Dunia Serangga Segera Berakhir?

oleh -136 kali dilihat
Dunia Serangga Segera Berakhir
Kupu-kupu jsalah satu serangga yang mulai susah ditemukan/foto-Ist
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

Klikhijau.com – Pagi masih belia. Namun, berita miris telah bertandang, yakni dunia serangga segera berakhir.

Padahal makhluk kecil itu  memiliki peran penting bagi ekosistem. Namun, sepertinya kurang mendapat perhatian.

Dari 5,5 juta serangga yang ada di dunia, baru 20 persen yang teridentifikasi. Dan sisanya yang 80 persen populasi serangga semakin berkurang jumlahnya.

Di dunia ini banyak spesies serangga memiliki peran penting yang tak tergantikan, termasuk penyerbukan serta pengendalian hama.

KLIK INI:  Mendeteksi Pencemaran Air dengan Teknologi Sensor Solid State

Dan meski memiliki peran yang sangat penting, rupanya serangga berada pada gerbang kepunahan. Dunia serangga bisa saja berakhir alias kiamat. Dan ancaman ketiadaannya akan mengacaukan dunia ini.

Bisa dibayangkan pada tahun 2017, Caspar Hallman dari Radboud University, Belanda  melaporkan bahwa dia  menemukan  populasi serangga terbang di cagar alam Jerman menurun lebih dari 75 persen selama 27 tahun terakhir.

Laporan itu tentu saja terdengar miris mengingat serangga dan tumbuhan adalah penyusun dasar kehidupan. Peran serangga sangat vital bagi ekosistem.

Penurunan serangga tersebut menurut laporan Bayo dan Wyckhuys  tetap terjadi meskipun di kawasan cagar alam yang masih belum terjamah. Lalu bagaimana dengan cagar ayam yang telah bersentuhan dengan manusia?

Pertanyaan itu tentu saja menggelitik. Mengingat peran serangga sebagai penyerbuk, pengontrol hama, pengelola limbah dan pengurai jasad. Selain itu, serangga adalah makanan bagi hewan lain.

KLIK INI:  10 Januari, Hari Gerakan Sejuta Pohon, Sejarah dan Link Twibbon untuk Sosmed

“Jadi bayangkan jika serangga punah akan banyak jasad yang menumpuk dan tidak terurai,” ungkap Djunijanti Peggie, peneliti bidang Entomologi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia seperti dikutip dari lama resmi LIPI, Rabu, 10 Juni 2020.

Peggie menjelaskan, penyebab utama penurunan populasi serangga adalah alih fungsi lahan, perubahan iklim, penggunaan pestisida dan pupuk sintetis, serta adanya faktor biologis termasuk patogen dan spesies invasif.

Untuk menyelamatkan serangga setiap individu harus berkontribusi  menekan laju penurunan serangga yang terjun bebas.

“Status kiamat serangga saya setuju dan sangat menghawatirkan, ”ungkap Peggie.

Hanya saja, Peggie juga menuturkan masih perlu pendataan untuk melihat  jenis serangga yang terancam sehingga belum dapat melakukan prioritas.

Karena itu, untuk mengetahuinya maka perlu diadakan pendataan terlebih dahulu.

Sementara itu, Pedro Cardoso, ahli biologi di Finnish Museum of Natural History  mengungkapkan jika  ancaman punah serangga menjadi alarm bagi manusia. Ketika serangga hilang maka ancaman besar akan mengintai.

“Krisis kepunahan serangga saat ini sangat mengakhawatirkan. Namun apa yang kita tahu hanyalah puncak gunung es,” katanya.

KLIK INI:  Geliat Bank Sampah di Bulukumba, Sudah Bisa Tukar Sampah jadi Emas
Mencegah kepunahan serangga

Langkah yang diambil untuk mencegah terjadinya kiamat dunia serangga adalah pendataan. Pendataan itu dipelopori oleh LIPI melalui dana yang diperoleh dari Global Biodiversity Information Facility.

“Kami juga mendapatkan dana dari Global Biodiversity Information Facility untuk melakukan pendataan dan digitalisasi spesimen kupu-kupu,” ujar Peggie.

Pendataan itu tidak hanya bagi pihak LIPI saja, tapi juga masyarakat. Caranya dengan mengirimkan koleksi dalam bentuk foto spesies dengan melengkapi data tempat dan waktu ditemukan.

Koleksi tersebut dapat menjadi data observasi, salah satunya dalam InaBIF.

Sedangkan Kepala Bidang Zoologi  Pusat Penelitian Biologi LIPI lainnya, Cahyo Rahmadi menyatakan bahwa pendataan serangga adalah upaya LIPI untuk melengkapi data kehati. Data ini akan menjadi salah satu dasar untuk menyatakan status kepunahan.

“Negara maju sudah memiliki perbandingan data serangga dari tahun ke tahun. Sedangkan di Indonesia baru sebatas memiliki koleksi spesimen. Inilah yang dianggap sebagai kondisi kritis eksistensi serangga,” terang Cahyo.

Cahyo mengharapkan agar perilaku   masyarakat berubah untuk menghargai keberadaan makhluk kecil tersebut.

Jika masyarakat menghargai serangga, menganggap keberadaannya sangat penting, maka dunia serangga bisa saja tak segera berakhir.

KLIK INI:  Rapat Kerja Regional P3E SUMA KLHK Sukses Dihelat di Kepulauan Maluku