Klikhijau.com – Riuh. Satu kata itu dapat menggambarkan suasana ruang transit Unit Penyelamatan Satwa Liar (Unit Matawali) Balai Besar KSDA Jawa Timur (BBKSDA Jatim).
Sebabnya, pada hari Senin 26 Mei 2025 Petugas Ditpolairud Polda Jawa Timur menyerahkan satwa hasil operasi penggagalan penyelundupan.
Tercatat sebanyak 735 ekor burung yang berhasil diselamatkan, sehari sebelum penyerahan atau tepatnya pada hari Minggu, 25 Mei 2025.
Ratusan burung yang berhasil diselamatkan dari penyelundupan lintas pulau tersebut, kondisinya tidak dalam keadaan baik-baik saja, sebagian besar dalam keadaan lemah, bahkan ada yang mati.
Semuanya bermula dari informasi awal yang diperoleh dari intelijen yang memantau adanya pengangkutan burung tanpa dokumen sah dari Makassar menuju Surabaya.
Setelah mendapat informasi, tim segera bergerak ke Pelabuhan Tanjung Perak dan mengikuti kendaraan mencurigakan hingga Jl. Demak, Morokembangan, Surabaya.
Penyergapan pun terjadi ketika 5 kotak kayu berisi burung dipindahkan dari truk ke sebuah mobil Daihatsu Terios hitam berpelat Surabaya.
Operasi cepat ini berhasil mengamankan dua pelaku, masing-masing pengemudi kendaraan pengangkut beserta ratusan burung yang dikemas sempit tanpa perlindungan memadai.
Ratusan yang mati
Setelah dilakukan identifikasi oleh Tim Matawali BBKSDA Jatim, burung-burung tersebut terdiri atas 735 ekor burung kacamata biasa (Zosterops melanurus). 438 di antaranya masih hidup dan 297 lainnya ditemukan mati serta, 7 ekor burung madu pengantin (Leptocoma sperata) dalam kondisi hidup.
“Sebagian besar burung yang masih layak dilepasliarkan akan segera dikembalikan ke alam di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Baung pada Rabu, 28 Mei 2025,” jelas Nofi Sugiyanto, Kepala Bidang Teknis BBKSDA Jatim.
Lokasi ini dipilih karena habitat alaminya sesuai dan sebelumnya telah terbukti aman untuk pelepasliaran burung sejenis.
Tindakan cepat antara aparat penegak hukum dan otoritas manajemen konservasi menjadi sinyal kuat bahwa jalur-jalur penyelundupan satwa akan terus diawasi ketat. Namun, selama permintaan pasar masih tinggi, terutama dari kolektor ilegal, satwa liar akan tetap berada dalam ancaman.
Penyelundupan ini kembali mengungkap betapa tingginya ancaman terhadap spesies burung endemik yang menjadi incaran perdagangan ilegal karena warna-warni bulu dan kicauannya. Praktik ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mengguncang keseimbangan ekosistem yang rentan.
Harus diakui, menyelamatkan burung dari penyelundupan. Tidak sekadar penyelamatan, tapi pemberian kesempatan hidup lebih layak. Sebab menikmati hidup tanpa kurungan dengan terbang bebas di alam terbuka. Tentu jauh lebih baik. Sebab begitulah kodrat hidup satwa burung.