Deforestasi Akut, Hutan Indonesia Seperti Kehilangan Separuh Jiwa

oleh -273 kali dilihat
Deforestasi Akut, Hutan Indonesia Seperti Kehilangan Separuh Jiwa
Ilustrasi kebakaran hutan - Foto/Pixabay
Anis Kurniawan

Klikhijau.com – Deforestasi atau hilangnya hutan alam karena penebangan untuk alih fungsi lahan maupun akibat kebakaran hutan seolah satu fenomena yang tak terhindarkan. Dari tahun ke tahun, Indonesia terus mengalami defisit hutan alam, sebagian besar diantaranya karena kepentingan investasi.

Padahal, Indonesia memiliki hutan tropis terbesar ketiga di dunia. Indonesia dan Malaysia bahkan memiliki 53 % dari lahan gambut tropis di dunia. Seperti diketahui, hutan dan lahan gambut sangatlah penting karena menyimpan karbon dalam jumlah besar, yang berperan dalam memitigasi krisis iklim.

Hutan juga diperlukan oleh wilayah perkotaan dalam hal pencegahan banjir, mengurangi polusi udara dan persediaan air bersih. Sayangnya, ancaman deforestasi terus menghantui setiap saat dan kita kehilangan paru-paru dunia secara signifikan dari waktu waktu.

Dampaknya tidak saja pada aspek ekologi dan ekonomi tetapi juga pada aspek kesehatan manusia.

KLIK INI:  Tanah dan Wilayah Adat Sebalos Dijarah PT Ceria Prima, Koalisi Sipil Menggugat

“Deforestasi bahkan meningkatkan risiko penyebaran penyakit zoonosis (hewan ke manusia), dan dapat berdampak pada pandemi berikutnya,” kata Arief Wijaya, Manajer Tata Kelola Lahan Berkelanjutan WRI Indonesia pada diskusi daring, Rabu 6 Mei 2020.

Studi dari School of Earth, Energy & Enviromental Sciences, Stanford University tersebut, kata Arief, menunjukkan bahwa risiko penyebaran zoonosis meningkat di wilayah hutan tropis yang mengalami perubahan tata guna lahan dan wilayah di mana keanekaragaman satwa liar tinggi.

Pada aspek yang lain, lanjut Arief, Indonesia adalah Negara agraris yang ekonominya sangat mengandalkan potensi sumber daya alam, termasuk hutan. Sehingga, apabila perencanaan pembangunan belum berorientasi pada pemanfaatan sumber daya alam, keseimbangan ekosistem, daya dukung dan tampung lingkungan maka akan berdampak negatif terhadap kehilangan tutupan lahan di Indonesia.

KLIK INI:  Manggala Agni dari Sulawesi Menuju Bali-Tanggerang, Merah Putih tetap Berkibar
Deforestasi hutan dan dampaknya

Faktanya, kata Arief, tingkat kehilangan tutupan pohon Indonesia sangatlah tinggi. Menurut data World Resources Institute (WRI), pada kurun waktu antara 2001 dan 2016, Indonesia telah kehilangan 23,1 juta hektar tutupan lahan. Atau setara dengan 14,3 persen dari total luasan tutupan pohon pada tahun 2000.

“Pulau Kalimantan dan Sumatera adalah wilayah yang paling tinggi kehilangan hutan setiap tahunnya,” kata Arief.

Deforestasi pada tahun 2002 misalnya yang mendekati angka 300 ribu kektar terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Bahkan pada tahun 2016, kita telah kehilangan tutupan lahan mendekati angka 1 juta hektar pasca kebakaran hutan paling hebat di 2015 dan 2016.

Ada penurunan drastis laju deforestasi pada tahun 2017 dan 2018, menurut Arief diantaranya karena kinerja pemerintah yang cukup baik.

“Ini tentu sangat positif bahwa Pemerintah melalui berbagai programnya seperti restorasi lahan gambut, moratorium hutan primer, reforma agraria, perhutanan sosial dan kebijakan lainnya tampaknya memberi dampak positif terhadap pengurangan deforestasi,” jelas Arief.

KLIK INI:  4 Fakta Unik di Balik Tragedi Terbakarnya TPA Antang

Lalu, apa yang memicu deforestasi sedemikian tinggi di Indonesia? Adanya konversi massif lahan gambut, kata Arief,  menjadi lahan pertanian dan perkebunan adalah faktor utama. Hal ini menyebabkan lepasnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dalam jumlah besar.

“Konversi ini telah menimbulkan dampak sosial dan ekologis, mengingat hutan dan gambut adalah rumah bagi ribuan spesies tanaman dan satwa. Serta 50-60 juta penduduk Indonesia yang bergantung secara langsung pada hutan,” kata Arief.

Oleh sebab itu, Indonesia sejatinya dapat mengambil pelajaran penting dari kebakaran hutan di 2015 dan 2016 agar tak terulang kembali.

Data WRI juga menunjukkan betapa besarnya dampak kebakaran hutan selama dua tahun krusial itu diantaranya ada setengah juta jiwa terdampak penyakit pernafasan. Bahkan telah menimbulkan kerugian ekonomi senilai 16 Miliar dolar AS.

“Sebuah analisis mengestimasi bahwa kebakaran hutan pada tahun 2015 telah mengeluarkan 1,62 miliar metrik ton CO2 atau lebih besar dari emisi harian dari keseluruhan perekonomian AS,” pungkas Arief.

KLIK INI:  Penurunan Deforestasi, Titik Awal Membangun Ekonomi tanpa Merusak Lingkungan