Klikhijau.com – Pengelolaan sampah telah menjadi isu global dan lokal yang sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang belum dapat diselesaikan.
Berdasarkan data pada Global Waste Management Outlook 2024, masih terdapat 38% sampah global yang tidak terkelola dengan baik yang berkontribusi pada Triple Planetary Crisis
Jumlah timbulan sampah semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Jika masalah tersebut dibiarkan, maka akan timbul permasalahan lingkungan yang serius.
Di antara masalah yang ditimbulkan itu, yakni pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah, permasalahan kesehatan, dan bahkan mengakibatkan permasalahan global meliputi peningkatan Gas Rumah Kaca (GRK) yang sangat signifikan.
Untuk mengatasi masalah sampah di Indonesia, Menteri Lingkungan Hidup (LH)/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, mengajak seluruh Gubernur, Bupati, Wali Kota, dan para pemangku kepentingan terkait bergerak bersama-sama dan berkolaborasi dalam aksi nyata menuntaskan permasalahan sampah di Indonesia.
Ajakan itu diutaran Menteri LH pada saat gelaran Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan Sampah Tahun 2024 yang digelar hari Kamis, 12 Desember 2024 lalu di Jakarta.
Rakornas tersebut mengangkat tema “Aksi Kolaborasi Nasional Penuntasan Pengelolaan Sampah”, dan dihadiri oleh para gubernur, Pj. Gubernur, bupati, wali kota, kepala Dinas Lingkungan Hidup dari seluruh provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia, serta perwakilan kementerian/Lembaga, produsen, asosiasi, dan pemangku kepentingan lainnya.
“Kenapa tema aksi kolaborasi ini yang dipilih? Bukan deklarasi atau pernyataan komitmen? Karena sejak 19 tahun yang lalu kita melupakan ini (penuntasan pengelolaan sampah) bisa dilakukan secara bersama-sama. Sekarang, yang perlu kita nyatakan ke seluruh penjuru tanah air kita adalah rencana aksi kita di dalam kolaborasi penuntasan masalah pengelolaan sampah di Indonesia harus selesai di 2025 – 2026.” ucap Menteri Hanif dalam arahannya kepada seluruh peserta yang hadir.
Menteri Hanif dalam arahannya menjelaskan bahwa gas metana yang dihasilkan dari landfill yang tidak terkelola dengan baik mempunyai daya rusak atmosfer 28 (dua puluh delapan) kali lebih besar dari karbon dioksida. Oleh karenanya, upaya untuk mengurangi timbulan sampah yang ditimbun di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) menjadi wajib untuk dilakukan oleh seluruh pemerintah daerah.
Kewajiban menyiapkan anggaran
Selain itu, Menteri Hanif juga menegaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah memiliki kewajiban menyiapkan anggaran untuk terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan, di mana penyediaan anggarannya dilakukan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sebagaimana tercantum dalam Pasal 24 UU 18/2008. Karenanya, polemik ketidaktersediannya dana kita dalam pengelolaan sampah di daerah maupun di nasional.
Melalui Rakornas Pengelolaan Sampah 2024 ini, Menteri Hanif mengajak seluruh peserta yang hadir untuk memahami bahwa kewajiban penyelenggaraan pengelolaan sampah ada di pemerintah dan pemerintah daeran, bukan di tempat lain. Pemerintah dan pemerintah wajib merumuskan langkah-langkah operasional. Sehingga permasalahan sampah dapat tuntas paling tidak di tahun 2025 – 2026.
“Mendengar masukan dari teman-teman (pemerintah daerah) dan narasumber yang hadir, salah satu hal yang menjadi penting untuk mendukung operasional dari aksi kolaborasi (penyelesaian masalah sampah) adalah ketersediaan anggaran. Sebenarnya dari alokasi yang kami coba hitung, dari upaya pemilahan sampah di hulu sampai ke hilir, untuk operasionalnya paling tidak diperlukan 3% anggaran dari APBD. Jad,i tentu diperlukan dukungan semua pihak termasuk swasta, K/L dan seluruh pemangku kepentingan terkait,” ujar Menteri Hanif.
TPA masih dikelola dengan sistem open dumping
Dalam arahannya, Menteri Hanif juga menyebutkan bahwa berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Tahun 2023, sebanyak 21,85% timbulan sampah nasional masih dikelola di TPA dengan sistem open dumping.
“Ke depan kita sama-sama sepakat bahwa sampah yang dikelola menggunakan sistem open dumping dianggap sampah tersebut tidak dan belum dikelola dengan baik dan berwawasan lingkungan. TPA open dumping ini sangatlah rentan terhadap pencemaran lingkungan dan kondisi ini dapat menjadi bom waktu yang jika kita tidak selesaikan dengan segera maka bencana seperti yang terjadi di TPA Leuwi Gajah dapat terulang kembali” tegas Menteri Hanif.
Pada kesempatan ini, Menteri Hanif juga mengingatkan pentingnya upaya pengelolaan sampah di hulu hingga hilir.
“Tanpa kita selesaikan sampah dari hulu, nonsense kita akan bisa selesaikan sampah di TPA open dumping” kata Menteri Hanif.
Menteri Hanif berharap, dengan penyelenggaraan Rakornas tersebut akan mampu menuntaskan masalah sampah yang saat ini memuncak di TPA.
“Harapan kita di 2026, seluruh mekanisme dan pola-pola penyelesaian masalah sampah bisa terurai mulai dari rumah tangga. (Upaya) ini memang tidak sederhana, tetapi bila Gerakan ini kita lakukan secara masif dan terus-menerus, insya Alloh kita akan mampu menyelesaikan ini, dan secara tidak langsung kita juga berupaya membangun peradaban bangsa kita,” pungkas Menteri Hanif.(*)