Ahli: Diskon Belanja Berisiko Buruk untuk Lingkungan

oleh -101 kali dilihat
Ahli: Diskon Belanja Berisiko Buruk untuk Lingkungan
Ahli: Diskon belanja berisiko buruk untuk lingkungan/Foto-selular.id

Klikhijau.com – Siapa yang tidak suka jika sedang ada diskon belanja di swalayan atau di tempat-tempat belanja lainnya. Apalagi untuk tipe orang yang memang gemar berbelanja, ini adalah kesempatan emas.

Diskon besar-besaran biasanya mewarnai tempat perbelanjaan jelang perayaan hari besar tiba atau hari penting lainnya.

Di Cina, 6 minggu sebelum Natal ada Single Day, yang sekarang memegang rekor sebagai hari belanja terbesar di dunia. Lalu ada Black Friday, diskon Cyber Monday, belanja pra-Natal, diskon pasca Natal dan Tahun baru.

Bukan hanya di Cina, negara-negara lain juga berlaku hal yang sama. Diskon belanja terus berjalan hampir sepanjang tahun dalam berbagai variasi.

KLIK INI:  Perburuan Hutan Ake Jira dan Pembunuhan Ohongana Manyawa

Bagi peritel, sale merupakan kesempatan baik untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan barang yang mangkrak lama di gudang. Memanfaatkan tendensi pembeli yang akhirnya melakukan pembelian tak terencana.

Sementara bagi konsumen, belanja menjadi alasan menghabiskan uang dan memberikan hadiah, baik itu bagi diri sendiri, orang lain, atau keduanya.

Hal ini sangat diharapkan bahkan didorong terjadi ketika banyak diskon yang ditawarkan.

Budaya membuang yang terjadi di industri mode adalah budaya semakin banyak membeli, semakin banyak membuang.

Walau hubungan antar keduanya masih belum bisa dibuktikan secara ilmiah. Secara logis, diskon mengarah kepada pembelian barang baru dan akhirnya pembuangan barang lama.

Di Inggris, ukuran kamar tidur mengecil sementara rata-rata ukuran ruang keluarga tiga kali lebih kecil dibandingkan tahun 1970an.

Meski demikian, masyarakat masih membeli lebih banyak barang dibandingkan tahun 1970an.

Dampak buruk bagi lingkungan

Untuk memberi ruang bagi barang baru, mau tidak mau barang lama mesti dibuang. Hal ini akhirnya memberikan dampak buruk bagi lingkungan.

Sebuah laporan parlemen UK di awal tahun 2019 menyebut, ada sekitar 300.000 ton limbah tekstil dibuang setiap tahunnya. Ini setara dengan 5 kg per individu.

Limbah tersebut akhirnya dibawa ke TPA atau dibakar dengan insinerator. Laporan tersebut juga menekankan “kurang dari 1%” material garmen yang bisa didaur ulang.

Budaya membuang ini sangat mencemari bumi.

KLIK INI:  British Council Luncurkan “The Climate Connection”, Dukung Upaya Atasi Perubahan Iklim
Pengiriman tidak ramah lingkungan

Dari “kacamata pengembalian produk” menyatakan kemungkinan hubungan antara penjualan dengan tingkat pengembalian barang. Hal ini banyak terlihat dalam penjualan daring.

Saat ini, orang sangat gemar melakukan transaksi jual beli melalui internet. Apalagi sejumlah diskon yang ditawarkan. Pengembalian barang daring melibatkan banyak aktivitas tidak ramah lingkungan.

Pengembalian barang, pengumpulan dan redistribusi barang oleh kurir butuh mobilisasi alat transportasi, yang mengeluarkan emisi karbon.

Sementara, kegiatan membersihkan, memperbaiki, atau mengemas barang juga memerlukan banyak sumber daya alam.

Bahkan sangat mungkin menghabiskan lebih banyak material bahan bakar fosil atau minyak sawit.

Selain itu, kegiatan pemrosesan, transportasi, serta pembuangan barang sekali pakai dan kemasan tak terdaur ulang juga menggunakan banyak lahan. Lalu pada akhirnya, semua itu meninggalkan jejak karbon yang tidak sedikit.

Sebagai konsumen, tentu jarang melihat hal-hal tersebut. Tidak disadari jika ternyata memiliki dampak sangat buruk bagi lingkungan.

Kita sudah melihat berbagai dampak buruk krisis iklim. Sudah selayaknya kita semakin sadar akan perilaku konsumtif yang sangat merugikan lingkungan kita sendiri.

Ayo pertimbangkan dampak lingkungan dari aktivitas belanja. Mari belanja dengan bijak untuk melindungi bumi.

KLIK INI:  Mengurangi Emisi Karbon Bisa Dimulai dari Dapur dan Meja Makan