tak hanya itu ia kemudian membangun desanya dengan konsep ekowisata berbasis masyarakat.

Saya tertarik mengikuti sesi Iwan Dento. Secara kebetulan, ia begitu dekat dengan kehidupan keseharian saya. Yang juga bekerja menjaga lingkungan. Termasuk bagian gugusan karst yang membentang di Maros-Pangkep.

Obrolan Iwan dan Andi F Noya

“Coba ceritakan apa yang membuat Desa Salenrang ini unik?” pancing Andi F. Noya, pembawa acara Kick Andy Show.

KLIK INI:  Margaretha Mala, Pelestari Tenun dengan Pewarna Alami Warisan Suku Dayak Iban

Salenrang adalah lokasi keberadaan wisata batu karst Rammang-rammang. Satu destinasi wisata favorit di Sulawesi Selatan.

“Yang unik karena desa kami berada di antara gugusan pegunungan karst. Salah satu bentangan karst terluas di dunia. Tepatnya karst terluas dan terindah kedua di dunia dengan tipe menara karst”

“Masyarakat kita masih kurang tahu, apa itu karst?” Andy meneruskan wawancaranya. Dengan lugas Iwan menjawab: “secara sederhananya, karst adalah batu gamping, semacam batu kapur.”

Berdasarkan beberapa literatur, karst diartikan sebagai bentang alam khas membentuk hamparan batu gamping yang memiliki ciri berupa drainase permukaan yang langka.

Seperti dilansir dari portal Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menyebutkan bahwa istilah karst berasal dari bahasa Yugoslavia: “krst atau krast”. Istilah ini diartikan sebagai batuan atau oak yang merupakan nama sebuah wilayah yang berada di perbatasan antara Yugoslavia dan Italia bagian utara, dekat dengan Kota Trieste.

KLIK INI:  Terinspirasi dari Tentara, Mama Sibin: Saya Ingin Berkebun di Rumah

Karst inilah menjadi bahan baku semen, marmer, dan beberapa jenis bahan bangunan lainnya. Salah satu bahan utama industri ini. Karenanya tak heran jika karst di Dusun Rammang-rammang, Desa Salenrang, Bontoa, Maros, juga menjadi incaran salah satu perusahaan yang bergerak di bidang ini.

Iwan kemudian menerangkan potensi karst di dua kabupaten di Sulawesi Selatan itu.

“Karst di sini memiliki tipe karst menara. Bentuknya seperti karst di Vietnam. Unik. sedikit berbeda dengan tipe karst lainnya seperti di Jawa, tipe karstnya berbukit.”

“Tak hanya itu karst di sini cukup luas. Setidaknya luasnya lebih dari 46.000 hektar,” tambahnya.

Andy kemudian menayangkan video pendek tentang profil Iwan dan potensi Rammang-rammang. Video berdurasi beberapa menit itu menayangkan bagaimana Iwan bersama komunitasnya membela warga dari pemilik modal.

Video itu juga menggambarkan betapa megahnya karst membentang. Tunggak-tunggak batu gamping raksasa berdiri ratusan meter. Menjulang tinggi antara 100 hingga 300 meter. Berselimut permadani vegetasi. Memanjang, sambung menyambung. Meintasi dua kabupaten sekaligus: Maros dan Pangkep.

KLIK INI:  Mengulik Sensasi Panorama Rammang-rammang pada Jam Sepuluh Pagi!

Nampak juga petak-petak tambak berpadu satu dua rumah warga Rammang-rammang. Sebuah sungai membelah daratan menjadi penghubung Dusun Rammang-Rammang dengan dunia luar.

Andy kemudian kembali mengajukan pertanyaan: “Apa yang Iwan perjuangkan di sana?” Iwan kemudian mulai bercerita. “Saya berjuang menolak tambang di Rammang-rammang. Awalnya saya pelajari dulu apa yang saya bela: bagaimana karst itu, apa manfaatnya. Termasuk jika dia rusak apa yang terjadi.”

 

Iwan juga sempat mendapat amarah dari warga. Karena segelintir dari mereka juga mendukung perusahaan tambang yang akan masuk. Mengapa? Karena alasan “perut”. Mereka juga punya harapan ada peluang kerja di sana.

Dengan kegigihannya ia kemudian mulai berjuang. Merangkul kaum muda. Membentuk komunitas. Termasuk juga menjalin relasi dengan sejumlah mitra. Termasuk lembaga swadaya masyarakat yang peduli lingkungan. Kemudian bergerak bersama menolak tambang di desa mereka.

Iwan juga terus melakukan pendekatan kepada warga. Memberi pemahaman kepada mereka akan pentingnya kehadiran alam. Menjaga karst sebagai pelindung bagi mereka.

KLIK INI:  Iwan Dento, Benteng Kokoh Penyelamatan Ekosistem Karst Rammang-rammang

“Apa yang kamu lakukan?” Andy bertanya. “Saya melakukan sesuatu yang bisa warga lihat. Misalnya ada teman yang datang berkunjung. Saya antar mereka. Pelan-pelan saya ajak warga mendampingi,” jelas Iwan.

“Saya juga melakukan kunjungan ke rumah-rumah. Hari ini misalnya ngopi sambil ngobrol di rumah si A. Besok di rumah si B. Memberikan pemahaman pentingnya karst ini,” tambahnya.

“Hilangnya karst akan berdampak pada fungsinya. Fungsinya sebagai penyangga kehidupan. Salah satu fungsinya adalah mengatur tata air. Terdapat hutan di puncak-puncak karst. Karst juga memiliki kemampuan menampung air yang berasal dari hulu. Menampung kemudian mengalirkan secara perlahan melalui sungai bawah tanah dan mata air.”

“Karst juga menjadi rumah bagi beragam bintang liar dan tumbuhan. Ada rangkong, Macaca maura, hingga kelelawar yang menyerbuki bunga,” tambahnya.

Iwan betul, hutan yang terdapat pada karst memiliki karakter tersendiri. Karenanya tak heran jika bisa menjumpai beragam satwa yang khas dan unik. Bahkan beberapa di antaranya termasuk satwa yang hanya bisa dijumpai di Sulawesi. Satwa endemik. Sebut saja beberapa contoh seperti julang sulawesi (Aceros cassidix), monyet hitam sulawesi (Macaca maura), Tarsius fuscus, dan kuskus beruang sulawesi (Ailurops ursinus).

KLIK INI:  Mantul, Warga Desa Bialo, Bulukumba Bisa Menukar Sampahnya dengan Sembako

Jika karst rusak, karena tambang misalnya maka tak ada lagi rumah bagi mereka. Juga sumber air akan menjauh. Tak ada lagi mata air yang mudah kita jumpai di pangkal-pangkal karst menara itu. Begitu pun dengan sungai, tak lagi mampu hubungkan warga Rammang-rammang dengan kampung lainnya.

Lebih jauh, di Rammang-rambang juga terdapat gua prasejarah. Bukti tersebut berupa lukisan pada dinding gua. Gua yang menunjukkan bukti kehadiran manusia yang hidup puluhan ribu tahun yang lalu. Karenanya karst menjadi bagian penting kawasan prasejarah dan sejarah kebudayaan.

“Perjuangan saya tidak sebentar. Enam tahun saya habiskan bersama yang lain untuk melawan tambang. Hingga kemudian keluar keputusan pemerintah membatalkan Izin tambang yang telah terbit. Namun perjuangan saya belum berakhir. Saya punya hutang budi kepada warga. Saya harus gantikan dengan cara lain.”

karts rammang
Sajian gugusan karst Rammang-rammang berpadu tambak warga menjadikannya fotogenik. Foto: Asri
Iwan dan ekowisata berbasis warga

Iwan merasa berhutang budi kepada warga Rammang-rammang. Memupuskan harapan sebagian warga bekerja di perusahaan tambang. Tapi bukan Iwan Dento namanya jika tidak memerhatikan ekonomi warganya. Karenanya perlahan-lahan Iwan mulai bergerak membangun Rammang-rammang.

Adalah konsep ekowisata berbasis masyarakat yang ia kembangkan. Mulai membenahi fasilitas untuk kepentingan wisata. Mengajak warga terlibat.

KLIK INI:  Pesona Mart, Jendela Pemasaran Produk Perhutanan Sosial

Membangun dermaga, menata jalan, hingga melatih warga memandu wisatawan. Tak hanya itu Iwan juga melakukan sejumlah kerjasama dengan sejumlah pihak untuk turut membangun fasilitas wisata di Rammang-rammang.

Hingga akhirnya, Rammang-rammang resmi dibuka untuk wisata pada tahun 2015 silam. Pamornya begitu cepat melijit. Wisatawan adalah pelaku pemasaran yang efektif. Kampung Rammang-rammang yang ikonik menjadi daya tarik tersendiri.

Keindahan alam dengan panorama karst yang mengelilingi kampung menjadi daya tarik utama.

Menurut saya, menggunakan jenis kamera apapun berfoto di sini akan tampak menarik. Pemandangan alam Rammang-rammang sangat fotogenik. Apalagi jika wisatawan mendapati senja, panorama alamnya akan makin memukau.

Saya ingat sekali pada akhir tahun 2012 lalu, saya mengunjungi Rammang-rammang. Saat itu saya berkunjung bersama seorang kawan fotografer dari Selayar. Tujuan kami hanya satu: mengabadikan gambar ikonik bentangan karst berpadu petak-petak tambak ikan warga.

KLIK INI:  Masjid Istiqlal “Bersolek” Lebih Indah dan Berwawasan Lingkungan

Saat itu belum ada dermaga untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Kami menyewa perahu warga yang kebetulan melintas. Kami sangat puas dengan suguhan alamnya kala itu. Karenanya saya tak heran jika Rammang-rammang begitu cepat viral. Apalagi media sosial saat itu sudah mulai menjamur.

“Bagaimana pencapaian sekarang?” Penyiar kawakan talk show Metrotv ini kembali bertanya. Iwan pun kembali bercerita. “Saat ini kami mengembangkan ekowisata dan pertanian alami. Memanfaatkan potensi pupuk lokal.”

Untuk sektor wisata, Iwan mengakui bahwa perputaran uang di Rammang-rammang cukup besar. Dengan data yang dia punya, Iwan memperkirakan perputaran uang mencapi 9 sampai dengan 11 miliar per tahun. “Dengan asumsi bahwa setiap wisatawan akan mengeluarkan uang sebesar 100 s.d 150 ribu. Sementara jumlah wisatawan yang berkunjung ke Ramang-rammang per tahunnya mencapai 74 ribu orang. Tentunya data ini sebelum pandemi.”

Iwan menuturkan bahwa warga Kampung Rammang-rammang terlibat langsung dalam nadi wisata menikmati alam ini.

“Setidaknya 300 kepala keluarga Rammang-rammang terjun langsung dalam sektor ini. Mereka mengambil beragam peran. Mulai dari mengemudikan perahu, menjadi pemandu wisata, restoran, menjajakan souvenir hingga menyediakan home stay bagi wisatawan.”

KLIK INI:  Pesan Pegiat ‘Pohon Pustaka’ tentang Pentingnya Melestarikan Pohon dan Hutan

Penghasilan warga pun ikut terbantu dengan kehadiran wisata Rammang-rammang. “Penghasilan mereka berkisar antara 2,7 hingga 3 juta rupiah per bulan,” terang Iwan.

“Jika saya berkunjung ke Rammang-rammang, apa paket wisata yang bisa saya dapatkan,” tanya Andy kembali. “Anda akan rasakan sensasi naik perahu. Menyusuri sungai yang ditumbuhi nipah dan bakau. Setelah tiba di Kampung Rammang-rammang, Anda akan menikmati pemandangan alam yang tak biasa. Hamparan menara karst seolah mengepung Anda,” Iwan menggambarkan suasananya.

Iwan juga menerangkan perihal tarif perahu. Satu perahu tarifnya 200 s.d 300 ribu untuk perjalanan pulang pergi. Kapasitas perahu antara 4 s.d 8 orang.

“Anda juga dapat menikmati suguhan penganan tradisional warga. Juga terdapat gua yang menarik Anda datangi. Terakhir, jika berminat menikmati malam di sana, warga menyiapkan home stay di tepi sungai. Sangat layak untuk wisatawan,” Iwan melanjutkan penjelasannya.

Tarif home stay cukup terjangkau. Berkisar antara 150 s.d 200 ribu sudah termasuk sarapan. Bahkan untuk rencana menginap di sana, wisatawan bisa memesannya secara daring terlebih dahulu.

KLIK INI:  James Barrigan, Tukang Sampah yang Perkuat Marine FC saat Lawan Tottenham
Ekonomi desa yang terus bertumbuh

Ekonomi desa ini sudah bergerak pesat dengan kehadiran wisata Rammang-rammang. “Saya menyebutnya ekonomi tanding. Karena sebelumnya saya menolak tambang. Ini tandingan dari tambang,” pungkas Iwan semangat.

“Perubahan apa yang nyata di masyarakat saat ini?” Andy bertanya.

Pada akhirnya masyarakat Ramang-rammang menerima Iwan Dento. Tak hanya itu, turut mendukung perjuangannya. Perjuangan menolak tambang.

“Perubahan perilaku warga Rammang-rammang adalah pencapaian terbesar bagi saya. Perubahan yang lebih menghargai keberadaan alam. Hari ini mereka mampu berbicara tentang konservasi. Kesadaran menjaga lingkungan.”

Iwan bersama kawan lainnya juga menjalankan beberapa program berbasis lingkungan. Contoh program tersebut seperti pengelolaan sampah plastik menjadi ecobrick. Ada juga program “Jumat menimbang”.

Pada hari itu ibu-ibu menyetor sampah, modelnya seperti bank sampah. Anak muda Rammang-rammang juga turut ambil bagian. Membuat kelas belajar. “Sekarang ini ada tiga kelas. Kelas belajar bahasa inggris, kelas mengaji, dan kelas membuat kerajinan.”

KLIK INI:  Berbincang Santai Perihal Pengertian dan Sejarah Ekowisata

Ekonomi warga telah meningkat. Mereka bersyukur penambang batu karst tidak beroperasi di desanya. Warga Rammang-rammang saat ini juga sangat menghargai keberadaan alam.

“Bahkan saya dengar kalau ada orang yang mau menembak burung di sana dilarang warga ya?” timpal Andi. “Wah.. kalau itu otomatis warga Rammang-rammang akan menghalaunya. Karena mereka tahu burung-burung itu juga bagian dari atraksi. Salah satu alasan wisatawan datang berkunjung,” jawab Iwan.

“Apa yang Anda harapkan ke depan,” imbuh Andy. “Saya berharap masyarakat saya mampu beradaptasi dengan kemajuan zaman. Karenanya saat ini mereka rutin mengikuti sejumlah seminar ataupun pelatihan untuk meningkatkan kapasitas mereka. Tak hanya itu perwakilan warga yang diutus harus berbagi ilmu. Wajib melakukan presentasi setelah kembali menimba ilmu,” terang Iwan.

“Saya berharap suatu hari saya bisa datang berkunjung ke Rammang-rammang. Kita bisa ngobrol dan ngopi bareng di sana. Sampaikan salam saya kepada warga di Rammang-rammang. Tetap semangat menjaga alamnya,” tutup pembawa acara beken ini.

Semoga keharmonisan warga dengan alam di Rammang-rammang terus berlanjut. Menjadi benteng kokoh menjaga bentangan karst di sana. Alam terjaga warga pun rasakan beribu manfaatnya.

KLIK INI:  Benarkah Kupu-Kupu Ekor Sriti Paling Dikagumi Wallace?