Klikhijau.com – Nasib burung kakatua kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea) berada di zona kritis. Burung dengan panjang sekitar 35 cm dan masuk kategori ukuran sedang ini—keberadaannya semakin menipis.
Banyak faktor yang menyebabkan burung ini terancam punah. Kehilangan habitat hutan dan penangkapan liar adalah bagian dari faktor tersebut.
Faktor lainnya adalah perubahan iklim. Hal ini diungkapkan oleh ahli ekologi hewan dari Universitas Mataram, I Wayan Suana.
Menurutnya, perubahan iklim mengancam populasi alami burung ini di tengah populasinya yang terjun bebas. Bayangkan saja, saat ini hanya tersisa 51 ekor di Pulau Moyo, Nusa Tenggara Barat.
“Populasi 51 ekor yang terbilang kecil seperti itu dengan adanya perubahan iklim global rentan terjadi kepunahan,” ungkap Wayan beberapa waktu lalu dikutip dari Antara.
Pulau Moyo merupakan habitat penting bagi burung ini. Selain di pulau tersebut, menurut Wikipedia, burung ini juga ditemukan di wilayah Australia, Kepulauan Sunda Kecil, Bali, Sulawesi, dan Papua New Guinea. Mereka berada di tempat yang masih terdapat hutan-hutan primer dan sekunder.
Karena populasinya semakin menipis, maka burung ini dievaluasikan sebagai kritis di dalam IUCN Red List. Spesies ini didaftarkan dalam CITES Appendix I.
Peran penting kakatua
Burung kakatua jambul kuning memiliki peran ekologi yang penting. Mereka berperan dalam peredaran biji tanaman, sehingga dapat membantu keberagaman tanaman di hutan tropis.
Selain itu, peran lainnya adalah burung ini dapat membantu menjaga keseimbangan ekosistem hutan. Caranya dengan membantu dalam penyerbukan dan penguraian tumbuhan.
Sayangnya, meski memiliki peran yang penting, menurut Wayan perubahan iklim global yang mempengaruhi suhu dan lingkungan dapat memperkecil peluang telur menetas menjadi anakan kakatua kecil jambul kuning.
Satwa yang hidup alami di alam dapat terganggu akibat perubahan suhu, pola curah hujan, hingga peningkatan frekuensi cuaca ekstrem. Kondisi itu tidak hanya mengganggu kemampuan reproduksi, tetapi juga habitat dan ketersediaan pakan.
Pentingnya upaya konservasi
Karenanya, untuk menyelamatkan burung ini dari kepunahan, Wayan menekankan pentingnya upaya konservasi, pengelolaan habitat, dan edukasi masyarakat untuk mengurangi ancaman perubahan iklim bagi burung kakatua kecil jambul kuning di Taman Nasional Moyo Satonda yang terletak di Pulau Sumbawa.
“Burung kakatua kecil jambul kuning di Pulau Moyo tidak saja membuat sarang di area taman nasional. Saya melihat banyak yang membuat sarang pada pohon-pohon yang ada di lahan-lahan milik masyarakat,” kata Wayan.
Dalam hal konservasi burung ini, pada hari Kamis, 19 Juni 2025 Balai Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Barat (BKSDA NTB) melalui Project CONSERVE menggelar Konsultasi Publik Akhir Dokumen Peta Jalan Konservasi Kakatua Kecil Jambul Kuning Taman Nasional Moyo Satonda.
Konsultasi publik ini dihadiri oleh para stakeholder yang berasal dari Pemerintah Pusat dan Daerah, TNI/POLRI, Akademisi dari Universitas Mataram, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Konservasi, Yayasan Paruh Bengkok Indonesia, Sumbawa Biodiversity, WCS-ID, Tokoh masyarakat, sektor swasta dan media.
Tahapan akhir ini akan melahirkan dokumen Peta Jalan (Roadmap) yang partisipatif dan berbasis data serta masukan multipihak yang akan menjadi dasar/acuan dalam upaya konservasi burung ini di Taman Nasional Moyo Satonda dalam 10 tahun ke depan.
“Kami berharap dokumen peta jalan menjadi pedoman kegiatan konservasi kakatua kecil jambul kuning. Keterlibatan berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk mendukung pelestarian spesies tersebut,” ujar Kepala BKSDA NTB, Budhy Kurniawan.