Jelang Debat, Capres-Cawapres Sejatinya Perdebatkan 3 Isu Lingkungan Ini

oleh -211 kali dilihat
Jelang Debat Capres-Cawapres

Klikhijau.com – Debat calon Presiden akan digelar KPU sebanyak lima kali, dan debat pertama dijadwalkan 17 Januari 2019. Ada berbagai isu yang akan dibahas dalam acara debat itu, antara lain terkait Sumber Daya Alam (SDA) dan lingkungan hidup.

Sayangnya, isu lingkungan tidak menjadi perhatian publik. Kebanyakan berpendapat, Capres-Cawapres akan bicara normatif dan menjauh dari isu lingkungan. Padahal, isu lingkungan sangat krusial.

Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menegaskan bahwa Pilpres adalah fase menentukan arah kebijakan lingkungan ke depan.

ICEL mencatat sedikitnya ada 3 isu lingkungan yang penting untuk diperhatikan Capres-Cawapres.

Pertama, tata kelola hutan dan lahan. Mengenai penegakan hukum terhadap pelaku kebakaran hutan dan lahan. ICEL mencatat belum ada upaya yang berdampak nyata pada pemulihan lingkungan.

Pasangan Capres-Cawapres Joko Widodo-Ma’ruf Amin, dan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno dinilai belum banyak mengulas bagaimana merencanakan pemulihan dan strategi eksekusi gugatan triliunan yang dimenangkan pemerintah.

KLIK INI:  Milenial dan Generasi Z harus Melek Isu Lingkungan

Menurut ICEL, isu pengendalian kebakaran hutan dan lahan kedua pasangan Capres-Cawapres masih berfokus pada peran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Padahal, Inpres No.11 Tahun 2015 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan mengamanatkan peran itu dijalankan lintas kementerian dan lembaga.

Soal perhutanan sosial, ICEL melihat pemerintah menetapkan target luasan perhutanan sosial mencapai 12,7 juta hektar di tahun 2019. Target itu sangat sulit tercapai jika tidak dibarengi strategi “radikal”.

Dalam pengelolaan perkebunan sawit, misalnya, pemerintah melakukan moratorium dengan menerbitkan Inpres No.8 Tahun 2018.

Kepala Divisi Tata Kelola Hutan dan Lahan ICEL, Rika Fajrini, menilai kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk moratorium sawit sudah tepat.

“Penguatan implementasi Inpres Moratorium Sawit lebih strategis menjawab permasalahan perkelapasawitan dibandingkan memaksakan lahirnya UU Perkelapasawitan,” ujar Rika dalam keterangan pers yang dirilis ICEL, Rabu (9 Januari 2019).

Kedua, tata kelola pesisir dan maritim. Tentang reklamasi, pemerintah cenderung mengutamakan investasi dibandingkan aspek lingkungan hidup dan sosial.

Pemerintah memberi lampu hijau untuk reklamasi di 14 provinsi dan menerbitkan kembali izin reklamasi Teluk Benoa.

Menurut Kepala Divisi Tata Kelola Maritim dan Pesisir ICEL, Ohiongyi Marino, kebijakan serupa juga pernah dilakukan pemerintah untuk reklamasi di Teluk Jakarta.

“Kebijakan reklamasi masih minim partisipasi masyarakat, namun masif kepentingan investor,” kritiknya.

KLIK INI:  Politik yang Minim Isu Lingkungan
Minimnya komitmen pemerintah

Untuk penanganan sampah plastik, ICEL menilai komitmen pemerintah minim dalam manajemen sampah di laut.

Absennya regulasi yang menangani persoalan ini mengakibatkan tindakan dilakukan oleh masing-masing kementerian tanpa sinergi dengan kementerian dan lembaga lain.

Hal serupa juga terjadi dalam upaya pencapaian target kawasan konservasi perairan dan perikanan berkelanjutan.

Ketiga, perihal pengendalian pencemaran. Untuk kebijakan pengelolaan sampah, kebijakan pemerintah pusat fokus pada penanganan, tapi kurang memperhatikan pengurangan sampah.

Untungnya ada beberapa daerah yang memberi perhatian terhadap isu pengurangan sampah.

Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran ICEL, Margaretha Quina, mengatakan orientasi penanganan sampah melupakan hal penting seperti pengangkutan dan pengolahan terpilah dan konversi ke sanitary landfill.

“Ini mandat UU No.18 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah, akibatnya pengelolaan sampah secara holistik (menyeluruh) tidak terwujud,” urainya.

Secara umum, ICEL mencatat pemerintah kerap menetapkan target ambisius tanpa didasarkan kajian bukti yang tepat, sehingga sulit tercapai.

Pemerintah cenderung bergerak mencapai angka sebagaimana ditargetkan melalui percepatan, tapi tidak memastikan sarana dan prasarana penunjang. Misalnya, instrumen pencegahan dan pengawasan.

Yaitu tata kelola hutan dan lahan; pesisir dan maritim; pengendalian pencemaran dan pengelolaan sampah.

KLIK INI:  CVA, Komunitas Relawan yang Lahir dari Rahim Bencana