UU Lingkungan Hidup Perlu Harmonisasi Secara Hukum dan Pelaksanaan

oleh -306 kali dilihat
UU Lingkungan Hidup Perlu Harmonisasi Secara Hukum dan Pelaksanaan
Ilustrasi Foto-pixabay

Klikhijau.com – Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup secara pelaksanaan masih terkendala.

Hal tersebut diungkapkan oleh Boy Jerry Even Sembiring Manajer Kajian Kebijakan Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) saat Rapat Dengar Pendapat Umum Komite II DPD di Gedung B DPD, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

“Secara muatan cukup baik dan menjadi payung bagi peraturan perundang-undangan lain dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Sayangnya, pelaksanaan atau pengoperasiannya terkendala beberapa hal,” kata Boy.

Dia menjelaskan, banyak peraturan pelaksana setingkat Peraturan Pemerintah (PP) atau Perundang-undangan (Perpu) lain yang dimandatkan UU No. 32/2009 secara substansi hukum belum diterbitkan pemerintah.

KLIK INI:  Awal Tahun, Toraja Dihantui Bencana Tanah Longsor

Melansir ANTARA, Senin, 21 Oktober 2019, PP yang belum diterbitkan tersebut beberapa terkait penetapan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, baku mutu lingkungan, kriteria baku kerusakan lingkungan, analisis risiko lingkungan hidup, tata cara penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, dan tata cara pemulihan fungsi lingkungan hidup.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komite II DPD tentang penyusunan hasil pengawasan DPD atas pelaksanaan UU No. 32/2019 tersebut, Boy bersama Leornard Simanjuntak Country Director Greenpeace Indonesia menjadi salah satu narasumber.

Rapat tersebut dipimpin oleh Abdullah Puteh, Wakil Ketua Komite II. Acara digelar untuk mendengarkan aspirasi dan pandangan dari berbagai pemangku kepentingan terkait UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Leonard Simanjuntak sendiri mengkritisi terkait isu deforestasi, bencana iklim, permasalahan sampah, polusi plastik di lautan, pencemaran minyak, pembangkit listrik dan energi terbarukan, serta kualitas udara dan polusi Jakarta.

Model Omnibus Law

Boy juga mengkritik deregulasi penerbitan PP No. 3/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang memotong banyak ketentuan dan aturan teknis. Proses memang lebih cepat, tapi menyimpang dari ketentuan tata ruang.

“Terjadi deregulasi terhadap sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan untuk mempermudah izin dan ada ancaman pelemahan penegakan hukum pidana lingkungan hidup melalui revisi KUHP,” ucapnya.

Saat ini omnibus law juga telah disuarakan oleh pakar hukum Indonesia seperti Jimly Asshiddiqie.

Suatu Undang-Undang besar yang dibuat menyeluruh di seluruh aspek. Model Omnibus Law relevan untuk mengharmonisasi peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Model ini juga cocok karena banyak aturan-aturan tua yang secara de jure masih berlaku, tapi dalam praktik sudah tidak berlaku.

“Bahkan ada juga yang sudah tidak berlaku lagi tapi banyak orang yang tidak menyadari bahwa dia tidak berlaku lagi,” kata Jimly seperti dikutip Tempo.

“Karena itu kita perlu membantu membangun suatu sistem yang bisa menata ulang sistem perundang-undangan di Indonesia,” tambahnya.

KLIK INI:  Cerita dari Walhi NTT, Lomba Menulis Lingkungan Untuk Caleg yang Sepi Peserta