Dirjen Kebudayaan Dorong Antropolog Fokus pada Isu Ekologis

oleh -52 kali dilihat
Dirjen Kebudayaan Dorong Antropolog Fokus pada Isu Ekologis
kongres Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI) yang digelar secara daring pada Sabtu, 10 April 2021 - Foto/Ist

Klikhijau.com – Studi Antropologi yang selama ini menaruh perhatian pada persoalan manusia dan budaya kini mendapat pekerjaan rumah baru untuk mengkaji dan menyelesaikan persoalan lingkungan hidup yang mendera dunia beberapa waktu terakhir.

Hal ini disampaikan Hilmar Farid selaku Dirjen kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI pada kongres Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI) yang digelar secara daring pada Sabtu, 10 April 2021.

Menurut Hilmar, belakangan ini sedang berkembang gelombang gerakan sosial kalangan pemuda yang melakukan kritik sosial dan kultural berdasarkan keilmuan antropologi.

Kritik ini bertujuan membongkar kemapanan nilai dalam masyarakat yang dianggap tak sejalan dengan apa yang seharusnya terjadi.

Fenomena kritik sosial ini dianggap cukup meresahkan bagi kalangan ilmuwan lantaran lontaran kata-kata yang mungkin tak enak dibaca. Namun, Hilmar tak menolak dengan kritik sosial dan kultural selama dilandaskan dengan ilmu pengetahuan.

Hilmar menjelaskan, “Sudah banyak dalam pengamatan saya dan mungkin AAI juga sudah punya database kalangan muda sekarang ini yang sangat aktif menjadikan antropologi juga sebagai kritik sosial atau kritik kultural. Ini yang kritik yang biasanya tidak enak dibaca, karena menggugat nilai yang mapan. Dan mungkin juga unacceptable dalam beberapa hal, tapi perlu,” ujarnya.

KLIK INI:  Pembagian 10 Juta Bendera Merah Putih di Bira, Pegiat Lingkungan: Sampahnya Ya!

Hilman melihat selama beberapa waktu terakhir, terjadi berbagai fenomena lingkungan yang disebabkan oleh manusia. Hal ini disebabkan hubungan yang kurang harmonis antara manusia dengan alam. Akibatnya, kerusakan ekologis terjadi di banyak tempat.

Menurutnya, pandemi covid-19 bisa dijadikan contoh bagaimana kehebatan dan kemajuan peradaban yang diciptakan manusia terjadi mampu diguncangkan oleh virus kecil. “Ini adalah peringatan dan kritik terhadap pandangan antroposentrik yang melahirkan apa yang sekarang kita sebut Anthropocene,” lanjutnya.

Antropolog diminta lebih peduli lingkungan

Untuk itu, Hilmar berpesan agar manusia, khususnya antropolog bisa lebih memperdulikan kondisi lingkungan hidup sekitar. Dalam rangka memperbaiki hubungan manusia dengan alam agar keduanya bisa saling menjaga kelestarian.

KLIK INI:  7 Cara Menunjukkan Kepedulian terhadap Lingkungan Sejak Remaja

“Ini adalah suatu masa di mana manusia begitu besar pengaruhnya terhadap lingkungan dan oleh karena itu sangat perlu menata kembali hubungan kita, tak hanya antar manusia tetapi juga dengan alam,” sambung Hilmar.

Disiplin ilmu antropologi kini membutuhkan posisi sebagai mitra kritis terhadap kebijakan maupun perilaku masyarakat. Hilmar mencontohkan bagaimana respon antropolog terhadap pembangunanisme di masa orde baru silam yang kurang menaruh perhatian pada persoalan budaya masyarakat setempat.

Hilmar juga berharap kedepannya agar kebudayaan dan lingkungan dapat berjalan beriringan. Terkhusus bagi masyarakat lokal yang menggantungkan hidupnya dari kelestarian alam.

“Untuk itu yang diperlukan saat ini adalah critical engagement. Banyak dari kalangan Antropolog yang mendalami kritik Antropologi terhadap pembangunan sejak era 80-an yang abai terhadap kehidupan budaya. Sehingga melahirkan penyeragaman dan banyak sekali problem-problem yang muncul. Karena tidak adanya pemahaman tentang kekhususan budaya masyarakat ketika melihat program-program pembangunan,” tuturnya.

KLIK INI:  Demi Jaga Kelestariannya, KLHK Lepasliarkan Elang Laut Dada Putih